Sebulan yang lalu..
"Mas Arka mau ke mana?" Budhe Yati tergopoh-gopoh keluar rumah menghampiriku sambil membawa sutil, nampaknya dia sedang memasak.
Budhe Yati ini sudah ikut keluargaku semenjak aku kecil, asisten rumah tangga lah istilahnya. Dulu Papa pernah memecatnya. Bukan, bukan karena ada kesalahan yang diperbuat Budhe, tapi karena Papa tak sanggup menggaji ART lagi, ketika sempat bangkrut dulu. Tapi Budhe Yati memilih bertahan, tak digaji juga tak apa katanya.
"Kasian Mas Arka nanti siapa yang urus kalau Bapak kerja, Nyonya kan sudah ngga di sini," sambil berurai air mata ia meminta agar tetap diijinkan bekerja pada Papa.
"Mau pergi lah budhe, nongkrong sama teman-teman," jawabku sembari mempersiapkan mobil.
"Mas Arka ada les lho hari ini!"
"Les?" alisku saling bertaut. "Bukannya guru lesnya sudah mengundurkan diri?"
"Ada guru baru, Mas Arka."
Aku berdecak, dalam hati merasa kasihan pada calon guruku itu. Dia belum tahu apa ya nasib guru-guru sebelumnya. Tak terhitung berapa kali Papa mencarikan guru les, tapi tak ada yang mampu bertahan. Yah paling sebulan mereka sanggup menjadi guruku, bahkan ada yang tak sampai sebulan langsung resign.
Sengaja aku bersikap tak baik pada mereka, ntah itu karena tak kuacuhkan saat pelajaran, atau diam-diam kabur dari pintu belakang ketika mereka datang.
Pernah juga aku mengerjai guru-guru itu. Ada yang kulempar dengan mainan ular hingga mereka lari terbirit-birit, ada juga yang minumannya kukasih obat yang bikin mules.Aku mengambil ponsel dari saku celana, menghubungi Bimo, "Bro, besok aja deh perginya, gue ada les nih!"
"Etdah tumben lo mau ikut les? Napa? Gurunya cakep?" ia terkekeh dari ujung telepon.
"Ini hari pertamanya, biar gue kerjain dulu!" aku tertawa.
Kulihat Budhe geleng-geleng kepala, lalu kembali masuk rumah.
"Udah ya Bro gue siap-siap dulu." Sambungan telepon kumatikan.
"Budhe!" Budhe Yati menoleh begitu mendengar panggilanku.
"Jangan bilang Papa ya!"
Budhe menarik napas, "Nang apa ya ndak kasihan sama Papamu? Mbok sinau sing nggenah nang, anak Papamu kan cuma kamu satu-satunya. Mau jadi apa, kalo sekolahmu ndak bener." *
"Ya mau jadi CEO di kantornya Papa lah Budhe," jawabku pede.
"Arka nongkrong sama temen-temen itu juga belajar lho dhe belajar berelasi dan bernetworking!" kilahku.
Kulihat kening Budhe berkerut mungkin tak mengerti dengan yang kubicarakan.
"Ya pokoknya gitu deh Budhe. Udah, budhe lanjutin lagi aja masaknya, nanti gosong lho!" aku mendorong tubuhnya pelan agar segera kembali ke dapur, lalu sibuk berpikir gimana cara mengerjai guru les baruku nanti ya?
Dialog berbahasa jawa mungkin ada yang ga tahu artinya*Nak, apa ngga kasihan sama Papamu, belajar yang benar nak, anak Papamu kan cuma kamu satu-satunya. Mau jadi apa kalau sekolahmu ngga bener?
Jnagan lupa klik bintang (vote), komen, dan follow author ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Lovely Teacher
Teen Fiction"Mengapa Bu Yura mau menikah dengan saya? Jangan bilang, diam-diam ibu menyukai saya." "Arka... Arka... jangan besar kepala kamu ya! Mana mungkin bocah ingusan sepertimu membuatku jatuh cinta!" "Lalu?" "Uang. Aku butuh uang untuk pengobatan i...