4. Murid Badung

1.2K 69 1
                                    

"Seriusan Ra, mau ngajar di sana?" mata Febi membulat, menatapku tak percaya."Yap!" aku mengangguk mantap."Kemaren aja Mbak Sari nyerah ngadepin anaknya Ra, bandel banget!"

Mbak Sari adalah dosen di kampusku, sekaligus mahasiswa senior di jurusan yang sama, angkatannya 7 tahun di atasku. Beberapa kali aku membantu beliau saat ada project, makanya kami kenal cukup dekat. Pengalaman ngajarnya udah banyak dan lama, mulai dari anak TK hingga mahasiswa. Beda denganku yang paling mentok ngajar les anak SMP, itupun baru setahun ini. Sebenarnya bukan keinginan Mbak Sari ngajar les bocah SMA, ya ngapain juga gajinya sebagai dosen udah gede. Tapi karena ini permintaan khusus dari Papa si bocah, yang merupakan keluarga dari sahabat salah satu dosen senior di kampus kami, akhirnya Mbak Sari menerima. Dengan berat hati tentunya, setelah mendengar track record tu bocah kaya apa di sekolahan."

Gajinya gede Feb! Tiga kali honorku ngajar biasanya!"

"Iyaa, tapi resikonya juga gede kan. Mbak Sari sampai hampir pingsan dikerjain tu bocah!"Aku tersenyum miris, inget cerita Mbak Sari kemarin sore.

Katanya ia nyaris pingsan saat hendak merogoh pulen dari tasnya, malah menemukan ular. Ular mainan sih, tapi kata Mba Sari mirip banget sama ular asli. Yah Mbak Sari mah dilemparin tali rafia juga udah jerit-jerit, saking phobianya ma ular.

"Tenang Feb, Papanya bilang, tu bocah bebas kuapa-apain, udah desperate banget sama anak sendiri kali ya. Mau aku gampar kalo dia kurang ajar juga boleh!" Aku tersenyum penuh kemenangan, sudah terbayang apa saja yang bakal kulakukan untuk menaklukkan anak itu.

Lagipula sedikit-sedikit aku menguasai ilmu bela diri. Kalo cuma menangkis serangan terus kabur insyaAllah bisalah.

Sehari sebelum jadwal les, aku sudah datang ke TKP. Sengaja aku pilih jam di mana Arka, si bocah berandal itu sekolah. Aku menemui Budhe Yati, asisten rumah tangga dan Mas Denny sang supir, untuk mengenal Arka lebih dekat. Aku perlu tahu tentang kebiasaannya, tempat nongkrong favoritnya, hal-hal yang ditakutinya, dll. Udah kek orang mau taaruf aja. Huft!

"Mbak Yura hati-hati aja, Mas Arka emang usil banget, tapi sebenarnya anaknya baik kok! Budhe kan ngasuh dia dari bayi, jadi tahu. Mungkin karena kurang kasih sayang ibu aja makanya Mas Arka jadi begitu."

Aku manggut-manggut. Budhe lantas bercerita gimana guru-guru sebelumnya dikerjain Arka, sehingga kapok balik lagi ke rumah itu. Bagi mereka uang yang banyak tak ada artinya dibanding harga diri mereka yang terinjak-injak oleh kebadungan Arka. Tapi bagiku, aku benar-benar membutuhkan uang itu. Ada ibuku yang sedang sakit di kampung dan membutuhkan biaya. Juga adik lelakiku yang masih duduk di bangku SMA kelas tiga dan tak pernah kuijinkan untuk bekerja.

"Harusnya Jay yang kerja, bukan Mbak. Dalam agama, jika seorang Ayah sudah tiada, maka anak lelaki baligh yang harus mengambil peranan Ayah untuk mencari nafkah," Zaydan, adik lelaki satu-satunya yang paling kusayang itu berkata suatu hari.

"Nggak Jay, kau bahkan SMA belum lulus. Mau kerja apa dengan ijazah SMP? Sekolah yang bener dan jagalah ibu dengan baik. Mbak ingin cita-citamu jadi dokter tercapai. Nanti kalau sudah jadi dokter baru boleh menjadi tulang punggung keluarga. Oke!"

Zaydan pun mengangguk pasrah."Ada ngga sesuatu yang ditakutin Arka Budhe?" kembali aku fokus pada Arka. Calon murid yang harus kutaklukkan mulai besok.

"Hmmm apa ya," Budhe nampak mengingat-ingat.

"Kodok!" sahut Mas Deny yang dari tadi ikut menyimak obrolan kami.

"Iya Mas Arka itu paling takut sama kodok!" Budhe Yati turut menimpali. Hmm, kodok, baiklah!

 Seulas senyum lantas terbit di bibirku, "Arka.. Arka.. kelakuan boleh badung, tapi sama kodok saja kau takut rupanya!"

Alhamdulillah udah update lagi. Jangan lupa follow othor dan klik love di semua bab buku ini ya. Biar dapat notif update. Komen juga doong yang seru 🙂🙂

Oh My Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang