(15) Peraturan Pernikahan

53.8K 7.2K 596
                                    

Sebelum nya, abang minta Vote nya ya! itu penting banget!

Oh iya jawab ya? Kalian dari kota mana aja nih?

_____________

MashaAllah, besar sekali rumahnya.

Hindia melongok ke kanan dan kekiri, mansion ini benar-benar megah layaknya istana di era modern.

Rumah Devia saja sudah mewah, namun ini lebih mewah dan modern lagi. Ada beberapa robot yang menjalankan aktivitasnya disana.

Para pelayan menundukan kepalanya ketika semua orang masuk ke mansion utama.

"Ya udah Hindia, aku akan pergi sekarang, ini rumah baru mu. Semoga kamu bahagia sahabatku tercinta!" Devia memeluk Hindia membuat para pelayan yang sedari tadi hanya diam langsung mengulum senyuman, Ailard pun sama.

Hanya Samudra, Ana dan Juliette yang diam tidak bergeming. Kalau tatapan Samudra susah di baca, namun kalau Ana dan Juliette menatap dengan penuh rasa kebencian. Ibu dan anak sama saja.

"Makasih, Devia. Nanti aku bakal sering-sering ke rumah kamu," Hindia menyentuh wajah Devia lalu mengecup pipi kanan dan pipi kiri. Huh persahabatan mereka benar-benar erat bukan.

Bahkan Juliette saja sampai iri karena kakak iparnya memiliki sahabat yang setia, cantik dan sekelas dengannya pula.

Kenapa wanita kampung itu bisa bergaul dengan sahabatnya yang kelas atas itu? Pikir Ana dan Juiette.

Melihat penampilan Devia, lebih berkelas, membuat mereka ingin mengenalnya lebih dekat. Namun sayangnya gadis itu malah mengobarkan api kebencian yang besar.

Devia memperhatikan gerak-gerik keduanya sedari tadi pada saat akad, dan dia bisa menyimpulkan kalau Ana dan Juliette tidak menyukai sahabatnya. Musuh Hindia, adalah musuh baginya juga.

"Aku pamit ya om, bye-bye om ganteng," Devia mengedipkan sebelah matanya, sehingga membuat Ailard terkekeh.

Gadis itu membuat mata Samudra membulat, seumur-umur tidak ada yang pernah memanggil Ailard seperti itu. Dia juga amat terkejut ketika melihat kedekatan sang papah dengan istrinya.

Devia melangkahkan pergi keluar dari mansion, menuju mobilnya. Setegar apapun di hadapan Hindia, gadis itu menangis tersedu-sedu selama berjalan menuju mobil.

Tentu saja tangis penuh haru dan juga tangis kegelisahan. Dia masih harus memantau keadaan Hindia selama sikap adik ipar dan ibu mertuanya tak kunjung membaik.

"Juliette, tante Ana. Kalian berdua dalam pengawasan ku, kalau sampai kalian membuat Hindia stress, tak segan-segan aku menghabisi kalian berdua, yhaa walaupun Hindia sendiri saja bisa membunuh kalian, tapi dia masih memiliki hati yang sabar, tidak seperti ku."

 Devia tersenyum smirk menatap kedepan, tak ada yang boleh mengusik sahabatnya.

Dulu Devia hanya diam saja ketika Hindia mendapat perlakuan kurang mengenakan dari om dan tante nya. Sebenarnya ingin sekali memukul keduanya, namun di tahan oleh Hindia dengan alasan, 'hanya mereka keluarga yang ku miliki.'

Namun itu tidak berlaku bagi Ana dan Juliette. Devia menancapkan gas mobilnya keluar dari area mansion yang besar itu.

"Kau tidur di sofa, aku tidur kasur. Aku tak ingin seranjang dengan gadis kampungan seperti mu!" Samudra menatap lekat manik Hindia.

Gadis itu hanya bisa tersenyum kecut dan menganggukan kepalanya. Perkataan yang keluar benar-benar menyakitkan, namun tentu saja Hindia hanya bisa tegar dan pasrah.

Samudra Hindia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang