7 - Draco

2.2K 225 6
                                    

"Kau sudah mengepak barang untuk ke Durmstrang, Drake?" Tanya Pansy.

Draco menggeleng.

"Kalau begitu, akan aku siapkan barang bawaan yang di wajibkan. Kau hanya tinggal mengepak pakaianmu saja," lanjutnya.

"Tak usah. Aku bisa sendiri," jawab Draco acuh.

"Memangnya aku bisa mempercayakan barangku pada dirimu yang bahkan tak tahu apa itu Bezoar, heh?" Racau Draco dalam hati.

Beberapa murid Slytherin sedang berada di perpustakaan. Tentu saja sangat menyebalkan bagi mereka. Tapi bagaimana lagi? Professor Slughorn mengancam akan memberikan detensi terburuk yang pernah ada di 10 abad terakhir jika tak mencari referensi tentang Felix Felicis, ramuan keberuntungan yang beberapa jam sebelumnya berhasil di dapatkan Harry.

Bau kertas-kertas lama yang berjamur yang bercampur dengan bau perkamen yang masih baru menyeruak keluar saat satu-persatu dari mereka membuka buku berjudul Segala Macam Ramuan dan Khasiatnya dan menyalin isinya. Pena bulu yang telah disiapkan langsung terpakai dengan cepat, seakan ingin segera mengakhiri bau buku-buku tua itu. Bahkan, beberapa tetes tinta yang tak diinginkan terlihat menghiasi perkamen. Tak ada murid Slytherin yang benar-benar suka berada di perpustakaan dengan buku tua tak menarik dan sampul kulit yang sudah robek berada tepat di hadapan mereka. Hal itu juga yang membuat pekerjaan mereka meningkat. Lebih cepat 0,2 menit dari biasanya. Berharap siksaan di perpustakaan segera berakhir.

Sepertinya virus-percepatan-kerja yang diidap murid-murid Slytherin tak berlaku pada Pangeran mereka, Draco. Ia tetap santai. Sidik jari Draco pun belum tentu ada di buku yang terbuka di depannya. Perkamennya masih kosong, padahal sudah setengah jam berlalu semenjak Professor Slughorn mengucap kata 'perpustakaan'.

"Hei, kau!!" Teriak Draco pada Daphne Greengrass.

"Ada apa?"

"Kerjakan punyaku. Kau 'kan sudah selesai," ucap Draco enteng.

"Huh.. aku baru saja selesai. Kau pikir tidak capek berkutat dengan pena bulu sialan itu?"

"Kau berani melawanku?"

"Hhh.. iya iya. Mana perkamenmu!?"

Draco menyeringai. Seringaian maut khas Malfoy Jr. Huh.. siapa pun akan meleleh melihat itu. Ia menyabet perkamennya dan diserahkan pada Daphne. Dengan berat hati, Daphne pun menerima perkamen Draco dengan berbagai macam rutukan di hatinya. Baru pertama ia berani merutuki Draco, orang yang di puja oleh semua murid asramanya. Dan sulit mengakui kalau ia sangat menyesal melakukan itu. Bagaimana pun juga, menjadi pacar Draco adalah obsesi semua wanita Slytherin, tak terkecuali dirinya. Dan dengan mendengus sebal seperti tadi, bukankah Draco akan menyingkirkannya dari daftar wanita idaman? Hmm.. meski ia tak yakin apakah dirinya sendiri masuk daftar Draco sebelumnya.

"Apa saja barang yang dibutuhkan untuk ke Durmstrang?" Tanya Draco.

Blaise mendongak, "Aku tak hafal. Coba cek saja di ruang rekreasi, daftarnya disana."

Draco melangkahkan kakinya keluar perpustakaan. Akhirnya ia bisa meninggalkan ruangan yang menurutnya sempit, tak beroksigen, dan memuakkan. Tentu sebenarnya tidak. Ruang perpustakaan tidak sempit. Bahkan terlampau besar untuk sebuah ruang tempat penyimpanan buku. Perpustakaan juga bukan ruangan tak beroksigen. Siklus udara yang keluar dan masuk sudah di perhitungkan. Jendela-jendela menganga lebar. Dan untuk yang terakhir, perpustakaan juga bukanlah tempat yang memuakkan. Melainkan tempat paling menarik, setidaknya bagi Hermione dan anak berintelegensi tinggi lain, semacam Ravenclaw.

Koridor sepi. Maklum, jam pelajaran sedang berlangsung. Tangga-tangga bergerak pun tak banyak berubah arah. Draco menuruni tangga itu menuju ruang rekreasi Slytherin. Ia sendiri sebenarnya bingung pada dirinya. Mengapa ia begitu rajin sehingga harus mengepak barang sendiri? Biasanya, ia menyuruh Pansy atau yang lain untuk membereskan segala keperluan. Mungkin karena tujuan? Ya, benar. Mungkin karena tujuan kali ini bukanlah Hogsmeade atau rumah yang menanti saat musim panas. Tapi Durmstrang. Sekolah Sihir Durmstrang. Sekolah dengan ilmu hitam dan kemurnian darah yang terlampau disegani Draco. Semangatnya kembali membara saat membayangkan betapa sinisnya pandangan murid-murid Durmstrang kepada para Mudblood.

(Bukan) Hanya MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang