16. Sebuah Kepercayaan

320 65 2
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT U – Make A Wish

~~~~~

“Dapet kamu aku janji nggak akan nakal lagi. Kalau aku nakal lagi, aku janji lagi ya.”

~~~~~

“Mas mau investasi apa dengan uang sebanyak ini?”

Mata pria itu berputar, menatap sang lawan bicara dengan pandangan serius. Pandangannya beralih ke arah bergepok-gepok uang yang berada di depannya. Benar juga, apa yang akan dia lakukan dengan uang-uang ini? Dan oh ayolah dia tidak rakus jika harus menghabiskan uang-uang ini dalam hitungan hari.

“Bangun rumah, beli kendaraan seperti mobil, truk, pesawat maybe.”

Maybe!

Elsa tidak mampu menyembunyikan keterkejutan, perempuan itu membuka mulut dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana orang ini dengan mudah mengatakan segala hal, tidak berpikir dalam hati namun langsung terlontar begitu saja.

“Coba mas pikir lagi deh, jangan buang-buang uang.”

“Siapa yang buang-buang uang? Aku mana ada buang-buang uang, jangan salah paham Bunda,” ucap Yasa menatap Elsa dengan bingung.

“Apa yang aku katakan memang benar Mas, jangan pernah buang-buang uang dengan sembarangan. Ya aku tahu kok kalau kamu ini emang kaya dari lahir, tapi jangan memandang orang dengan sebelah mata dong, gak boleh kayak gitu.”

“Apa yang Bunda maksud?” tanya Yasa heran, apa yang sebenarnya perempuan cantik ini bicarakan? Kerasukan setan mana? “Bunda sakit?” tanyanya heran.

Hembusan nafas lelah terdengar, perempuan itu bangkit dan menutup pintu jendela menghalau kencangnya angin yang memasuki kamarnya. Bisa saja uang merah-merah ini akan berhamburan ke luar, membuang siapapun akan mengambilnya. Baiklah dia bisa memaafkan jika untuk digunakan untuk kebaikan, namun jika untuk foya-foya? Tentu saja Elsa tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Kakinya melangkah pelan menghampiri sang tunangan, katanya. Menata uang dengan tangan sedikit gemetar. Sekaya apapun keluarganya, Elsa tidak pernah memegang uang sebanyak ini. Paling banyak hanya 30 juta, itupun segera dibayarkan ke bank untuk kekurangan mobil.

“Jangan foya-foya mas Yasa, aku gak suka.”

Yasa ikut menghela nafas, pemuda itu meletakkan ponsel miliknya dengan sedikit kasar ke arah sofa, berbalik dan menatap mata Elsa dengan dalam. Dia tida tahu mengapa Elsa bisa berpikiran seburuk itu tentang dirinya. “Apa yang kau pikirkan Bunda, hm? Aku tidak bodoh dengan membuang uang ke sembarang tempat, toh aku melakukan ini juga untuk sesama.”

“Apa yang salah dari perkataanku?”

“Tidak usah beli pesawat.”

“Lalu?”

Elsa menggeleng dengan cepat, mengaitkan tangannya dengan tangan Yasa dengan cepat. “Nggak usah beli begituan lah Mas, buat apa sih. Negara sudah menyediakan pesawat beserta awak pesawatnya dengan baik, kita hanya perlu menggunakan jasanya saja. Dan tadi apa, mobil? Mas mau kemana pakai mobil di Surabaya? Surabaya hampir sama dengan Jakarta, hampir setiap hari macet, macet dan macet.”

“Uangnya ditabung aja yah,” pinta Elsa dengan wajah penuh harap.

“Mas?”

Perempuan itu melambaikan tangan di depan wajah Yasa, memastikan bahwa ini benar-benar mendengar perkataanya dari awal hingga akhir. “Kamu gak lagi kerasukan kan Mas?” tanya Elsa ketar-ketir.

Apa yang akan terjadi jika pria di depannya itu kerasukan setan malam, genderuwo berbadan besar dengan mata merahnya mampu membuat Elsa bergedik ngeri. Yang benar saja, mungkinkah pria tampan juga bisa kerasukan?

“Kau belum mendengar seluruh perkataanku, Bunda.”

“Aku ingin berinvestasi banyak hal, membuka restoran, mendirikan rumah panti, membangun rumah untuk kita, dan jika usaha ini mampu melebarkan sayap, dengan izin alam aku akan membeli pulau pribadi, tentu untuk kita dan anak kita.”

“Tapi ini semua bukan uang kamu Mas.”

Yasa memijat kening, bagaimana cara menjelaskan hal rumit ini untuk sampai ke otak keras kepala Elsa?!

“Ini semua juga uangku, aku punya hak. Sekarang gini, kalau ini bukan hakku lalu kenapa harta tersembunyi itu masih utuh hingga sekarang? Bagaimana dengan penerus-penerus Singasari saat ini? Itukan yang ada di otak Bunda, hm?”

Yasa mendapat anggukan pelan dari Elsa, memang perempuan selalu dengan gengsinya. “Mereka bukan ahli sah Kerajaan Singasari.” Yasa mengangkat tangan mengisyaratkan sang wanita untuk diam terlebih dahulu. “Mereka bukan keturan Tribhuwana Suhita, mereka hanya tidak tahu jika orang-orang tuanya yang telah berbohong. Selama ini publik hanya tahu jika merekalah keturunan ningrat, pada kenyataanya mereka hanya rakyat biasa yang tidak tahu apa-apa.”

“Coba Bunda nalar saja, di sejarah juga sudah dijelaskan jika kakekku telah meninggal, membuat anaknya bertahan diri dengan melawan penjajah. Semua anggota keluargaku telah tewas dibunuh koloni Belanda, ada masalah pribadi yang membuat pihak Belanda membantai habis anggota keluargaku, menyisakan pria tampan yang dikutuk menjadi kucing menyedihkan itu.”

“Ta-tapi-”

“Sebuah hubungan harus dibangun dengan landasan kepercayaan, bagaimana jika Bunda mampu menyanyangiku namun hingga sekarang Bunda masih belum percaya padaku,” ucap Yasa kecewa.

Elsa kaku, kenapa disini dia yang merasa bersalah?

“Bu-bukan seperti itu maksudku Mas, kamu salah paham.”

“Tidak, tidak apa. Memang aku yang salah, aku salah telah berharap lebih kepadamu.”

Elsa memajukan bibir, menahan senyum dengan gemas. Oh ayolah siapa yang tidak akan tersenyum melihat pria berbadan besar namun tingkahnya seperti anak kecil? “Yaudah, yaudah aku minta maaf. Maaf yah udah bikin Mas marah kayak gini, aku gak bermaksud.”

Tangan putih itu menarik lengan Yasa, berharap sang pria mau menatapnya balik. “Jangan marah, aku udah minta maaf lho.”

“Siapa yang marah.”

“Kamu.”

“Enggak.”

“Iya.”

“Engga kok.”

“Iya ih,” ucap Elsa dengan gemas. Ia menarik Yasa hingga bertatapan dengannya, bergerak maju dan memeluk Yasa dengan lembut. “Aku minta maaf yah, Mas jangan marah.”

Pemuda itu menghela nafas namun tak urung melilitkan lengannya ke pinggang Elsa, menarik perempuan itu agar lebih dekat dengannya. Kedua matanya terpejam, menikmati segala sengatan-sengatan listrik saat kulitnya bersentuhan dengan kulit mulus Elsa, ada perasaaan kejut bercandu hingga membuat jangtungnya berdetak tidak normal. Entahlah, mungkin besok Ia harus pergi ke dokter spesalis penyakit dalam.

“Heh ini uang lho Mas!” Elsa berteriak heboh mendapati 3 lembar uang merah yang teronggok di bawah dengan mengenaskan. Seperti kotor, namun juga basah.

“Aku tidak menemukan tisu.”

“Terus Mas pakai uang?” tanya Elsa tidak percaya. Perempuan itu kembali menggelengkan kepala pelan melihat respon biasa dari Yasa, oh my god pria ini sulit dipercaya!

“Kapan kita akan menikah Bunda? Aku sudah menantikan hari itu.”

Kaku.

Elsa berdiam kaku, mengeratkan pelukan dengan perasaan was-was. Kenapa dia selalu ditempatkan di posisi-posisi sulit seperti ini? Apa yang akan dia katakan kepada Yasa? Yang benar saja, jika menerima Yasa secepat ini besar kemungkinan pria ini akan sombong. Lagipula dia belum mengetahui dengan benar karakter Yasa, rahasia apa lagi yang bisa disembunyikan pria ini?
.
.
.

STAY SAFE

17 Januari 2022

Ora NgiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang