Chapter 10: Rasa Khawatir yang Gemerlap

62 19 0
                                    

Perkelahian hari itu membuat aku tak bisa tidur pada malam harinya. Aku hanya bisa berbaring di atas kursi bean bagku dan memandangi bayangan dari lumba-lumba kecil dan lautan yang ada di langit-langit, dipantulkan oleh lampu tidur proyektorku.

Malam itu, aku merasa ingin menangis, tapi di sisi lain, aku pun merasa marah kepada Theo sehingga aku menahan air mataku untuk keluar akibat ego yang menyesakkan di dada dan tak ingin terlihat menyedihkan.

Aku memang bukan pacar yang baik. Aku baru berpacaran beberapa kali, itupun tak pernah ada yang lama. Mungkin, aku tak terlalu paham caranya menjalin hubungan dengan seseorang. Jika saja Theo memberitahuku bahwa dia khawatir tanpa kekesalan, egoku takkan melambung setinggi ini dan aku akan mengakui bahwa aku memang salah.

Hatiku sakit ketika dia membahas kekacauan tugas kuliahku dan sifatku yang terlalu mudah percaya kepada orang lain. Ucapan itu sangat menyelekit di dadaku, membuat lidahku kelu dan tak ada respon apapun yang berani lolos lagi dari bibirku.

Aku pun bangkit dari posisiku. Aku berjalan menuju tempat tidurku, tempat dimana tasku kuletakkan. Usai merogoh isi tas itu, aku pun meraih ponselku. Aku tertegun melihat notifikasi yang tertera di layar ponselku. Ada 39 panggilan tak terjawab dan semuanya dari Theo. Semua panggilan itu masuk pada pukul sembilan malam, ketika dia mencariku dengan khawatir karena aku pergi bersama Bagas.

Aku salah. Seharusnya, aku tak melakukan itu padanya. Dia marah bukan karena sifat buruknya, tapi karena dia khawatir. Sisi dingin yang kurasakan di mobil Theo tadi adalah rasa khawatirnya yang dibumbui oleh kekesalan karena aku pun tak mau disalahkan. Padahal, aku tau merasa khawatir itu menyesakkan.

Aku duduk di tepian tempat tidur, menimang-nimang apakah aku harus menekan tombol hijau itu untuk meneleponnya semalam ini. Arloji di dindingku menunjukkan pukul dua dini hari, tapi aku benar-benar ingin meneleponnya sekarang dan meminta maaf kepadanya.

Jariku akhirnya menekan tombol berwarna hijau tersebut, lalu aku mendekatkan ponselku ke telinga. Aku mendengar nada sambung itu dengan gelisah. Aku takut dia memang sengaja tak mengangkat teleponku karena perlakuanku yang tadi membuatnya marah.

"Halo."

Suara yang berat itu memberitahuku secara isyarat bahwa aku baru saja mengganggu tidurnya.

Aku menggigit bibir bawahku, merasa tak enak. "Lo udah tidur, ya? Besok aja deh, kalau gitu. Maaf ya, gue ganggu."

"Gak," katanya. "Kenapa nelepon sepagi ini?"

Aku terdiam sejenak. Cukup lama. Aku tak tau, harus mulai darimana.

"Eh, gue keburu tidur lagi, nih."

"Gue mau minta maaf," ujarku. "Gue yang salah karena pergi gitu aja dan bikin lo khawatir. Gue juga yang nambah masalah di mobil tadi dan kita akhirnya berantem. Maafin gue."

Dia terdiam cukup lama. Aku bahkan sempat berpikir kalau dia benar-benar ketiduran.

"Theo, lo ketiー"

"Gue juga salah," potongnya. "Gue emang khawatir, tapi seharusnya gue gak bahas tugas kuliah lo waktu itu dan bikin lo sakit hati. Maafin gue juga, Alena."

Aku tersenyum tipis. "Iya."

"Cuma lo harus tau, ngerasa khawatir tuh gak enak," kata Theo. "Kaya ngerasain takut dan bingung secara bersamaan. Gue bingung karena gak tau lo dimana dan gue takut lo kenapa-napa. Gue gak suka perasaan itu."

Aku terdiam, menunggu kelanjutan ucapannya.

"Gue khawatir ya karena takut sama hal yang belum tentu kejadian. Gue juga gak mau mikir yang aneh-aneh soal lo, tapi kalau bukan karena lo penting buat gue, gue juga gak bakalan mikir sejauh itu," tambah Theo. "Jadi, jangan bikin gue khawatir lagi."

Terkadang, aku ingin berharap bahwa segala ucapan manis yang diberikannya padaku adalah sungguhan dan benar-benar datang dari hatinya. Namun, aku harus tau diri. Kami menandatangani kontrak itu sehingga tiap kali dia memberikan perlakuan manis, aku hanya berpikir bahwa semuanya adalah sandiwara. Meskipun aku tak tau, apakah dia melakukannya benar-benar karena dia peduli atau hanya sandiwara belaka. Aku tak pernah tau, akan hal itu.

Pelangi Kelap Kelip [Miniseri]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang