9. Suami Polos

1.4K 58 0
                                    

Gaeees bintang dan komen ya jangan lupa yaa. Follow othor juga, ntr follower dah 500 kita giveawayb😁😁

POV Yura

"Masa kita sekasur juga?" tanya Arka yang kini berdiri di sisi tempat tidur. Aku yang sedari tadi sibuk memainkan ponsel di atas kasur menoleh.

Yang kulihat saat ini bukan lagi Arka anak SMA berandalan yang usil bin ngeselin, tapi suami bocahku yang polos. Mungkin benar apa yang Budhe Yati katakan. Arka sebenarnya anak baik. Ia jadi badung karena kurang kasih sayang seorang ibu.

"Tidur saja di lantai, kalau mau!" jawabku cuek.

"Kalau nggak mau?"

"Tidur sini, bersamaku!" kutepuk-tepuk kasur yang ada di sebelahku sembari tersenyum. Ia nampak begidik membuatku merasa geli. Aku jadi gemas pengen ngerjain bocah di hadapanku ini.

"Nggak mau! Kamu yang tidur di lantai, aku kan tamu!" protesnya.

"Ya nggak bisa dong Arka, kamu itu suami, sudah bukan tamu lagi. Kalau aku tidur di bawah, terus masuk angin kamu mau ngerikin?"

"Nggak, nggak!" ia menggeleng cepat.

"Pinjem selimut!" Dengan kasar ia menarik selimut yang sedang kugunakan membungkus tubuhku saat ini, lalu menataya di lantai dan berbaring di sana.

Saat kurasa ia sudah tertidur pulas, aku beranjak dari tempat tidur. Kupandangi wajahnya cukup lama. Anak yang tampan, aku membatin. Tapi sayang, kasar dan suka seenaknya sendiri.

Merasa iba, aku mengambil selimut dari kamar Zaydan adikku, untuk menghangatkan tubuhnya. Tidur di lantai meski sudah beralas selimut pasti dingin.

**********

Arka masuk ke dalam kamar saat aku membuka mata. Sehabis Shubuh tadi aku merasa masih sangat ngantuk jadi tertidur kembali. "Dari mana?" tanyaku sambil menguap.

"Mandi." Ia hanya menjawab singkat.

"Kok rambutnya nggak basah?"

"Emang nggak keramas, males!" jawabnya ketus.

"Duh!" aku beranjak dari tempat tidur.

"Tunggu-tunggu!" Kutuang sedikit air dari botol air minum ke tanganku, lalu membasahi rambutnya yang kering.

"Apaan sih?" Arka terkejut berusaha menghindariku.

"Kamu gimana sih. Pengantin baru, pagi-pagi rambutnya harus terlihat basah!"

Setangkup air masih kurang ternyata untuk membasahi rambutnya, jadi aku tambahi lagi. Tak peduli dengannya yang nampak tak berkenan.

"Kenapa begitu?" tanyanya polos.

Kuhela napas kesal, "Beneran ngga tau?"

"Belum diajarin bab mandi wajib di sekolah ya?"

Bocah jelang dua puluh tahun itu nampak berpikir sejenak. Lalu, "Astaga..." sepertinya ia mulai paham.

"Maksud kamu biar orang-orang kira kita sudah..."

Aku mengangguk sembari mengacungkan ibu jari. "Pinterrr!"

Kulihat Arka mengusap wajahnya, "Astaga... Buat apa sih?"

"Ya biar kita lebih meyakinkan sebagai pasangan suami istri." Jawabanku bikin dia geleng-geleng kepala. Nampak begitu kesal, tapi lucu di mataku.

**********

"Bu, Yura pamit ya," aku mencium punggung tangan keriput ibu. Pagi ini aku dan Arka akan kembali ke Jakarta. Naik taksi sampai bandara lalu dengan pesawat menuju Jakarta. DI Jakarta nanti kami akan dijemput oleh Mas Deny supir pribadi Papa.

"Kok cuma sehari di rumah nduk, ngga bisa lebih lama?"

Berat sebenarnya meninggalkan Ibu, apalagi dalam kondisi sakit seperti ini. Aku lebih ingin di sampingnya, merawatnya, hingga sembuh. Tapi desakan ekonomi memaksaku untuk pergi. Semalam aku sudah memberi uang pada Zaydan untuk biaya cuci darah ibu bulan ini. Uang itu pemberian Pak Setya yang memang sudah berjanji akan mencukupi biaya perawatan rumah sakit Ibuku, bahkan ia juga sempat bilang akan menanggung biaya kuliah Zaydan kelak.

"Jangan pikirkan soal uang Yura. Itu tangung jawab Papa. Papa minta kamu fokus memperhatikan Arka, membimbingnya sampai ia lulus sekoalah dengan nilai yang baik. Dia sangat kekurangan kasih sayang ibunya, InsyaAllah kasih sayang darimu bisa mencukupinya."

Aku hanya bisa mengangguk takzim mendengar pesan papa mertua, sesaat sebelum beliau kembali ke Jakarta kemarin.

"Ngga bisa Bu, Arka masih banyak pekerjaan di Jakarta, Yura juga."

Kulihat Zaydan melirik ke arahku. Saat ini yang tahu tentang status Arka sebenarnya sebagai pelajar memang hanya Zaydan. Kuminta ia bungkam, jangan cerita ke siapapun termasuk Ibu. Aku ngga mau ibu over thinking. Taunya Ibu, Arka itu ya pengusaha, seperti Papanya.

"Jaga Yura baik-baik ya Nak Arka," kata Ibu saat Arka gantian mencium punggung tangannya.

"Iya Bu, InsyaAllah," jawabnya santun. Dia seperti bukan Arka yang kukenal kemarin. Aktingnya di depan ibu bagus juga.

"Zaydan..." aku memeluk adik lelaki semata wayangku. "Mbak titip ibu ya."

"Iya Mbak, jaga diri Mbak baik-baik. Kalau dia macam-macam sama Mbak, bilang padaku, biar kuhajar!" bisiknya di telingaku.

Aku tertawa. Nampaknya Zaydan masih menyimpan kesal pada Arka.

"Jaga kakakku, dia wanitaku yang sangat berharga setelah Ibu!" ketusnya ketika menjabat tangan Arka.

Aku mengacak rambut cepak Zaydan, "Adik Mbak tersayang. Mbak terharu kamu berkata begitu."

Aku lantas menggenggam tangan Arka, berjalan menuju mobil. Saat Arka menoleh seolah meminta penjelasan, cepat-cepat kukatakan, "Kau ingat kan perjanjian kita Arka."

"Ya.. ya... pura-pura saling cinta di depan keluargamu kan!" ujarnya pasrah.

❤️❤️❤️❤️

Cerita ini udah saya post sampai tamat di KaryaKarsa loh. Search aja yak: Oh My Lovely Teacher KaryaKarsa

Oh My Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang