(3) Rumor Gay

57K 6.7K 63
                                    

Hai hai hai, jangan lupakan vote nya ya? Abang perlu bangeet! Terimakasih!

Selamat membaca

🌊🌊🌊


Angin bertiup kencang, langit berwarna abu-abu kelabu, tanda sang alam akan mengeluarkan butiran airnya. Hindia kini berada di rumah Devia, sama-sama menyelesaikan tugas kuliahnya. Yhaa walau beda jurusan, namun satu kampus.

Hari semakin gelap saja, membuat beberapa aktivitas terhenti, meenyambut kedatangan sang hujan.

Devia Salsabila atau biasa di panggil Devia, adalah seorang gadis manis, berhati mulia. Gadis itu memiliki rabut panjang hitam pekat ikal sampai punggungnya. Ia adalah sahabatnya Hindia sejak masuk SMA dahulu.

Devia tahu betul tentang kehidupan Hindia. Dia juga sempat terkejut ketika mendengar kabar bahwa Hindia akan menikah dengan seorang pria yang memiliki rumor GAY. Huh menyebalkan sekali.

"Ya Allah, Hindia. Aku nggak setuju ya kalau kamu nikah sama Samudra itu. Tau nggak, dia tuh GAY Hindia. Dia nggak nafsu sama perempuan. Palingan kamu digunaiin cuma untuk menutupi rumor ini. Big NO— Hindia, sekarang kita kabur ke Amerika, biar nggak di nikahin sama pria Gay. Masa bodo kalau ganteng." Devia berapi-api.

Wajahnya merah padam jika membahas Samudra. Gadis itu memang tidak terlalu mengikuti berita tentang Samudra, namun malapetaka jika sahabatnya harus menikah dengan pria dingin modelan Samudra.

"Nggak kok Dev. Aku yakin dia nggak gay. Papahnya juga religious"

Hindia memengan kedua telapak tangan sahabatnya, meencoba untuk meyakinkannya. Namun gadis itu tetap saja menolak keras perjodohan ini. Jujur saja Hindia juga tidak ingin semuanya berjalan lancar. Namun dia tidak harus dari medan pertempuran.

"Tuan Ailard kan? Presidir paling bijak sedunia, Se-akhirat kalau perlu. Tapi anaknya astagfirullah dinginya, Hin. Serius deh. Semua wanita aja di tolak mentah-mentah. Bahkan model pun dia tolak." Devia menaik turunkan kedua alis matanya, mencoba menyadarkan Hindia dari mimpinya.

"Iyaa Dev, aku sadar diri kok Dev, ngak usah di perjelas"

Hindia memelas. Gadis itu berhasil membuat sang sahabat terkekeh tanpa henti. Nggak usah sejelas itu kali, wajah Hindia emang pas-pasan. Pikir Hindia.

"Nah tuh sadar, tapi kamu tuh cantik Hin. Cuma butuh perawatan aja. Makannya se-engganya tuh pake sabun muka." Devia mencubit kedua pipi Hindia.

Sang empu semakin sebal di buatnya. Untung sahabat.

Hindia sering sekali main kerumah Devia. Hanya tempat itu yang nyaman baginya. Devia selalu di perlakukan seperti putri oleh kedua orang tuanya.

 Bahkan, Hindia sendiri juga sudah di anggap anak sendiri oleh kedua orang tuanya Devia. Mereka juga tahu betul tentang beratnya kehidupan yang di jalani Hindia. Namun mereka tidak bisa membantunya. Jadi cukup memberikan kasih sayang kepada Hindia. Itu sudah lebih dari cukup bagi sang empu.

"Aku nggak sempat juga buat perwatan Dev. Soalnnya tau sendiri kan tante sama om ku gimana. Terus Malvolia juga jengklin." Hindia melepaskan hijabnya.

Gadis itu membiarkan rambutnya terurai begitu saja. Warnanya hitam pekat, memiliki tekstur yang lurus tanpa gelombang, namun sangat tebal. Ia juga tidak memiliki poni.

Devia merengut sebal jika bersangkutan dengan ketiga manusia itu. Entahlah mengapa, padahal Hindia yang selalu di siksa, namun dia adalah orang nomor satu yang paling membenci Archeon, Diatmika, dan Malvolia. Rasanya ingin sekali mencubit ginjal mereka.

 "Ya udah. Nanti kamu juga bakal glow up kalau nikah sama Samudra. Tapi, aku takut kalo dia jahat ke kamu, kalau dia main tangan gimana. Terus KDRT, terus ..."

"Devia, tenang aja. Mungkin ini jalan terbaik dari Allah buat aku. Tuhan kita nggak pernah salah. Dia yang lebih tau dari pada kita." Hindia tersenyum.

Gadis berambut lurus itu sungguh manis. Devia memanyunkan bibirnya kemudian menganggukan kepala.

"Kenapa ini, kok muka nya pada suram?" Mamah Devia masuk kedalam kamar, membuat kedua gadis itu tersentak kaget. Huh seperti hantu saja. Seharusnya meengetuk pintu dulu sebelum masuk.

"Astagfirullah." Kedua nya meenoleh ke arah pintu yang terdapat wanita paruh baya sambal tersenyum manis. "Mamah bikin kaget aja sih." Devia memutar kedua bola matanya jengah. Wanita itu malah cekikikan tidak jelas.

"Hahaha, iyaa maaf. Ayo makan dulu. Kita makan mie soto ya, soalnya hujan-hujan begini enaknya makan yang hangat-hangat." Mamah Devia membuat Devia dan Hindia tersenyum.

"Udah di tunggu papah di bawah. Ayo turun!" ketiga wanita itu berjalan menuruni tangga, menuju ke arah ruang makan.

Mereka mendudukan bokongnya di pantry. Sudah tersedia empat buah mangkok disana.

"Hindia, Devia, ayo makan." Sapa papahnya Devia. Kedua gadis itu mngangguk dan mlahap mienya. Hindia tidak canggung disini.

 Lumayan, makan gratis. Walaupun hanya mie instan, namun tetap saja nikmat jika di nikmati dengan suasana hujan begini.

"Oh ya om, tante. Hindia mau nikah." Celetuk gadis itu dengan entengnya. Membuat mamah dan papah Devia menjatuhkan sendoknya, menatap lekat wajah sang empu.

Devia langsung terkekeh begitu melihat eksprsi kedua orang tuanya yang sangat cengo. Hindia hanya bisa tertawa canggung. Mungkin karena hening.

"Nikah? Hindia kamu serius? Apa yang harus om sama tante siapin? Nanti kita bantu semua pernikahan kamu ya." Mama Devia antusias.

 Wanita itu penasaran dengan sosok lelaki yang akan di nikahi oleh Hindia. Apakah dia tampan dan sholeh? Semoga saja ya. Pikir mama Devia.

Hindia tersenyum, mnatap lekat dua orang yang ada di hadapannya. "Om, sama tante cukup dating aja ke akad nikah. Hindia udah seneng banget kok." Gadis itu tersenyum tulus, membuat hati mamah dan papah Devia tergerak.

Nanti juga berita tentang pernikahan Samudra akan menyeebar luas, meski pria itu menola untuk mengumumkannya. Ailard sudah merebcanakan semua nya matang-matang.

"Nggak bisa gitu dong Hindia, kamu sudah kita anggap anak sendiri, ya kan mas?" mamah Devia menoleh ke sang suami yang hanya mengangguk dengan senyuman.

 "Jadi kita harus siapin dong. Kalau bukan kita siapa lagi hayo?" Hindia mencerna perkataan mamahnya Devia. Ada benarnya juga sih. Pasti tak akan ada yang membantunya untuk merias, memasangkan baju atau alat pernikahan.

"Yaudah, Hindia nginep disini aja ya, satu hari sebelum pernikahan, soalnyaL—" belum menyelesaikan kalimatnya sudah di potong.

"Pilihan bagus." Ucap Devia dan mamahnya bersamaan.

Tentu saja menyambut gadis ini dengan ramah dan hangat.

"Siapa calon suami mu Hindia?" Papahnya Devia menatap lekat wajah Hindia. Gadis itu menundukan kepalanya. Entah gimana reaksi manusia ini nantinya. Pasti sangat terkejut, secara tidak ada yang tidak tahu dengan rumor itu.

"Samudra Aldrich. Putra sulung nya Tuan Ailard Aldrich. Pemilik peerusahaan Euthoria place."

Balas Devia lemas membuat kedua orang tua sang empu membelakan kedua bola matanya. Menikahi pria Gay? Apakah serius Hindia? Pikir mereka. Yhaa namanya juga manusia, hanya tau covernya saja bukan.

🌊🌊🌊

—SamHin.

Samudra Hindia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang