perempuan bermarga Lee itu baru saja keluar dari mobil yang setiap hari menemani kemanapun ia pergi, mobil pemberian sang Ayah saat usianya baru menepati usia legal untuk membawa kendaraaan.
dengan langkah gontai, ia keluar dari garasi menuju pintu depan. sedikit merenggangkan otot tangannya, sepertinya lumayan kram, punggungnya juga sakit. entahlah, mungkin efek terlalu lama duduk.
"Chae."
bias suara yang baru saja terdengar dari belakang membuat langkah gadis dengan seragam sekolah itu terhenti, kemudian ia menoleh mencari sumber suara.
sekitar jarak 3 meter darinya, terdapat lelaki berdiri dengan kedua tangan dimasukan kedalam saku celana. poni basah jatuh pada jidatnya mengayun pelan karena angin.
"oit, Chae!"
"H- ah?!"
"terpesona lo sama gue?" lelaki itu mendekat kearah Chaeryoung. kemudian tangannya mengusap poni kebelakang, walau akhirnya jatuh kembali. "gue emang ganteng sih." katanya kemudian.
Chaeryoung yang sempat terkaget mendapati mantan kekasih berada dirumahnya kini bersikap biasa saja.
"apaan sih lo?!" Chaeryoung malas sekali dengan lelaki satu ini. ia berjalan kembali menuju pintu rumahnya.
namun tangan Mark berhasil memegangi lengan gadis didepannya, "tunggu, tunggu! i wanna ask something."
"gue capek, gue mau istirahat." ia menangkis genggaman tangan putih seputih susu itu. "lepasin." imbuhnya.
Mark mengusap wajahnya frustasi. kenapa wanita ini sangat susah untuk diajak berkomunikasi setelah putus hubungan dengannya, bahkan akses sosial media diblock oleh Chaeryoung. apakah ia semarah itu?
"bentar aja, Chae. plasee."
"Chae?"
kedua remaja itu menoleh mendapati suara berat dari depan pintu, Ayah dari Chaeryoung berdiri tegak dengan koran ditangannya. sepertinya ia sedang membaca berita hangat dikoran. lelaki berusia matang itu memang suka membaca apalagi setelah pulang kerja atau waktu luang.
"Pah, ada yang nyariin tu." Chaeryoung menuju Ayahnya, mengabaikan Mark yang masih mematung ditempat.
melihat sang Ayah yang hanya terdiam lantas gadis bersurai panjang itu menceletuk. "minta sumbangan, katanya." menggedikan dagu ke arah Mark, sedetik kemudian ia memasuki rumah.
Mark menganga sekilas, tak lama ia menuju teras mendekati Ayah dari mantan kekasih.
"nih."
siapa sangka ternyata Lee Jooyeon mengeluarkan dualembar kertas berwarna biru dari saku celananya kemudian disodorkan pada Mark yang berada disampingnya.
Mark mengerjap beberapa kali lantas menggeleng, "bisa bisanya cowok ganteng gini dibilang minta sumbangan, mana dikasih cuma segini?,,," menggantungkan kalimatnya sambil mentap lelaki didepannya dengan alis terangkat satu, Mark melanjutkan perkataannya. "sabi sih ini buat ngudud." tangannya menyerobot uang yang masi disodorkan kemudian masuk kedalam saku jaketnya.
sementara Lee Jooyeon seperti tersentak ludahnya sendiri, terkejud melihat kelakuan anak bujang didepannya.
"kirain gak mau."
"sayang dong rezeki gak boleh di tolak." enteng Mark. sekilas ia menatap langit yang mulai menurunkan beribu bulir bening, gerimis lagi. "Markece mau pulang dulu ya, om. udah mau hujan." ia membenarkan tas selempangnya yang melorot.
Lee Jooyeon menggulung korannya kemudian menimpuk pelan leher Mark yang mulai melangkahkan kaki, "tunggu dulu."
Lelaki itu tersentak sekilas kemudian berbalik menatap Ayah dari mantan pacarnya itu. "kenapa, Om? mau nambahin uang lagi? boleh deh." ia megadahkan tangannya. sepertinya ia lupa kalau ia seorang anak CEO besar yang duitnya tak akan habis untuk mentraktir seisi sekolah selama belasan tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
After your Rain
Fanfic"apakah kisah kita akan seperti hujan dan pelangi? atau seperti matahari dan bulan? tidak bertemu ataupun dipertemukan apalagi diperuntukan"