Makan malam sudah tersedia di meja-meja panjang masing-masing asrama. Aula besar gaduh. Suara piring berkelontangan dan obrolan-obrolan murid menggema. Mulut masing-masing dari mereka terisi penuh. Masakan peri rumah yang bekerja di hogwarts terasa lebih dari lezat. Memuaskan setiap perut.
"Hai, Ron," sapa Lavender Brown.
"Hai juga, Lav."
Hermione melanjutkan makan. Berusaha tak perduli pada percakapan keduanya. Meski begitu, tak bisa dipungkiri bahwa hatinya sakit. Mungkin begitu rasanya cemburu.
Di meja Slytherin, Draco melamun. Paha ayam di piring nya tak terjamah. Pandangannya menerawang jauh ke luar jendela kastil. Membayangkan kemungkinan terburuk jika tugas rahasia yang diberikan Voldemort padanya gagal.
Di sisi lain Hogwarts, tepatnya di Malfoy Manor, para Death Eaters sedang mengadakan pertemuan. Voldemort, dengan angkuhnya, duduk di kursi paling ujung. Sementara itu, nagini sedang meringkuk diam di sebelah kaki tuannya. Lucius Malfoy tampak gusar, karena sesekali nagini menyentuhkan ekor dinginnya ke kaki Lucius.
"Kuperhatikan, Draco semakin aktif menyebar teror di Hogwarts."
"Dan kurasa, lemari penghilang sedikit lagi selesai ia perbaiki. Setelah siap, kalian harus langsung menyusup ke Hogwarts," tambah Voldemort.
"Apa hanya aku yang di tugaskan, tuanku?" Bellatrix angkat bicara.
Voldemort memandangnya, "Tidak. Kau tidak di butuhkan di tugas ini."
Wajah Bellatrix berubah muram. Tak ia sangka, Voldemort tidak menyuruhnya menyusup ke Hogwarts.
"Yang menyusup adalah Yaxley, Narcissa, Goyle, dan selebihnya terserah kalian. Tapi aku tak mengijinkan Lucius, Bellatrix, Pius, dan Wormtail untuk pergi," lanjutnya.
"Akan ku pastikan Draco membunuh Dumbledore, Tuanku," ucap Lucius.
***
Kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam,
Slytherin sedang belajar bersama Hufflepuff dibawah bimbingan Professor Snape. Mantra-mantra yang seharusnya dipelajari di tahun ke tujuh sudah diajarkan. Bahkan, Professor Snape berkata bahwa mereka sudah sangat tertinggal. Bisa dipastikan jika Hermione disitu, Gryffindor akan kehilangan lima angka untuk protesnya.
"Kau, Ms. Bones, silahkan coba serang Ms. Parkinson dengan mantra yang baru ku ajarkan," ucap Professor Snape.
Susan Bones maju ke depan. Ia menunduk, memberi hormat kepada Pansy. Pansy membalas hormat. Keduanya saling serang, tapi tak ada yang benar-benar terluka. Susan yang tak terlalu memahami pelajaran dan Pansy yang -menurut Ron- otaknya tak lebih besar dari otak Troll gunung, menjadi contoh yang sangat buruk.
"Cukup. Sepuluh angka di potong dari Hufflepuff karena Ms. Bones tak mampu mengerjakan tugas dengan baik."
Anak Hufflepuff diam. Tak ada yang berani menyela. Memang tak adil jika yang di beri potongan angka hanya Hufflepuff. Tapi apa boleh buat lagi? Mereka tau, jika satu kata protes meluncur keluar dari salah satu mulut mereka, Hufflepuff benar-benar kehilangan semua angka.
"Hari ini cukup."
Beberapa murid Hufflepuff terlihat berseri dan langsung keluar dari kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Sedangkan murid-murid Slytherin sedikit kecewa. Kecewa karena mereka tak bisa membuat Asrama Kuning kehilangan angkanya lagi.
***
Setelah makan malam, murid-murid langsung kembali ke Asrama mereka masing-masing. Sebagian ketiduran, sebagian mengerjakan PR, sebagian lagi sibuk bermain.
Di Ruang Rekreasi Slytherin, Draco duduk di depan perapian yang mati. Ia sendirian. Beberapa temannya, seperti Crabbe, Goyle, Pansy, atau Blaise sudah berusaha membuat Draco bercerita tentang pikirannya. Tapi, semua sama. Sama-sama berakhir dengan bentakan.
Tugas Draco memang sulit. Di usianya yang masih belia, ia sudah dipercaya Voldemort untuk membunuh Kepala Sekolah. Ia tak yakin akan berhasil mengingat Voldemort sendiri takut kepada Dumbledore. Tapi taruhannya adalah nyawa. Nyawanya. Membunuh atau di bunuh.
Jika saja tanda tengkorak dengan ular yang terukir di tangannya dan keluarganya itu tak ada, ia tak akan pernah bergabung dengan Voldemort. Tak akan pernah mau menjadi abdi Voldemort. Tak akan mengikuti jejak Bellatrix untuk menjadi pengikut setia Voldemort. Ia dan keluarganya hanya bergabung karena ketakutan.
"Darah murni memang pantas berkuasa. Darah murni memang segalanya. Tapi bukan seperti ini. Bukan nyawaku yang dipertaruhkan. Aku tak mungkin bisa membunuh Dumbledore. Dan.. jika aku memang gagal, Pangeran Kegelapan tak segan-segan memenggal kepalaku. Tidak, tidak.. aku belum siap mati. Aku belum siap. Lemari penghilang itu harus ku ulur perbaikannya," gerutu Draco dalam hati.
---
Author stuck dulu sampe lima hari ke depan -mungkin-.
Mau UN dulu.Yang mau ikutan ayo sini bantuin author ngerjain soal..
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Hanya Mimpi
FanfictionDraco Lucius Malfoy. Orang yang ditugaskan Dark Lord memperbaiki Lemari Penghilang untuk para Death Eaters menyelinap ke Hogwarts. Hermione Jean Granger. Orang yang ditugaskan Dumbledore mengulur waktu Malfoy melakukan tugasnya. Siapa yang akan berh...