"Mo, PR Bahasa Inggris Mo, cepet. Belum gue kerjain!" seruku sambil mengetuk-ngetuk meja.
Melihat aku panik, Bimo cepat-cepat mengambil LKS Bahasa Inggris dari tasnya dan memberikannya padaku.
"Nyontek ya!" ujarku yang ditanggapi decakan Bimo.
"Kebiasaan, tugas udah seminggu yang lalu juga!"
"Gara-gara Yura nih, semalem nggak ngingetin, jadi lupa gue," gumamku sambil menyalin PR dari buku LKS Bimo.
"Lu tuh bukan bocil, segala PR aja masih harus diingetin! Dasar manja!"
Aku menoleh ke arah Bimo, pengen nyekek, tapi dia bener.
Setelah menikah, tiap malam Yura memang selalu mengingatkanku untuk mempersiapkan keperluan sekolah, mulai dari seragam, alat tulis, sampai menanyakan sudah mengerjakan PR atau belum. Dia juga akan membantuku bila ada soal yang aku tak bisa menyelesaikannya.
Pagi harinya sebelum berangkat sekolah, dia akan memaksa untuk merapikan seragam yang telah kukenakan, menyisir rambutku dengan jemari tangannya, sampai menyuapiku makan meski aku enggan. Menyebalkan rasanya karena ia memperlakukanku seperti bocah, tapi kali ini aku kehilangan.
Bimo berdehem "Keasikan gituan ya, jadi lupa!"
"Hush!" kutoyor pelan kepala Bimo. "Mana ada!"
"Geblek lo emang, di saat orang-orang pengen punya bini, elo punya bini dianggurin!"
"Dah ah sotoy lu!"
PR Bahasa Inggris Bimo sudah selesai kusalin bersamaan dengan masuknya Mr.Andika guru bahasa Inggris kami.
"Good morning, Students!" sapa guru muda yang banyak diidolakan murid perempuan di sekolahanku ini. Sudah seminggu beliau cuti, denger-denger sih pulang kampung karena ada urusan penting.
"Good morning, Sir!" Kompak kami menjawab.
Mr.Dika lalu memerintah kami saling bertukar LKS untuk mengoreksi PR yang diberikannya seminggu lalu. Setelah rampung, ketua kelas mengumpulkan kembali semua LKS dan diletakkan ke meja guru.
Selanjutnya, Pak Guru berparas mirip Cakra Khan menurut pengakuan banyak orang itu, meminta kami menulis tentang cita-cita. Karena kami sudah kelas tiga, beliau ingin tahu apa rencana kami setelah lulus SMA nanti. Mr.Dika memberi kami waktu lima belas menit, sementara itu ia ijin keluar kelas sebentar karena ada keperluan.
Saat diberi waktu untuk menulis, aku tidak bisa konsentrasi. Disamping masih memikirkan masalah Yura, aku juga bingung mau menulis apa. Mau lanjut ke mana setelah SMA saja aku belum tau. Biar Papa yang memikirkannya nanti, yang terpenting jabatan CEO aman. Tapi masa aku nulis mau jadi CEO di kantor Papa, ntar dinyinyirin netijen. Mereka akan mengatakan aku sukses karena previlege bukan karena kemampuanku sendiri. Lalu dijadikan olok-olok dan viral di twitter. Serasa pengen bergandengan tangan dengan Putri Tanjung kan.
"Mo. Kalo cewek ngambek, bujuknya gimana ya?" daripada bengong aku memilih ngerusuhin Bimo yang tampak serius ngerjain tugas dari Mr.Dika.
"Dikasih duit!" jawab Bimo singkat tetap serius dengan aktivitas menulisnya.
"Susah amat!" gumamku.
"Hah, bagi seorang Arka, masa duit aja susah sih?" Bimo menoleh, menatap serius ke arahku.
"Kartu kredit gue udah ditarik Mo, uang jajan juga dipotong banyak." Akhirnya aku jujur juga sama Bimo, kalo aku miskin sekarang.
"Hmm, ya lo dah nikah sih, malah seharusnya nggak dikasih uang jajan lagi." Bimo menggelengkan kepalanya prihatin.
"Dah tenang aja, ntar gue traktir!"
"Beneran Mo?" Spontan aku memeluk tubuh BImo.
"Arka!" Tiba-tiba suara Mr.Dika terdengar menggelegar. Eh kapan datangnya tuh orang.
"Let's tell us about your dream!"
"My dream, nggg my dream, aku menatap buku tulis yang masih bersih belum kutulis satu hurup pun.
"I want to be a good husband!" jawaban yang asal dan selanjutnya kusesali karena berujung dengan olokan teman-temanku.
"Wah Arka habis lulus langsung kawin ya!" celetuk Rizal.
"Mungkin udah dijodohin sama kolega bokapnya," sambar Ali.
"Rizal, Ali, just speaking English in my class," tegur Mr.Dika. Rasain lo!
"Wah berat mister, diem aja dah!" ujar Rizal disambut tawa yang lain.
"Very nice Arka!" puji Mr.Dika. Mister Dika ini memang tipikal guru yang selalu mengapresiasi murid-muridnya. Seabsurd apapun jawaban murid, akan selalu dipuji sebelum ia koreksi.
"So lucky the woman who becomes your wife!" lanjutnya. Ah benarkah? Semoga.
🌷🌷🌷
"Arka tolong Bapak, bawa LKS ini ke kantor ya!" perintah Mister Dika padaku yang duduk persis di depan meja guru. Dulu aku dan Bimo duduk di bangku paling belakang, tapi karena track recordku yang buruk di sekolahan, aku dipindah ke bangku depan agar bisa lebih memperhatikan pelajaran. Sebagai teman yang setia Bimo tentu saja mengikutiku.
"Oke Mister," jawabku seraya mengambil tumpukan LKS dari meja Mr.Dika.
Aku berjalan beriringan bersama Mr.Dika menuju kantor. Sementara itu dari dari arah berlawanan kulihat Yura tengah berjalan seorang diri.
Duh, kalau kami sampai berpapasan, aku harus bereaksi bagaimana?
Saat jarak kami semakin dekat, aku semakin gugup, tapi dia malah tersenyum. Senyum itu, senyum termanis yang pernah kulihat sepanjang aku mengenalnya.
Yura tersenyum? Dia sudah tak marah padaku?
Pelan-pelan aku menggerakkan kedua ujung bibirku, ingin membalas senyumannya.
"Yura.. Azyura kan..." Tiba-tiba Mr.Dika menghentikan langkahnya.
"Mas Dika?" Senyuman Azyura semakin mengembang sembari menatap Mr.Dika dalam-dalam. Jadi senyuman tadi, bukan buatku?
Makasiii yang sudah mengikuti cerita ini. Tinggalin komen doong, biar othor tau ada yang baca nggak siih. Ini hanya sebagian part ya. Part lengkap mulai bab 11 sampai tamat bisa dibaca di KaryaKarsa.
Btw saya bikin giveaway di cerbung berjudul "Dijodohkan dengan Adik Suamiku" berhadiah E-Money. Yuk ikutan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Lovely Teacher
Teen Fiction"Mengapa Bu Yura mau menikah dengan saya? Jangan bilang, diam-diam ibu menyukai saya." "Arka... Arka... jangan besar kepala kamu ya! Mana mungkin bocah ingusan sepertimu membuatku jatuh cinta!" "Lalu?" "Uang. Aku butuh uang untuk pengobatan i...