18. Bukan manusia biasa

280 47 8
                                    

Jika saja bukan karena sang Ibu mertua, kedua mata Eun jae akan baik baik saja. Tentu tidak akan melihat sosok lelaki berkharisma yang dikagumi oleh banyak kaum wanita tengah bermanja manja pada Ibunya. Bersandar nyaman pada bahu sang Ibu seperti anak kecil yang minta disayang sayang. Manjanya Jimin melebihi adik sepupunya yang masih umur lima. Wibawanya hilang begitu saja.

Dan lagi kembali pada kenyataan saat ini jika Jimin adalah seorang suami, buka lelaki bujang. Tentu diikuti dengan banyaknya kewajiban dan tanggung jawab untuk sang istri juga, mungkin anaknya kelak. Tapi sudah hampir dua bulan menjalani kehidupan ber-rumah tangga yang tak didasari oleh ikatan cinta, Jimin masih betah memelihara Seorin. Tidak aneh memang, Jimin butuh pelampiasan.

Namun bagi Eun jae, ia tidak mau tau dan tidak terusik juga. Eun jae hanya ingin menjalani hidup seperti apa yang ia mau. Memang benar jika Eun jae sangat merasa jika Jimin memiliki wanita lain, namun ia benar benar tidak peduli, bahkan tidak mau tau juga siapa siapa saja yang sang suami tiduri.

Sikap Jimin begitu bertolak belakang dengan kehidupan lelaki dewasanya dan apa yang Eun jae lihat sekarang. Bukan hanya sekali, Eun jae sering melihat Jimin yang manja pada sang mertua jika tengah bertemu. Memang Eun jae tak peduli, hanya saja agak terganggu karena merasa geli jika dilihat terlalu sering. Mungkin orang lain yang melihat akan merasa aneh karena Jimin yang begitu berwibawa akan menjadi sosok anak kecil jika bertemu sang Ibu. Seperti singa buas yang bertemu dengan pawangnya.

Melipat kedua tangannya didepan dada, Eun jae mematung dibalkon kamar melihat langit yang cukup cerah dengan kedua hazel coklatnya. Sebenarnya tadi saat masih berada diruang keluarga, Eun jae pamit jika ia akan kekamar karena ingin istirahat. Nyatanya itu adalah alasan belaka karena merasa tidak sanggup lagi untuk melihat sang Suami.

"Aku bosan." katanya.

Ini hari libur dan Eun jae tidak memiliki jadwal sama sekali. Jisoo yang notabenenya orang rumahan yang selalu siap diajak bertemu, hari ini tidak bisa Eun jae temui. Karena wanita surai panjang itu malam ini akan bertemu dengan calon tunangannya.

Eun jae memiliki banyak kenalan dan teman, namun jangan lupa jika Eun jae hanya memiliki sau teman dekat saja, dan juga sahabat yang benar - benar ia sayangi telah tiada. Jadi hanya Jisoo saja orang yang cukup mengenalnya, meskipun Eun jae juga membatasi diri. Semua kenalan yang ia tau dan temui hanya sebatas formalitas saja. Eun jae tiba tiba merasa ingin menyendiri saat pertengahan kuliah dulu, entah kenapa ia merasa dunia begitu berisik. Padahal dahulu Eun jae termasuk orang yang friendly. Tapi perlu digaris bawahi, meskipun Eun jae memiliki sifat yang ramah namun acuh tak acuh secara bersamaan, ia masih seorang perempuan yang hatinya mudah luluh jika disangkut pautkan dengan orangtua. Tidak beda jauh dengan Jimin.

"Sedang apa?" Eun jae berbalik dan melihat Jimin yang sudah berada diambang pintu balkon, agak terkejut juga sebenarnya. Jimin seperti hantu yang tiba tiba saja datang.

Ponsel yang tersimpan didalam blazer hitamnya bergetar. "Hanya bosan." jawab Eun jae yang kini berbalik sepenuhnya menghadap Jimin dengan satu tangan yang sibuk mengecek satu pesan yang masuk.

Jimin mengangguk kecil, lantas ia pun duduk dikursi dengan tubuhnya yang ia sandarkan. Memandang Eun jae agak mendongkak tengah sibuk mengetik sebuah pesan. Kedua tangannya ia lipat didepan dada. "Apa tanggapanmu mengenai pembahasan yang tadi orangtua kita bicarakan?"

"Yang mana?"

Masih dengan posisi sebelumnya, Jimin semakin menelisik pribadi Eun jae yang kini tengah memandangnya. "Soal keturunan."

"Lalu?"

"Tunggu," Jimin bangkit dari duduk santainya dan mendekati sang Istri. "Apa kau sudah berubah pikiran?" tanya Jimin agak terkejut pun senang mendengar jawaban Eun jae.

CREEPY CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang