32 [Cemburu?]

24.7K 2.6K 262
                                    

"Ly.. nggak boleh gitu," bisik Ali mengingatkan.

Ily hanya cemberut menanggapinya, perempuan itu menunduk, menarik ujung jaket Ali lalu membersihkan sisa muntahan di pinggir bibirnya pada jaket itu.

Ali menipiskan bibirnya, ia beberapa kali mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap sabar.

"Bukan salah Ily, salah kak Laras. Ily mual gara-gara bau badannya," ujar Ily dengan berdesis.

"Maaf.." suara Laras bergetar, ia masih menunduk dengan tangannya yang saling tertaut. "Maaf bikin kamu mual Ly, tadi aku emang sempat di dorong ke tong sampah," lanjut Laras pelan.

Ily menatapnya beberapa detik, bibir perempuan itu maju dan saat itu juga perasaannya tidak nyaman, ia merasa bersalah pada Laras. Harusnya Ily tidak mengatakan langsung pada Laras apa yang membuat dia tidak nyaman, Laras masih shok karena kejadian tadi dan sekarang Ily malah mengganggunya.

"Maaf kak Laras, Ily nggak maksud ngatain kok," cicitnya pelan.

Laras menggeleng, ia perlahan mendongak. "Gak papa, dan makasih juga udah tolongin aku, kalau gitu aku pergi duluan. Maaf ganggu kalian."

Lalu setelah itu Laras berdiri, ia benar-benar terlihat sangat menyedihkan dengan perutnya yang mulai terlihat besar. Ily jadi tidak tega untuk lanjut mengatainya soal warna lipstik yang Laras pakai terlalu merah dan terlihat seperti tante jahat di senetron yang semalam ia tonton.

"Kak Laras.."

Ily berlari kecil mengejar Laras, lalu perempuan itu mengulurkan tangannya. "Pinjam handphonenya, kak."

"Untuk apa?"

"Pinjam bentar kak, nggak akan Ily jual buat beli skincare kok. Ily kalau butuh jajan gampang tinggal minta ke om suami, nanti om minta ganti nenen. Hehe om nenen ke Ily jadi malah kayak cabe-cabean aja Ilynya, tapi Ily nggak open BO kak, serius!" Ujar Ily di tambah curhatan polosnya yang cukup membuat Laras terkekeh.

"Yaudah ini," Laras memberikan handphonenya pada Ily, ia memperhatikan anak SMA itu yang sedang mengetik sesuatu di papan keyboardnya. Lalu Ily menyengir dan mengembalikan benda pipih itu pada Laras.

"Yang atas nomor Ily, kalau yang di bawah nomor om suami. Kak Laras kalau di jahatin lagi sama temannya telfon aja Ily atau om suami," kata Ily menjelaskan.

"Tapi kalau di atas jam lima pagi sampai jam tujuh, kak Laras jangan telfon om suami tapi telfon Ily aja soalnya jam segitu om suami masih meninggal," lanjut Ily dengan entengnya.

"Meninggal?" Tanya Laras.

Ily mengangguk cepat. "Iya, om suami tuh kalau tidur dia meninggal. Mama Nadia dulu pernah sampai panggil tetangga buat yasinin om karena di kira udah meninggal, habis baca yasin selesai eh? Om suami bangun. Yaaah malah gak jadi deh rumah om suami tahlilan," kata Ily dengan serius, bibirnya sampai menekuk seperti ibu-ibu yang sedang menggosipi anak tetangga.

Laras mengangguk, ia sejenak memperhatikan wajah polos Ily yang tersenyum padanya. Padahal pertemuan terakhir mereka anak SMA ini tertawa mengejek atas kehamilan Laras, lalu sekarang dia malah dengan santai menawarkan bantuan. "Makasih ya."

Ily mengangguk.

"Kakak duluan Ly," pamit Laras.

"Hati hati kak- eh!" Ily kembali menahan langkah Laras. "Tunggu bentar kak," katanya, lalu kembali ke meja restaurant di mana Ali masih menunggu sambil memperhatikan mereka.

"Ngapain?" Tanya Ali begitu Ily menarik beberapa lembar tissu dengan cepat. "Buat apa sayang?"

Ily tidak menjawab, ia malah kembali berlari kearah Laras dengan beberapa tissu di tangannya. "Ini kak," ujar Ily memberikan tissu itu.

OM Tetangga [PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang