38 [Bayi Ultramen]

24.8K 2.2K 232
                                    

Selamat membaca!

Laki-laki itu menipiskan bibirnya, merasakan matanya kembali memanas hingga akhirnya mengabur oleh air, dan ketika ia memejamkan matanya, setetes air itu jatuh begitu saja. Sudah delapan rumah sakit yang ia datangi, tapi tidak satupun dapat menemukan Ily.

"Capek?" Suara Aldo yang datar membuat mata Ali terbuka, laki-laki dengan kemeja biru itu menyodorkan sebotol air mineral.

Ali menerimanya dalam diam.

"Mending pulang, kita udah seharian keliling kayak orang bego," ujar Bagas lalu menenggak airnya sendiri, Bagas melirik Ali. "Gimana?"

Ali mengalihkan pandangannya, memperhatikan jalanan yang di penuhi kendaraan berlalu lalang. Sudah sore, memang sudah jamnya pulang kerja.

"Gue nggak tau Ily akan bersikap apa sama gue, mungkin dia marah? Gue takut dia malah nggak mau gue temui," Ali mengusap pangkal hidungnya. "Kenapa sih gue nggak ngeh ketika dia telat datang bulan, begonya gue malah kesenangan karena bisa terus main sama dia. Bego, bego!"

Aldo menampilkan segaris senyum tulus sambil menepuk bahu Ali. "Iya, lo bego dari lama. Salahnya kenapa gue mau temanan sama lo?"

"Anjir!" Bagas terkekeh, bisa-bisanya Aldo berkata demikian di saat mood Ali benar-benar buruk. "Parah lo, Do."

Ali tidak menanggapi candaan kedua sahabatnya, ia termenung sambil terus menatap padatnya jalanan. Laki-laki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan tangan kanannya menggenggam handphone yang ada di sakunya.

Laki-laki itu ragu, namun perlahan ia mengeluarkan benda pipih itu. Bolehkah Ali berharap sesuatu yang mungkin terdengar lucu?

Berharap misalnya ada banyak panggilan tak terjawab dari Ily, lalu deretan pesan menggemaskan yang mampu selalu membuat senyumnya tertarik hingga melengkung sempurna. Ali berharap ada sebuah voice note dari perempuan itu, suara rengekannya untuk meminta es krim atau minta di belikan alat make up yang sebenarnya tidak pernah perempuan itu pakai.

Tapi sepertinya tidak mungkin, bahkan keadaan perempuan itu sekarang saja Ali tidak tahu, ia sudah membuat masalah untuk Ily dan dirinya sendiri.

Bagaimana mungkin Ily menelfonnya? Bagaimana mungkin perempuan itu mau memaafkannya.

Satu menit terdiam, Ali akhirnya menghidupkan handphone itu, mencari kontak yang benar-benar membuatnya khawatir.

Ali
Ly, kamu dimana?

Gak kangen?

Ali
Om udah cari kamu kemana mana, tapi gak pernah ada kamu. Kamu marah sama om?

Bisa nggak marahnya di tunda dulu?

Bisa nggak marahnya nanti aja setelah ketemu.

Kabarin om dulu Ly, kasih tau keadaan kamu supaya om gak khawatir.

Ly, balas pesan ini.

Janji Ly, om akan belikan kamu banyak es krim kalau kamu nggak marah sama om.

Balas Ly..

Om kangen kamu.

"Gimana, pulang nggak nih?" Tanya Bagas lagi.

Ali mendongak dan kemudian mengangguk. Setelah 15 menit menunggu, tidak ada yang berubah.

Pesannya belum di baca.

OM Tetangga [PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang