"Nggak mau pulang dulu? Nanti di cari Bunda kamu, Ly."
Gadis itu menggeleng, ia hanya meletakkan tas sekolahnya di samping pintu kamar Ali lalu beralih memandangi laki-laki yang sedang membuka baju itu. Tarikan napas Ily terdengar berat, bibirnya mengerucut dengan mata memerah.
"Ily udah nggak marah sama om Ali," cicitnya pelan. "Ily nggak mau ngambek lagi."
Ali melatakkan kemejanya di meja, matanya sesekali melirik Ily yang masih setia berdiri di samping pintu.
"Ily nggak mau cuekin om Ali lagi, om jangan suka sama teman Ily, ya? Suka sama Ily aja."
Gerakan tangan Ali ketika akan membuka lemari terhenti untuk mengambil baju ganti terhenti, keningnya mengernyit melihat wajah polos di hadapannya itu.
Sepertinya Ali tahu kenapa dari tadi saat di dalam mobil Ily terus diam, gadis itu tampaknya memikirkan sesuatu.
"Lebih imut Ily apa Camel?" Tanya Ily dengan polosnya.
Senyum di bibir laki-laki itu tertarik, ia urung membuka pintu lemari dan malah berjalan ke tempat tidur lalu menjatuhkan dirinya dalam posisi terlentang tanpa memakai baju. "Kalau di lihat-lihat lebih imut Camel sih," balasnya.
"Om.."
"Tapi om Ali kan sukanya sama kamu, jadi kamu tetap paling imut di dunia."
Bibir gadis itu bergetar dan matanya mulai mengabur, lalu sedetik kemudian ia menangis berlari kearah Ali. "Huuuuaaaaaa!!"
"Ly jangan- euugh!" Suara Ali terpotong lenguhannya saat tubuh gadis itu sudah jatuh di atasnya, dia memejamkan matanya sambil memaksakan tersenyum. Dengan wajah terlihat menahan nyeri, kedua tangan besarnya mengangkat tubuh Ily lebih ke atas agar kaki gadis itu tidak menekan aset berharganya lagi.
"Sial, enak tapi- dahlah."
"Om Ali hiks- jangan suka Camel, suka Ily aja om.."
"Eee hiks- Camel itu kalau di kelas suka ambil cowoknya teman Ily, dia namanya pelakor kalau di kelas dia- dia suka pacaran sama semua orang."
"Nanti dia suka om Ali, nanti om di ambil dia heeeekss-"
Suara tangisan itu benar-benar membuat Ali menahan senyum, ia tidak tahu bahkan Ily lebih cemburu pada perempuan seusia Ily dari pada semua perempuan yang pernah Ali dekati. Bahkan setelah lama Ali tidak melihat gadis ini merengek takut dia di ambil perempuan lain, Ali seolah kembali pada masa remajanya, melihat seorang bayi menangis marah karena dia memeluk pacarnya sendiri.
Sumpah, Ali kalau seperti ini makin tidak bisa lepas dari Ily. Gadis ini terlalu menggemaskan untuk di ganti dengan perempuan lain.
"Udah jangan nangis, nanti di ketawain bi Diah loh kalau di dengar keluar," ujar Ali, tangannya dengan telaten merapikan rambut yang menutupi kening gadis itu, mengusap keringat dan air matanya dengan lembut.
"Tapi jangan mau sama Camel om.." rengeknya sesenggukan.
Ali mengangguk dan mencium rambutnya. "Iya, udah ya nangisnya? Kamu turun dulu, om mau pakai baju."
Ily menggeleng. "Nggak mau."
"Nanti kalau di lihat Mama gimana? Bentar doang pakai baju aja, ya?"
Ily masih menolak bahkan makin memeluk laki-laki itu dengan erat, seperti anak kecil yang tidak bisa lepas dari pelukan Ayahnya, membuat Ali hanya bisa menghela napas dan mengalah saja.
Dua menit lamanya gadis itu diam, berusaha meredakan sisa isakannya agar tidak sampai terdengar keluar, dia menempelkan pipinya di cekuk bahu Ali sambil sebelah tangannya bergerak memutari puting kecil milik laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OM Tetangga [PART LENGKAP]
Ficção AdolescenteAli adalah definisi jagain jodoh sendiri, di jaga sejak bayi lagi. "Lopyu om Ayiiii!" "Heh! giginya belum tumbuh juga, jangan bilang love you love you an lagi ya?" "Lopyu banyak banyak om Ayiiiiii!" "Ily, sana dek di panggil Bunda tuh suruh mandi." ...