5 [Laras]

45.3K 4.6K 288
                                    


"Jangan sampai ketinggalan tupperwarenya!"

"Iya."

"Pakai jaket terus Ly, takut masuk angin."

"Ck, iya Bunda."

Gadis dengan rambut di cepol itu mendengus, ia sekali lagi memeriksa barang apa saja yang sekiranya ia perlukan dalam perkemehan nanti. "Bunda!!" Teriaknya dengan suara cempreng.

"Apa?"

"Powerbank Ily mana?" Tanyanya merengek, jam sudah menunjukkan angkat 6 lewat, sementara semua siswa wajib berkumpul setengah tujuh. Ia hampir telat.

"Di meja tamu, tadi malam Bunda cas dulu!"

Ily berdecak, menghentak kakinya lalu berlari kearah meja yang Bundanya beritahu, ia mengambil benda persegi kecil itu lalu mengantonginya.

Kemudian Satria datang, laki laki berjenggot tebal yang berstatus sebagai ayahnya itu menatap Ily. "Itu om Alinya udah nunggu, buruan Ly," katanya, makin membuat kepanikan Ily bertambah.

Gadis itu segera berlari lagi, mempercepat langkahnya untuk mengambil tas dan siap berangkat. Namun sebuah pemandangan tidak manusiawi membuatnya terpengerah.

"ADEK! JANGAN DI-" Suara gadis itu menghilang dan ia hanya bisa pasrah saat adiknya yang berusia dua tahun tengah duduk di atas ranselnya dan memberikan Ily bekal kehidupan berupa sedikit pupnya.

"BUNDA!!" Ily langsung berteriak sangat keras, ia menangis dengan menghentak hentakan kakinya. "BUNDA! AYAH! ADEKNYA TUH!"

Tentu, teriakan dan tangis itu membuat Ayah yang tadi berjalan ke kamar, dan Bunda yang sibuk memasak kini berjalan keruang tamu. Bahkan Ali yang dari tadi menunggu di luar kini ikut masuk setelah mendengar teriakan itu.

"Adek! Ya Allah!" Bunda langsung mengambil Davin, bocah laki laki yang tengah tertawa riang setelah memberikan pupnya di atas tas kakak perempuannya itu.

Ily menangis keras, tidak terima dan ingin memukul kepala bocah kebanggaan keluarganya itu, tapi gerakannya segera di tahan oleh Ali, hingga Bunda bisa lebih cepat mengamankan Davin sebelum kakak Iron Mannya mengamuk. "Aaaaa!! Tas Ily!"

"Awas ya Davin! Sini kamu, mau aku patahin leher kamu! Heh!"

"Gak boleh gitu," kata Ali, ia memegang pergelangan tangan Ily yang masih berusaha melepaskan diri untuk mengejar dan membalas kelakuan adiknya.

"Lepas om! Ily mau ulti adek! Ily mau mutilasi dia!"

"Heh! Gak boleh gitu, jelek ngomongnya."

"Bodo! Ily mau buang Davin! Ily gak mau punya adek beban!"

"Ly, udah!"

"Lepasin om! Ily mau smake down adek!"

Ayah segera mengambil ransel Ily, melihat betapa kotornya tas itu sekarang. "Ayah bersihin aja dulu ya?" Kata Satria.

Ily menggeleng, bibirnya bergetar bahkan suaranya putus putus sangking kesal dan parahnya dia menangis, urat urat di lehernya menonjol dan wajahnya merah. "Ily- Ily telat Ayah! Huuuaaaaaaa! Gak mau!"

"Ya gimana? Ini kotor Ly," Satria mengangkat tas kotor itu, memperlihatkan dengan jelas kondisi terburuk tas putrinya.

Ali mengelus punggung Ily, menenangkan emosi gadis itu yang terus meluap luap. "Sekarang ke sekolah dulu, nanti tasnya om yang antar, kalau perlu ke tempat kemahnya deh," bisiknya.

Ily menggeleng lemah, dia benar benar tidak habis pikir kenapa ia bisa punya adik seperti Davin. Kalau dia tahu jika adiknya setelah besar akan nakal seperti ini, sudah Ily masukkan dia ke mesin cuci dari dulu. "Tapi kan, om Ali kerja.."

OM Tetangga [PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang