Sebelum baca, follow dulu yuuk biar ga ketinggalan notuf update
💖💖💖💖💖
"Lihat nih Pa!" aku menunjukkan lebam di pipiku pada Papa.
Papa yang sedang membaca buku di ruang tengah melihatku sepintas, "Papa sudah tahu, Yura sudah menelepon Papa minta maaf, Papa juga sudah melihat rekaman CCTV kejadiannya."
Papa menjawab santai, tak sesuai ekspektasiku. Kembali ia asik dengan buku bacaannya.
"Pernikahannya batalkan saja Pa!"
"Hush!" Papa mengibaskan tangan.
"Justru kejadian tadi membuat Papa semakin yakin untuk menikahkan kalian."
Hah?
"Emang Papa mau punya mantu yang keluarganya barbar kayak gitu!"
"Bukan barbar. Itu namanya sibling goals!"
Keningku berkerut. Dih Papa sok-sok an pakai istilah kekinian deh!
"Saking sayang sama kakaknya, Zaydan sampai cari info tentang kamu. Dia ngga rela, begitu tahu calon suami kakaknya bocah SMA berandalan," terang Papa.
"Makanya pantaskan dirimu untuk menjadi suami Yura!" Papa menutup buku yang sedari tadi dibacanya, lalu meletakkan di atas meja.
Lah, mau cari pembelaan Papa, malah aku yang disalah-salahin.
"Nanti malam, Yura dan adiknya Papa undang makan di sini, bersiaplah," ujar Papa, lalu beranjak dari tempat duduknya.
❤️❤️❤️
Papa berjalan menuju pintu begitu mendengar suara mesin motor matic Yura berhenti di depan rumah. Penampilannya sangat rapi dengan setelan jas semi formal berwarna hitam. Nampaknya seneng bener kek orang diapelin pacar. Sebenarnya yang mau nikah siapa sih?
"Eh Nak Yura," Papa menyambut mereka berdua dengan sangat ramah. "Dan... adiknya ini siapa namanya ya, Bapak lupa."
"Zaydan Om," adik Yura, si brengsek yang sudah membuat pipiku lebam ini mencium punggung tangan Papa. Cih cari muka.
Sementara Yura hanya menangkupkan kedua tangannya di depan dada, "Assalamualaikum Pak Setya, apa kabar?" tanyanya basa-basi.
"Waalaikum salam, kabar baik, ayo masuk-masuk," jawab Papa sembari membuka tangannya lebar-lebar ke arah pintu, mempersilakan mereka berdua masuk ke dalam rumah.
Aku yang sedari tadi memantau mereka dari dalam rumah, cepat-cepat memperbaiki posisi duduk, pura-pura tidak peduli dengan kedatangan mereka.
"Arka! Masih duduk aja!" tegur Papa.
"Lihat nih calon istri kamu sudah datang!"
Uhuk! Aku hampir tersedak mendengarnya.
Aku tersenyum sekilas ketika Yura dan adiknya melewatiku, lalu dengan malas mengikuti Papa yang berjalan menuju ruang makan.
Sambil menikmati hidangan makan malam, Papa sesekali bertanya tentan keluarga Yura.
"Zaydan kelas berapa?"
"Kelas tiga SMA om."
"Oh, sama dong dengan Arka, tapi Arka lebih tua dua tahun, soalnya dua kali nggak naik kelas sih," Papa terkekeh.
Aku menghela napas kesal. Bisa-bisanya Papa dengan santai membongkar aib anaknya di depan orang lain. Huh!
Setelah kami semua menyelesaikan makan malam, Papa beranjak dari tempat duduknya, mengambil sesuatu dari lemari kaca yang ada di ruang makan. Sebuah map berwarna biru ia buka dan diberikan pada Yura.
"Maharnya sudah bapak siapkan. Satu unit apartemen sudah bapak urus atas namamu, Azyura."
Aku membelalak, what apartemen? Pantas saja Yura tidak menolak menikah denganku, maharnya aja sefantastis itu.
"Tunggu Pa, maharnya apartemen? Ngga salah tuh? Kemaren aja Arka minta satu unit apartemen Papa ngga dikasih!" protesku.
Papa memang mempunyai bisnis property. Beberapa hotel dan apartemen di kota ini Papalah pemilik saham terbesarnya.
Papa tertawa, "Kalau kamu belum saatnya Arka. Tunjukkan dulu prestasi kamu, baru Papa hadiahkan apartemen."
Aku mendengus kesal. Masih ingin protes tapi kurasa tak ada gunanya.
Papa lalu merogoh kantong jasnya, mengeluarkan segepok uang berwarna merah.
"Ini, buat biaya acara pernikahan nanti," diangsurkannya segepok uang itu pada Azyura, namun ibu guruku itu tak langsung menerimanya.
"Ini terlalu banyak Pak. Acaranya nanti sederhana saja kok." Halah paling basa-basi, aku melirik sebal.
"Nggak apa-apa, kalau ada lebih uangnya buat kamu, kalau kurang, bilang Bapak, biar Bapak tambahkan ya."
Waw baik sekali Papa pada anaknya orang. Sementara anaknya sendiri, kartu kredit ditarik, uang jajan dikurangi, hanya karena ketahuan bolos sekolah sekali. Iya, ketahuannya sekali yang ngga ketahuan emang berkali-kali sih.
"Kalau yang ini...."
Segepok uang merah kembali Papa ambil dari saku jas lalu disodorkan pada Azyura. Hah buat apa lagi, aku memandang curiga.
"Buat nyalon. Calon pengantin baru kan harus tampil cantik dan paripurna," Papa melirik ke arahku lantas tersenyum seperti menyiratkan sesuatu.
"Kebanyakan itu Pa," sambarku.
"Salon di desa bayarannya murah, itupun kalau ada salon di desanya," cibirku.
"Hush!" hardik Papa.
"Memangnya kamu nggak mau melihat istrimu cantik di malam pertama?"
Ma-lam per-tama? Merinding aku mendengarnya.
"Jangan dibayangin sekarang, dosa!"
❤️❤️❤️
Cerita ini sudah tamat di KBM App dan KaryaKarsa. Cek link di kolom komen. Jangan lupa tinggalkan komentar dan klik tanda ⭐ di semua part.
Baca juga cerita ku yang lain di akun ini.
DIJODIHKAN DENGAN ADIK SUAMIKU
MERAWAT ISTRI SANG CEO
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Lovely Teacher
Teen Fiction"Mengapa Bu Yura mau menikah dengan saya? Jangan bilang, diam-diam ibu menyukai saya." "Arka... Arka... jangan besar kepala kamu ya! Mana mungkin bocah ingusan sepertimu membuatku jatuh cinta!" "Lalu?" "Uang. Aku butuh uang untuk pengobatan i...