5 - Fakta Yang Menyakitkan

2.3K 219 4
                                    

"Hermione Granger," teriak McGonagall saat tiba di Ruang Rekreasi Gryffindor yang penuh sesak oleh para murid.

"Saya, Professor," ucap Hermione sambil mengacungkan tangan.

Yang lain memandang penuh ingin tahu mengingat McGonagall tak pernah datang ke asrama mereka kecuali ada yang penting. Aneh? Memang. Tapi begitulah yang terjadi. Ia lebih sibuk mengurusi urusan yang tak diketahui para murid ketimbang menyambangi asrama asuhannya.

"Ikut aku."

Hermione mengangguk mantap, lalu melangkah mengikuti Professor Transfigurasi tersebut. Mereka keluar dari lubang lukisan Nyonya Gemuk yang sedang asik bernyanyi. Menelusuri lorong-lorong yang diterangi obor kecil. Hermione tahu betul arah jalan yang mereka susuri.

"Emm.. Professor, kalau aku boleh tahu, kemana kita? Eh, maksudku, kenapa aku harus.."

"Dumbledore ingin bicara denganmu, Mrs. Granger," sela McGonagall di tengah ucapan Hermione yang belum selesai.

Yap, seperti yang sudah Hermione duga, mereka akan ke kantor Dumbledore. Yang belum berhasil ia duga adalah alasannya. Alasan kenapa ia harus bicara pada sang kepala sekolah. Ia tak membuat kesalahan apapun. Satu-satunya kesalahan adalah detensi di hari pertama. Tapi itu bukanlah sebuah kesalahan besar yang harus Dumbledore pikirkan. Jadi, tak mungkin masalah detensi.

Beberapa saat kemudian, patung Gargoyle besar sudah di hadapannya. Jantungnya berdegup kencang. Telapak tangannya berair dan dingin. Gugup. Satu kata yang menggambarkan hatinya saat ini. Ia terus saja berpikir tentang yang dilakukannya selama ini, tapi tetap saja, ia tak berhasil menemukan satu kesalahan fatal di memorinya.

"Selamat malam, Ms. Granger," sapa Dumbledore ramah.

Hermione kelabakan. Ia baru sadar bahwa Professor McGonagall sudah pergi. Lalu, apa yang terjadi selagi ia melamun tadi? Apa yang di bicarakan Dumbledore sebelum McGonagall datang? Apa membicarakan kesalahannya?.

"Selamat malam, Professor," katanya berusaha kaku, melawan gemetar tubuhnya.

"Kau tidak perlu takut. Aku tak akan mengoreksi kesalahanmu. Kau belum melanggar peraturan sampai hari ini."

Hermione bernafas lega, "Lalu, kenapa saya di panggil kesini, Sir?"

"Aku senang kau bertanya. Tap--" perkataan Dumbledore terputus oleh.suara ketukan di pintu.

"Masuk, Severus," lanjutnya.

"Selamat malam, Professor, dan.. Nona," sapa Snape dengan mata mengunci kepada Hermione.

"Selamat malam juga, Severus."

Hermione diam. Tak membalas sapaan selamat malam dari guru yang suka mengurangi angka Gryffindor karena pengetahuannya. Ia berpaling menatap Dumbledore.

"Maaf, jika anda ada perlu dengan Professor Snape, saya akan undur diri," pamitnya pada Dumbledore.

Dumbledore menggeleng pelan, "Tidak, Ms. Granger. Justru dirimu yang akan menjadi pemeran utama dalam pembicaraan ini."

Hermione semakin tak mengerti. Ia duduk di salah satu kursi setelah dipersilahkan oleh empunya kantor. Sedangkan Snape duduk di sampingnya. Ia meremas jubahnya, berharap rasa gugup itu hilang. Meski ia tahu tak akan mendapat koreksi atas kesalahannya, namun ia tetap gugup. Kakinya gemetar hebat. Kurasa kalian tahu bagaimana gugupnya berhadapan dengan seseorang yang amat kau sanjung dan hormati, beserta seseorang yang harus kau hormati meski orang itu kejam, dingin, tak adil, dan parahnya, wali dari asrama tempat musuh-musuhmu berada. Bingung. Salah tingkah. Tak bisa di ungkapkan lagi dengan kata-kata.

"Baiklah, begini, Ms. Granger," akhirnya Dumbledore memulai.

Hermione diam. Kakinya sudah tak bergetar. Ia menunggu-nunggu Dumbledore meneruskan bicara. Indra pendengarannya sudah ditajamkan, seakan tak mau melewatkan satu huruf pun.

(Bukan) Hanya MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang