Chapter 03

791 109 5
                                    

Yibo menjatuhkan kantong plastik belanjaannya di atas meja dapur, menyipitkan mata ke sekelilingnya. Dia sengaja memastikan untuk tidak melihat ke lemari es karena dia yakin dia akan langsung kabur dari apartemennya lagi jika dia mendapatkan jawaban dari tulisannya tadi. Ketidaktahuan adalah kebahagiaan.

Ketika dia yakin dia tidak merasakan aktivitas supernatural apa pun, dia menghela napas lega, mengeluarkan enam kaleng bir yang dia beli. Dia menatap bungkusan itu, membiarkan dirinya santai. Dia sudah lama tidak minum dan waktu apa yang lebih baik untuk minum selain saat ini, bukan? Dia mendapat libur seminggu, dia diduga sedang patah hati, dan ada hantu yang menghantui apartemennya. Kelelahan tiba-tiba memenuhi dirinya saat memikirkan semua itu. Ini agak sempurna, sebenarnya. Dia tidak membiarkan dirinya bersantai dalam setahun jadi dia akan melakukan hal itu.

Dia berjalan menuju sofa, meletakkan semua kaleng di atas meja kopi. Dia meraih remote dan menyalakan televisi, memilih saluran acak, lalu melanjutkan kegiatannya dengan gembira untuk mulai minum.

Dia belum makan malam jadi dia sepenuhnya sadar bahwa dia akan segera mabuk—itulah tujuannya. Dia melakukan yang terbaik untuk mendorong kembali semua suara batin yang menyebut dirinya menyedihkan pada saat itu. Dia cukup sadar diri untuk mengakui bahwa dia tidak biasanya seperti ini. Setiap kali dia terpuruk, otaknya akan dengan mudah menemukan banyak hal yang bisa dia lakukan untuk merasa lebih baik. Dia adalah pria yang cukup simple dan biasanya, dia dapat menemukan apa pun yang bisa dengan mudah memotivasi dia, hatinya biasanya siap untuk melompat dari cinta.

Menelan bir dari kaleng pertamanya, dia memejamkan mata. Tapi sepertinya dia berlebihan dalam mencoba untuk tidak merasa apapun terlalu banyak sehingga menjadi bumerang.

Pada kaleng ketiganya, dia mencoba untuk secara paksa mengingat bagaimana rasanya melakukan hal-hal yang dia sukai. Dia mencoba mengingat kehangatan yang biasanya menyeruak di dadanya saat dia menari, saat dia bermain skateboard, saat dia bermotor, saat dia bermain lego. Tapi setiap kali dia melakukannya, sebuah ingatan baru telah muncul melalui aktivitas ini, menodainya. Dia pergi ke studio pagi-pagi karena dia tahu gadis itu dan prianya akan bertemu di pintu masuk gedung mereka larut malam. Dia mengendarai sepeda motornya untuk menghindari perasaan sakit atau marah yang terlalu kuat, menggantikannya dengan adrenalin. Dia bermain skateboard setiap malam, dalam perjalanan ke toko terdekat, lalu akan mencoba pulang ketika gadis itu tertidur lelap. Pada akhir pekan, ketika mereka seharusnya di rumah bersama, dia memainkan Legonya, menghilangkan perasaan pengkhianatan untuk setiap kata "Aku mencintaimu" dan semua senyum yang diarahkan padanya dari gadis itu.

Ada hari-hari di mana dia yakin siklus itu akan berakhir. Gadis itu akan tersenyum padanya, memeluknya, akan memberitahunya bahwa dia merindukannya dan akan bertanya mengapa dia selalu begitu sibuk. Tetapi setiap kali Yibo bersikeras bahwa dia bisa membatalkan apa pun yang dia lakukan, mata gadis itu akan dipenuhi dengan keterkejutan, kepanikan yang mengisi hatinya, lalu gadis itu akan menggunakan kalimat yang sama, "Tidak, tidak apa-apa! Aku bisa hang out dengan teman-temanku. Kita berdua bisa melakukan apa yang kita berdua sukai masing-masing."

Yibo hanya akan tersenyum lalu kembali melakukan pekerjaannya, menghabiskan berjam-jam di studio saat gadis itu terkikik dengan ponselnya.

Dia tidak mendorongnya.

Tidak ingin mendorongnya.

Tidak ingin merasakan apapun.

Pada kaleng kelimanya, dunia berputar. Penglihatannya kabur di samping. Dia merasa seperti orang idiot. Dia sangat bodoh. Dia bisa saja pergi. Dia bisa saja meninggalkannya, mengatakannya, memberi tahu semua orang bahwa pacarnya selingkuh, lalu pergi. Dia bisa saja terhindar dari seluruh mekanisme melakukan kegiatan berulang yang mengacaukan perasaan dan hatinya. Mungkin jika dia melakukan itu, dia akan merasa lebih hidup. Mungkin dia masih merasakan sensasi terbakar yang biasa dia rasakan di dadanya ketika dia melihat kehidupan.

Whatever That Was (Terjemahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang