10. Belajar Mandiri

1.3K 53 0
                                    

"Tempat tinggal kalian sekarang bukan di sini!"

Baru saja aku sampai Jakarta dan merebahkan badan di sofa, Papa sudah mengatakan hal yang membuatku kaget. Apalagi ini? Setelah dipaksa menikah, sekarang aku diusir dari rumah?

"Tapi di apartemen milik Yura," sambung Papa.

"Nggak Pa, masa Arka menumpang di tempat Yura," tolakku. Di mana harga diriku coba, numpang tinggal di rumah istri.

"Kalau Papa mau Arka dan Yura tidak tinggal di rumah ini lagi, Arka harus punya apartemen sendiri," aku mencoba memberikan penawaran. Ya kali aja habis ini Papa akan melepas satu apartemennya untukku.

"Apa kau punya uang untuk membelinya? Papa tidak mau memberimu cuma-cuma," Papa berkata tegas.

"Tega Papa, sebenarnya Arka ini anak kandung Papa bukan sih?" aku merengut tapi Papa malah tertawa.

"Justru, karena kamu anak kandung Papa satu-satunya yang paling Papa sayang. Sudah cukup Papa terlalu memanjakanmu dengan berbagai fasilitas selama ini, Arka. Papa ingin kamu jadi laki-laki mandiri yang bertanggung jawab dengan keluargamu." Lagi-lagi Papa bertausyiah. Bosen ah.

"Nih, ini uang bulanan yang Papa janjikan," Papa memberiku segepok uang, tapi nampaknya tidak terlalu banyak.

"Kamu atur ya. Beri istrimu uang belanja dari sini. Papa tidak akan memberi uang tambahan lagi."

**********

Apartemen Yura bagus. Memang tidak terlalu besar, tapi desainnya efisien dan pilihan perabotnyapun istimewa. Apartemen yang sudah kuidamkan dari lama, eh malah Yura yang mendapatkannya duluan. Huh!

"Hanya tiga juta?" Aku menghitung lembaran uang merah dari Papa. Bahkan dulu uang jajanku seorang diri lebih dari ini.

"Apa ini cukup?" aku berdecak.

"Cukup," Yura menyahut cepat.

"Beri aku setengahnya untuk kebutuhan makan kita sebulan, sisanya ambillah."

Aku menurut. Satu setengah juta kuberikan pada Yura. Sisanya lagi kumasukkan kantong celanaku, sambil berhitung dalam hati, berapa uang yang bisa kugunakan untuk foya-foya bersama teman-temanku nanti. Oh, sekitar tiga ratus lima puluh ribu seminggu. Tidak banyak, tapi lumayanlah.

"Jangan lupa Arka kita juga harus membayar tagihan listrik, air, dan iuran bulanan lainnya. Kau yang atur dengan uang sisanya."

"Argh!" aku mengacak rambutku frustasi.

"Sudahlah kau saja yang pegang dan atur semua uang ini," aku meraih tangan kanan Yura dan memberikan sisa uang kepadanya. Bener kata demotivator yang kufollow di instagram, mengatur uang itu mudah kalau ada uangnya dan banyak. Selama ini Yura sudah terbiasa hidup miskin, pasti bukan hal yang sulit mengatur uang yang menurutku tak ada nilainya itu.

"Ohya Arka, kamar di apartemen ini ada dua. Kau mau kita tidur bersama atau... masing-masing saja?"

Aku menelan ludah. Apa-apaan Azyura pakai nanya segala, kalau aku goyah dan ingin sekamar bersamanya bagaimana?

"Kenapa bertanya? Sesuai kesepakatan kita kemarin saja."

"Baiklah, aku hanya tak mau dilaknat malaikat sampai subuh hari."

Keningku saling bertaut, apa maksudnya dilaknat malaikat-malaikat itu. Mau bertanya tapi kuurungkan. Aku tak mau terlihat bodoh di hadapannya. Lebih baik aku browsing saja, pasti akan ketemu jawabannya.

"Dilaknat malaikat sampai subuh" aku mengetikkan kalimat tersebut di mesin pencari. Dan ketemu.

Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang suami mengajak isrinya untuk berhubungan, akan tetapi ia (istri) tidak memenuhi ajakan suami, hingga malam itu suaminya marah, maka ia (istri) mendapatkan laknat para malaikat sampai Shubuh." (HR.Muslim)

Astagaaa... jadi ini maksudnya.

Azyura sukanya kok memancing keributan hahaha... Terimakasih sudah mengikuti kisah Arka-Azyura. Mulai Bab 11 saya post cuplikannya yaa, tidak bisa full part karena cerita ini premium di KBM App dan KaryaKarsa. Bisa dibaca tanpa download aplikasi yaa. Cari aja di browser:

Judul di KaryaKasrsa: Oh My Lovely Teacher

Judul KBM App: Mneikahi Ibu Guruku

Penulis: Rahmi Aziza

Follow IG saya yuk (at)rahmi.aziza

Oh My Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang