𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆. mild swearing.
𝐍𝐎𝐓𝐄. bismillah 2-3 chapter lagi kelar, semoga gue gak mogok aksjaiajakshs.Kepala Sekolah, Pembina Kesiswaan, dan Guru BK mengundang Harasawa, Aomine, Akashi dan kamu ke ruang kepala sekolah keesokan harinya.
“Bapak dengar nak Haizaki sampai di rawat di rumah sakit,” Ujar Kepala Sekolah terlihat khawatir.
Harasawa mengangguk, “iya pak, kebetulan saya juga sempet liat masuk ke UGD.”
Giliran Guru BK yang bertanya ke Aomine dengan nada resah, “kenapa kok kamu sampai sebegitunya, nak Aomine?”
“Bapak liat sendiri,” kata Aomine menunjuk ke arah kamu yang duduk bersampingan dengannya di sofa, “kalo dia dibikin cedera sampe gak bisa ikut lomba, saya juga harus bikin Haizaki setimpal.”
“Bapak ngerti, nak. Tapi kalo sampai patah tulang tangan dan tulang rusuk itu sudah kelewatan.” Sahut Guru Pembina Kesiswaan.
“Terus dia dibanting ke tembok toilet itu gak kelewatan karena nggak patah tulang, gitu?” Tanya Aomine dengan nada sinis.
Akashi dan kamu berkali-kali mencoba buat menenangkan Aomine, sementara Harasawa terus mencari jalan keluar supaya hukuman Aomine gak terlalu berat.
Karena Kepala Sekolah juga ketar-ketir pas nama sekolah di bawa ke kasus di koran dan jelas bikin kontroversi.
Setelah melewati perdebatan akhirnya hukuman Aomine ditetapkan; gak ada skors tapi dia duduk dibangku cadangan dan gak boleh diwawancarai selepas kejuaraan.
“Tenang aja,” cetus Harasawa ketika kalian udah jalan keluar ruangan, “itu cuma buat formalitas, kamu tetep saya jadiin starter, lagian mereka gak bakal tau juga.”
“Kalo yang wawancara menurut saya lebih baik mengikuti arahan dari Guru BK, coach. Aomine jangan muncul di publik dulu.” Ujar Akashi menambahkan.
Harasawa mengangguk setuju, “sehabis tanding, menang atau nggak, kamu cabut duluan aja.”
“Iya, coach. Makasih banyak.” Sahut Aomine dengan singkat namun tegas.
Ketika Harasawa meninggalkan kalian duluan, Akashi berkesempatan buat nyeletuk. “Aomine, mulai sekarang otak sama perangai lo coba dipake ke semua hal, jangan cuma pas belain pacar aja.”
Mendengar Akashi meledek dengan kekehan, Aomine bungkam, kemudian merona melihat kamu tergelak.
“Bener banget kak!” Seru kamu ke Akashi. “Tadi dia lagaknya udah kayak orang pinter ikut debat ‘kan ya!”
Akashi ikut terkekeh pelan mendapat dukungan dari kamu untuk memojokkan Aomine.
Aomine makin kesel melihat kamu malah ikut meledeknya. “Bacot lo berdua sama aja.”
Bel istirahat berbunyi, kalian bertiga memutuskan buat makan siang bareng. Kebetulan anak-anak yang lain juga udah pada di kafetaria duluan, jadi kalian tinggal nyusul.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐀𝐈𝐑𝐎𝐒, aomine daiki.
Fanfiction𝐤𝐚𝐢𝐫𝐨𝐬. (n.) the perfect, delicate, crucial moment. a propitious moment for decision or action. 𝒂𝒐𝒎𝒊𝒏𝒆 𝒅𝒂𝒊𝒌𝒊 𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒏𝒊𝒂𝒕 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒌𝒆𝒅𝒂𝒓 𝒅𝒊𝒕𝒖𝒕𝒐𝒓𝒊𝒏 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒂𝒅𝒊𝒌...