(12) Hena Putih

39.7K 5.5K 126
                                    

Abang minta vote nya dong gaiss 😭🙏
Makasiii!
______________________

Wanita itu tidak butuh ucapan, tapi kepastian.

—Aku.
________________________

Hindia tengah duduk di ruang make-up. Gadis itu tengah di rias oleh penata rias. Devia, papahnya dan mamahnya sudah rapi, tinggal menunggu Hindia. Maklum deh ya, namanya juga pengantin, jadi sedikit lama make-up nya.

Gadis itu memakai hena berwarna putih. Kebaya putih terutup hijab, pokoknya terlihat benar-benar cantik. Hari ini adalah harinya Hindia.

 Gadis itu harus terlihat sempurna dari seluruh wanita nantinya. Wajah Hindia sudah tidak terlalu kusam lagi, mungkin efek memakai perawatan dari Ailard. Huh pria itu pasti juga sibuk di rumahnya.

"Gimana nih? Pasti nanti si Samudra itu, terpesona sama kamu, Hin. Soalnya sekarang kamu cantik banget, aku aja pangling."

Devia menatap bayangan cermin Hindia. Sang empu hanya bias terkekeh meroba karena dirinya dibilang cantik. "Terus gimana tuh sama pak Kastara? Kasihan dia sadboy."

"Yhaa mau gimana lagi? Aku memang menyukainya sedikit, namun Allah kan engga mempertemukan kami berdua. Andai aja dia--- Astagfirullah, nggak boleh berandai-andai."

Hindia menepuk keningnya. MEmang tidak boleh kan berandai-andai. Gadis itu membuat sahabatnya terkekeh geli. Yhaa itu lah Hindia, terlalu taat pada Tuhannya. Entahlah kalau Samudra.

"Mobil sudah siap, ayo!" Papahnya Devia mengajak pergi.

Sepertinya pria itu sudah tidak sabar melihat Hindia menikah. Tentu saja nanti om, bibi, dan sepupunya Hindia, dating menyaksikan akad. Apa lagi om nya, dia adalah wali pengganti Hindia, jadi dia ikut melaksanakan ijab Kabul. Huh sebenarnya sedikit menyebalkan, Archeon saja selalu bersikap buruk terhadapnya.

"Sebentar papah, Hindia masih di rias, kalian duluan aja," Devia menatap lekat kedua orang tuanya yang berada di ambang pintu. "Ya sudah, kami tunggu kalian di mobil ya."

Mamahnya Devia menggandeng suaminya, menuju mobil. Untung saja perias nya berpegalaman, jadi tidak butuh waktu lama untuk merias.

 Kedua orang tua Devia mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk perias, mereka benar-benar baik, tidak seperti om dan tante Hindia yang sama sekali tidak peduli dengan pernikahan ini. Hanya datang juga sudah cukup.

"Ayo, kita jalan menuju mobil, oh iya mbak perias, tolong angkat gaun nya ya, aku yang akan menggandengnya," Devia menatap lekat perias.

Wanita itu mengangguk, kemudian mengangkat ekor gaun kebaya Hindia. Devia meganggam erat tangan sahabatnya itu. "Kamu tinggi banget sih pake hells nya. Ya, Hindia tidak pernah pakai heels. Jadi dia sedikit tidak stabil.

"Yhaa mau gimana lagi, ini juga dari papah Ailard." Hindia berjalan pelan-pelan namun pasti.

"Papah? Aduh kemarian manggilnya tuan Ailard. Sekarang papah. Haduh-haduh, menantu kesayangan," Devia meledek sahabatnya itu membuat sang empu merona.

Gadis itu memang menantu kesayangan bagi Ailard bukan? Namun kalau bagi Ana hanyalah menantu yang masikin.

Sialan, sepertinya wanita itu tidak tahu tentang saham perusahaan yang di miliki menantunya.

Ailard sudah memberikan semua aset milik Hindia, namun Hindia  butuh waktu untuk menerima itu semua. Tidak mudah kan kalau mengurus perusahaan besar. Untung saja Hindia cerdas.

"Ayo ah, kasian om sama tante sudah nungguin," Hindia menatap ke bawah, takut kakinya keserimpet, kan bahaya kalau jatuh. Tidak lucu.

"Yhaa iyaa, makannya ayo cepat jalannya, kamu aja lambat kayak siput," Devia mencubit lengan Hindia hingga membuat sang empu meringis kesakitan. Huh menyebalkan memang.

Samudra Hindia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang