2 - Detensi

2.8K 277 2
                                    

"Arithmancy tak berguna," omel Ron saat dia dan kedua sahabatnya duduk di Ruang Rekreasi.

Hermione diam. Matanya kosong menatap perapian. Perkamen panjang dan pena bulu teronggok di depannya.

"Kau kenap--"

Ron menghentikan bicara nya saat Colin Creevey datang dan menyerahkan sepucuk surat untuk Hermione. Sebelum ia pergi, ia sempat tersenyum kepada sang idola : Harry, yang dibalas dengan senyuman masam.

"Dari siapa, Mione?" Tanya Harry.

"Uhh, Professor Victor. Detensi malam ini, di kantornya," jawab Hermione parau.

Ron mengernyit, "Detensi? Untuk apa?"

"Disini tertulis, Menyangkut tugas yang kuberikan,"

"Tunggu. Apa? Tugas? Detensi karena mendapat nilai Outstanding maksudnya?" Cerocos Ron.

***

"Seperti yang kalian tahu, Mrs. Granger dan Mr. Malfoy, tugas kalian mendapat Outstanding karena bekerja sama. Bagaimana pun, Professor Snape yang tahu itu menyuruh detensi," Kata Professor Victor.

Mulut Draco menganga, "Professor Snape? Menyuruhku detensi? Tidak, ini kesalahan."

"Kuharap begitu kalau alasannya karena mendapat Outstanding. Tapi sayangnya ini bukan kesalahan, Mr. Malfoy."

"Dan lagi-lagi seperti usulan Professor Snape, kalian berdua akan membersihkan Hospital Wings yang kemarin rusak diserang centaurus," Lanjut Professor Arithmancy itu.

Draco berdecak sebal. Dengan diantar Professor Victor, Draco dan Hermione berjalan menuju Hospital Wings.

Mereka berjalan dalam diam. Tak ada yang memulai pembicaraan. Koridor pun sudah sangat sepi. Mereka hanya bertemu Neville yang membawa setumpuk buku dari perpustakaan, Ernie McMillan yang berjalan sangat cepat, dan Daphne Greengrass serta Pansy Parkinson yang menuju ruang rekreasi Slytherin. Baik Daphne maupun Pansy murung melihat pangeran asrama mereka, Draco, berjalan gontai bersama Hermione.

"Lihat!! Drakie ku berjalan bersama Granger!" Pekik Pansy pelan.

"Mungkin detensi, mereka bersama professor Victor," balas Daphne tak kalah pelan.

"Aku senang mendengar si nona-sok-tahu akhirnya mendapat detensi, tapi bukan bersama Drakie ku tersayang!!"

***

Tap. Tap. Tap.

Suara hentakan kaki mereka terpantul dari dinding batu yang tak terlalu dingin. Ya, sedingin apapun Hogwarts, tak akan bisa melebihi dinginnya kastil Durmstrang, sekolah sihir khusus pure-blood yang lebih mengutamakan ilmu hitam nya. Memuakkan bagi Hermione tentu saja, tapi ia harus berpikir ulang mengingat seseorang.

"Bagaimana keadaan Krum sekarang?" Batin Hermione dalam hati. Sudah dua tahun sejak Krum terakhir kali menginjakan kaki nya di Hogwarts, mereka tak bertukar kabar.

Kini Draco dan Hermione sedang sibuk mengurus bagian masing-masing. Tak sengaja, Hermione melihat rivalnya mengeluarkan tongkat.

"Hei Malfoy!! Kita tak boleh pakai sihir!"

"Shut Up, Granger!! Biarkan saja," balas Draco.

Hermione pun segera mengambil tongkat Draco dan memegangnya erat. Bukan apa-apa, hanya saja ia tak mau menjalankan detensi sekali lagi jika ada yang tahu pembersihan rumah sakit sekolah ini memakai sihir.

Draco menggeram marah. Sorot matanya menampakkan kebencian. Jari-jari tangannya mengepal. Semburat-semburat di wajahnya menonjol keluar. Hermione hanya diam dengan tatapan menantang.

"Kembalikan tongkatku, Mudblood!!!"  Teriak Draco dengan menekankan kalimat terakhir.

Hermione berkacak pinggang dengan tongkat Draco di tangan kanannya, "As you wish, Ferret!! Tapi tunggu hingga rumah sakit ini selesai di bersihkan!"

"Bilang saja kau mau berlama-lama denganku!"

"Jaga ucapanmu, Mr. Malfoy!! Aku akan membunuhmu sebelum kata-kata itu jadi nyata."

Hermione melongos pergi dari hadapan Draco. Pria berambut pirang tersebut hanya merecoki Hermione dalam hati.

Botol-botol ramuan penyembuh berserakan di mana-mana. Bantal dan kain yang menutupi nya pun bertumpuk di sudut rumah sakit. Laci tempat menyimpan berbagai obat sudah terguling, menumpahkan semua isi nya.

Hermione mengelap ramuan hijau seperti lumut yang tumpah dari botol nya. Sedangkan di sisi lain, Draco duduk di salah satu kursi kayu terguling yang telah ia tegakkan kembali.

Berbagai macam racauan terdengar dari mulut Hermione. Coba saja bayangkan, engkau dipaksa memberi jawaban, lalu ketahuan dan di hukum bersama musuh bebuyutanmu, dan yang paling parah.. engkau yang harus mengerjakan hukuman sendirian.

"Diam, Granger!! Tak bisa kah kau bekerja tanpa merutuki nasib?" Bentak Draco.

"Ini semua gara-gara dirimu, kau tahu?!! Ini hari-hari pertama tahun ke enam ku dan kau membuat kita terkena detensi!"

"Oh, mungkin harus ku ubah. Membuatku terkena detensi, dan membuatmu diam seperti patung tanpa berniat menjalankan detensi," lanjutnya.

Seringaian Pangeran-Slytherin muncul, "Betapa pintar Filch dan Professor Arithmancy itu, memberikan detensi yang sangat ringan padaku. Tak ada yang lebih pintar daripada meninggalkan murid yang terkena detensi."

***

Lukisan Nyonya Gemuk membuka. Hermione berjalan gontai menaiki tangga ke ruang rekreasi. Sudah malam memang, tak heran jika ruang rekreasi sudah terlampau sepi. Hanya terlihat Harry dan Ron yang bermain catur sihir, kakak-beradik-Creevey yang memperhatikan Harry, dan Seamus Finnigan yang tertidur di sofa.

"Bagaimana, Mione?" Tanya Ron.

"Tak buruk."

"Ya, tak ada detensi yang lebih buruk dari mengelap semua piala," Kata Ron gusar.

"Kejadian itu sudah kau alami empat tahun yang lalu, Ron, lupakan saja," timpal Harry.

"Ya, detensi ku memang tak buruk, tapi sangat buruk!" Kata Hermione dan berlalu pergi ke kamar nya.

Harry dan Ron mengedikkan bahu mereka dan melanjutkan bermain catur sihir milik Colin Creevey, fans fanatik seorang Harry Potter.

Sementara itu, Hermione duduk di atas ranjangnya. Ia tak bisa tidur. Gelisah sepanjang waktu. Tak ada yang benar-benar menghampiri pikirannya di malam itu, tapi ia juga tak kunjung berhasil menyambangi dunia bawah sadar nya.

Ia mencoba berbaring sembari menutup mata, beberapa detik kemudian ia meringkuk ke samping, lalu menarik selimutnya hingga menutupi seluruh badan. Tetap tak bisa tidur.

Berbagai bayangan muncul di kepala Hermione. Ia teringat saat-saat melawan para Death Eaters di kementrian sihir. Teringat bagaimana Seeker tim quidditch Bulgaria, Viktor Krum, mengajaknya pergi ke pesta dansa. Teringat bagaimana menyelamatkan Sirius. Berbicara soal Sirius, Hermione langsung teringat kepada Draco.

Draco. Yang membuatnya melepas tinjuan maut. Kata-kata nya pada Ron, 'puas rasanya,' ia rasa masih tersisa. Memang terasa sangat puas. Sedetik kemudian, senyuman-rasa-puas nya berganti. Bibir nya tak lagi menyiratkan kata itu. Hermione teringat detensi yang baru dia lalui. Sungguh memalukan batinnya. Untuk hari pertama di tahun ajaran baru, itu berlipat ganda memalukannya.

"Takkan ku ampuni kau, Malfoy!!" Ujarnya dalam hati.

(Bukan) Hanya MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang