~~~~~
Selamat membaca
Monggo enjoy~~~~~
Denny Caknan - Los Dol
~~~~~
"Jangan takut untuk jadi berbeda, Ingat bahwa Elang tinggi di angkasa sedangkan Angsa selalu berkelompok."
~~~~~
"Tanah ini terlalu luas jika hanya untuk membangun tanah Mas! Yaampun."
Seorang perempuan menggeleng keras tidak habis pikir melihat bangunan setengah rampung di depannya. Menggeleng tidak percaya dengan mulut terbuka, lihatlah ini, lihatlah kebohongan-kebohongan lain yang disembunyikan Yasa kepadanya!
"Apa yang kau katakan Bunda? Berlebihan di sebelah mana, aku hanya membangun rumah dan kau heboh seperti ini?" tanya Yasa heran.
Elsa menggeleng samar, mengangkat tangan mengisyaratakn Yasa untuk diam sebentar saja. Bantinnya sungguh tidak kuat, ini terlalu mewah untuknya yang suka barang murah. "Aku mau nafas dulu Mas, sebentar aja."
"Aku ambilin minum."
Yasa bergerak, menaiki motor dengan cepat dan membeli minuman beserta makanan ringan untuk sang wanita. Semenjak dirinya bisa mengendarai mobil, pria itu juga belajar motor, membuka rekening bank, membuat asuransi, dan juga sudah membangun rumah. Semua surat-surat kependudukan telah dia urus, membuatnya memiliki kartu keluarga sendiri dengan dia sendiri yang berada di dalam kartunya itu.
Pria itu berterimakasih terhadap Pandu yang telah mengajarinya banyak hal, fashion, gaya hidup hingga urusan keluarga.
"Diminum dulu," ucap pria itu menyerahkan sebotol air mineral dingin.
Pandangannya beralih menatap sebuah bangun yang 80% hampir jadi dan siap dihuni. Tidak sia-sia dia bertahan hidup hingga sekarang, dia telah menemukan sang pujaan hati yang siap dan mau menerimanya apa adanya, 2 tahun hidup bersama Elsa telah menguatkan prinsipnya, perempuan itu hidup mandiri dengan uang pas-pasan. Masih ingat di pikirannya saat Elsa benar-benar krisis uang, perempuan itu berbagi makanan dengannya yang masih berwujud kucing. Membagi ikan asin dengannya, benar-benar seperti sahabat sejati.
"Ini akan menjadi rumah kita, Bunda."
"Anak-anak kita akan bermain disini, di taman yang luas ini." Yasa berbalik menatap Elsa, menunjuk sebuah taman yang cukup luas di sebelahnya berdiri. "Bunda tahu jika aku sangat tidak suka kesempitan, aku ingin anak-anak kita bermain dengan bebas di taman ini. Aku ingin mereka menikmati masa kecilnya dengan bahagia, aku ingin mereka bebas bermain di usia aktif."
"Aku ingin pulang," ucap Elsa meratapi nasib.
Sepanjang house tour yang ditunjukkan Yasa kepadanya, Elsa hanya mengangguk dan membuka mulut sedikit. Desain-desain interior dengan gaya khas kerajaan tersaji begitu detail menghiasi setiap sudut rumah. Aksara Jawa terukir begitu apik di atas langit-langit rumah, entah apa artinya yang pasti itu sanga bagus.
"Jangan bilang selama Mas ngurus surat, Mas juga udah bangun kerajaan?"
Kerajaan?
Yasa melipat kening bingung. "Kerajaan apa yang Bunda maksud?"
Elsa mengangkat tangan, memutar badan menunjukkan segala sisi rumah dengan tangannya. "Ini bukan kerajaan kah? Apakah ini pantas disebut dengan rumah? Berapa banyak kayu jati yang mas pakai di rumah ini? Semua orang juga tahu jika kayu jati merupakan kayu yang paling mahal!"
Beberapa pekerja yang berada di samping mereka hanya terkekeh pelan, menyaksikan sang Nyonya rumah yang nampaknya shock dengan pengeluaran untuk pembangunan rumah ini.
"Bunda tidak perlu memikirkan pengeluaran, pikirkan saja bagaimana Bunda akan menata barang disini. Aku tahu jika Bunda sangat menyukai kerapian, maka dari itu aku percayakan semuanya terhadap Bunda."
Lagi dan lagi Elsa dibuat tidak percaya, di rumah saja masih banyak perhiasan, maka sudah dipastikan orang ini masih bisa kaya lagi. Belum dengan usaha baru yang dirintisnya 2 bulan terakhir, pasti bisa kaya lagi!
"Pulang yuk Mas, ayo pulang nanti kita ke tempat wisuda Rangga."
"Ta-tapi."
"Pulang Mas..."
Yasa menyeret kaki dengan lemas, mengikuti perempuan yang berjalan di depannya dengan kesal. Pria itu memainkan tangan Elsa sepanjang perjalanan, mengecup telapak tangan sang perempuan dengan lembut penuh kasih sayang.
~~~~~
Semua orang nampak tegang, menyaksikan anak-anak mereka yang sebentar lagi akan dilantik menjadi seorang abdi negara. Mengenakan seragama kebanggaan dengan gagah penuh kharisma, beridiri tegak dengan bangga.
"Kita sebenarnya dimana mbak El? Kenapa saya dan keluarga dibawa ke kantor polisi?"
Elsa tersenyum, menggeleng dan senantiasa terenyum menatap sosok pemuda yang tengah menahan tangisnya di diantara peserta pelantikan yang lain.
"Saya mewakili Rangga, bapak, ibu. Maafkan Rangga dan saya karena telah menipu kalian semua, Rangga sebenarnya tidak melanjutkan kuliah, dia dikeluarkan dari pihak kampus karena telah melanggar berbagai peraturan yang ada."
Kedua orang tua Rangga itu berdiri kaku, mereka tidak tahu apa yang terjadi karena dijemput oleh Elsa di bandara. Dia mengenal sosok perempuan muda itu yang telah banyak membantu sang putra, perempuan itu begitu baik. Lalu kenapa dia memberinya kabar buruk ini?
"Tidak apa mbak El, sudah saya tekankan sejak dulu bahwa keluarga kami keluarga tidak mampu, makan pun seadanya. Saya tahu jika Rangga akan kehilangan sekolahnya, saya tidak kaget."
"Tidak perlu berucap seperti itu, Bapak. Mari ikut saya, mari kita menemui Rangga."
Elsa menggiring kedua orang paruh baya tersebut ke tengah lapangan bersama para orang tua yang lain. Matanya juga memanas melihat tangisan para orang tua yang bangga terhadap anaknya.
"Maafkan Rangga, Ibu, Bapak."
Tangisan tidak terbendung saat kedua orang tua itu bertemu dengan Rangga, kedua tubuh mereka bergetar menyaksikan dan melihat dengan kedua matanya sendiri bahwa sang anak telah berubah, ini benar anaknya?
"Rangga?"
"Kamu anak Ibu sama Bapak?" tanyanya tidak percaya.
Sosok yang diajak bicara itu mengangguk, memeluk sang ibu dengan erat berderai air mata. Dia tak kuasa menahan rindu selama berbulan-bulan dan tidak memberi kabar. Dia telah berbohong, dia telah menipu kedua orang tuanya.
"Mas..."
Perempuan muda itu berhambur memeluk Yasa, dia juga menitihkan air mata tidak percaya. Bukan sepenuhnya karena bantuan Yasa, Rangga memang pintar dan memiliki fisik yang bagus, tidak perlu kaget jika Rangga lolos seleksi.
"Makin ganteng kalau pakai seragam," celetuk Yasa.
"Heh kowe lanang Mas!"
Heh kamu cowok Mas!
Yasa menoleh, mencubit hidung Elsa dengan gemas. "Aku cuma suka kamu ya Bunda, aku juga masih normal. Rangga makin hitam, pasti panas-panasan setiap hari."
Elsa hanya mengangguk, tersenyum melihat bagaimana bahagianya 3 orang yang berada di depannya. Terlihat jelas di binar kedua orang tua itu bahwa mereka sangat bangga. Senyum Elsa semakin lebar melihat ayah Rangga berjalan menghampirinya, menyalaminya dengan lembut dan mengatakan hal yang berada di luar dugaan.
"Saya melamar Mbak Elsa atas nama Rangga, tolong terima pinangan kami."
Hancur sudah.
Elsa tersenyum kecil, hawa di sekitarnya berubah menjadi dingin. Perempuan itu bahkan tidak berani menoleh ke belakang saat merasakan remasan kuat di pinggangnya. Gawat, ini bahaya. Dirinya saat ini tengah berada dalam bahaya!
.
.
.STAY SAFE
22 Januari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Ora Ngiro
FanfictionSemua berada di luar nalar, siapa yang menyangka jika legenda itu masih ada hingga sekarang? Elsa Rahmawati memungut seekor kucing yang kedinginan di pinggir pintu masuk perpustakaan kota. Dia masih mengingat benar bagaimana dekilnya kucing kurus it...