Saat pintu itu terbuka, bi Diah langsung melihat Ali masuk dengan wajah lesu, lengan kemejanya di gulung hingga sampai siku dan rambutnya berantakan dengan beberapa bekas kemerahan di lehernya.
"Den Ali teh kemana dulu? Udah jam 11 baru pulang, tumben banget den," ujar bi Diah sebagai kata penyambutan untuk Ali.
Laki laki itu hanya mengangguk, melewati tubuh bi Diah tanpa membalas satu katapun.
"Non Ilynya tidur, katanya kalau den Ali pulang minta di bangunin."
Ali kini berhenti melangkah, dia melihat jam di ponselnya lalu beralih menatap bi Diah. "Adek gak pulang sama sekali?" Tanyanya.
Bi Diah menggeleng. "Di marahin katanya sama si Bunda, gak mau pulang sama sekali, seragam sekolahnya aja di bawa kesini."
"Dari tadi siang Ily disini?"
"Iya, mau nunggu den Ali, katanya dia bikin brownies."
Laki laki itu berdecak, seketika semua kemarahan bercampur rasa bersalah muncul di dadanya. Dia dengan cepat berlari, menaiki tangga satu persatu menuju kamarnya.
Sialan!
Ali pikir, Ily tidak akan menunggunya sampai selama itu, dia pikir gadis itu sudah pulang jadi Ali memutuskan lebih lama di rumah Laras. Ali tidak tahu dia sudah membuat Ily menunggu sangat lama.
Bodohnya lagi, kenapa dia tidak membalas pesan satupun dari Ily, bahkan hanya sekedar untuk menanyakan apakah gadis itu sudah pulang, Ali melupakannya.
"Gila gue nih."
Saat sudah sampai di depan pintu kamarnya, Ali menarik napas dan langsung masuk membukanya.
Pemandangan pertama yang dia lihat, Ily sudah tertidur meringkuk di atas tempat tidurnya, selimut putihnya jatuh ke lantai dan gadis itu terlihat kedinginan.
"Lo bego banget, Li!" Geramnya sambil mengacak rambutnya yang semakin berantakan, dia menghampiri gadis itu, mengelus pipi chubby itu dan menciumnya dengan rasa bersalah.
"Maafin om Ali, ya?" Bisiknya teramat pelan.
Ali benar benar merasa bersalah.
Laki laki itu berjongkok, ia lalu memeluk tubuh Ily sambil mengelus rambutnya, mencium pipi putih itu berulang ulang dengan kalimat permintaan maaf tanpa ada jawab.
Ali pikir dia memang keterlaluan kali ini, dari semua perempuan yang pernah ia dekati, hanya saat ini dia benar benar merasa menyesal. Ily bukan hanya sekedar tetangga yang imut untuknya, dia seperti adik atau bahkan lebih dari itu?
"Ly.." panggilnya dengan lembut, tangan besar itu menepuk nepuk bahu Ily dengan pelan. "Bangun Ly, katanya minta di bangunin."
"Hm.." gadis itu mengeluarkan suara, namun matanya masih memejam erat.
"Bangun, katanya mau ngerjain PR."
"Iya.. nanti deh ya om."
"Ini udah jam setengah dua belas, beneran mau ngerjain nanti? Emang dikit PRnya?"
Detik itu juga mata Ily terbuka, ia menyipit sebentar menatap Ali sebelum akhirnya merengek dengan suara hampir menangis. "Eeeeekh.. hiks..."
"Kenapa?" Tanya Ali begitu lembut, ia merapikan rambut Ily yang menutupi wajahnya.
Ily hanya menggeleng, masih merengek menangis tanpa ada penyebabnya.
Bagi Ali itu sudah biasa, gadis ini masih ia anggap seperti bayi yang pertama kali bertemu dengannya, tidur dengan nyenyak sambil ia peluk lalu keesokan paginya menangis takut di marahi Ali karena mengompol di kasurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OM Tetangga [PART LENGKAP]
Novela JuvenilAli adalah definisi jagain jodoh sendiri, di jaga sejak bayi lagi. "Lopyu om Ayiiii!" "Heh! giginya belum tumbuh juga, jangan bilang love you love you an lagi ya?" "Lopyu banyak banyak om Ayiiiiii!" "Ily, sana dek di panggil Bunda tuh suruh mandi." ...