8 [Ikan yang terdzolimi]

43.2K 4.3K 359
                                    

Jangan lupa vote dan koment. Ini part panjang, capek woi ngetik dan mikirnya!!


Laki laki itu berjalan dengan penuh percaya diri, sesekali dia memperbaiki posisi kuping kelincinya yang merosot hingga kembali lurus.

Senyum manisnya terus terpancar di sepanjang lobby, seperti biasa melakukan rutinitas tebar pesona ala buaya.

"Selamat pagi, pak Ali," sapa beberapa karyawan perempuan ketika mereka berpapasan.

"Iya pagi," balas Ali dengan ramah, di akhiri oleh kedipan mata yang tidak pernah lupa dia berikan pada lawan jenis.

Sudah menjadi rahasia umum, kalau seorang CEO bernama Ali Kendra Alaskar memiliki banyak tingkah dan tentu saja banyak gebetan. Semua karyawan sudah tidak bisa menghitung berapa jenis perempuan yang mendatangi kantor mereka dengan alasan dia pacar dari seorang Ali.

Entah sampai kapan semua ini berlanjut, semua karyawan hanya takut Ali terkena karma dan bangkrut, kemudian berakhir imbas pada pekerjaan mereka.

"Pak Ali!"

Seorang karyawan dengan kemeja putih berjalan kearahnya, dia mencegat Ali yang akan masuk ke dalam lift.

"Iya kenapa, Za?"

Reza, asisten yang akhir akhir ini sering di juluki otak cerdas oleh semua karyawan karena beberapa kali berhasil mengingat nama nama pacar bos mereka. Dia menunduk ke arah Ali dan memberitahukan beberapa jadwal serta pekerjaan yang sudah dia kirim melalui via email pada Ali.

"Setengah jam lagi pak, meeting di lantai 18."

Ali mengangguk mengerti. "Oke."

Reza tersenyum sungkan, dia melihat kuping kelinci di kepala bosnya dengan tatapan ngeri. "Tapi pak, pak Ali meeting mau pakai itu-"

"Bando ini?" Ujar Ali memotong dengan cepat. "Saya kiyowo kan pakai ini?"

"Eh?"

"Saya tahu kamu mau muji saya imut dan ganteng karena pakai bando ini, it's okay. Saya terima pujiannya, terima kasih."

Reza menggaruk rambutnya dengan ekspresi agak bingung.

"Za, potoin saya dulu. Saya mau ganti profil," ujar Ali lalu menyerahkan handpone miliknya pada Reza.

Reza agak kebingungan, walaupun ujung ujungnya dia harus terpaksa menerima lalu memotret laki laki itu yang tengah bergaya dengan tatapan datar namun mengangkat dua jarinya ke depan.

"Sudah pak," kata Reza, ia mengembalikan handpone itu kepemiliknya.

"Makasih, itu tadi namanya gaya dua puluh anak saja cukup. Kamu boleh niru kok, gak papa," ujar Ali dengan percaya diri.

"Tapi tadi cuma du-a jarinya pak."

"Nolnya saya kantongin, jadi dua puluh."

"Oh.. iya pak," Reza mengangguk, benar benar terlihat tertekan. "Nanti saya tiru."

"Yasudah saya duluan," ujar Ali mengakhiri percakapan, lalu laki laki itu masuk ke dalam lift sambil memandangi poto hasil jepretan Reza.

OM Tetangga [PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang