Bab 5-Bella Marah

3.9K 182 8
                                    

Udah pencet bintang di kiri bawah? Cusss lanjut baca😘

***

Bella menatap selembar kertas dengan coretan tinta merah yang membentuk angka tujuh dengan nol di sebelahnya. Gadis itu langsung menelungkupkan kepalanya ke atas meja. Parah, ia harus remidi kalau begini. Waktu itu nilai tugas Matematikanya saja jelek, sekarang nilai ulangan Bahasa Indonesianya yang jelek.

"Kenapa lo?" tanya Tyas. Ia santai-santai saja karena mendapatkan nilai lumayan bagus, 85. Setidaknya tidak akan remidi.

"Gue remidi," sahut Bella seraya mengangkat kepalanya.

Tyas memasang wajah iba, tangannya terulur lantas mengelus surai panjang Bella. "Yang sabar ya."

"Sabar banget gue."

Gerakan tangan Tyas yang tengah mengelus rambut Bella terhenti ketika melihat Keano berjalan melewati tempat duduknya. "Kira-kira Keano nilainya berapa?" tanyanya dengan menatap Bella.

"Biasanya nggak beda jauh sama gue, tapi lebih tinggi dari gue." Inilah yang Bella benci. Ia rajin belajar dan Keano terlihat tidak pernah belajar, tetapi selalu saja sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, nilai Keano lebih tinggi dari nilainya.

"Berarti dia lumayan pinter dong. Keturunan kali ya, dari orang tuanya," asumsi Tyas.

Bella mengangkat bahunya. "Nggak tahu juga sih."

"Eh, ngomong-ngomong soal orang tua Keano. Kok gue nggak pernah liat bokapnya ke sekolah. Yang ambil rapor pasti nyokapnya," heran Tyas, sesekali ia melirik ke arah Keano yang tengah duduk di kursinya yang berada di belakang kursi Bella. Lelaki itu terlihat fokus bermain ponsel dengan telinga yang disumpal headset.

"Iya sih, soalnya Keano tinggal sama nyokapnya doang."

Tyas memasang wajah penasaran. "Loh, bokapnya di mana?"

Bella menyandarkan punggungnya ke kursi, kemudian memutar tubuhnya menghadap Tyas sepenuhnya. "Setahu gue masih di Australia, kayaknya sibuk kerja di sana."

Tyas mengangguk-angguk mendengar ucapan Bella.

Menyadari sesuatu, Bella menyipit curiga. "Lo kenapa deh nanya-nanya si Keano? Suka?" tebaknya.

Tyas menyemburkan tawanya mendengar pertanyaan Bella yang satu itu. "Nggaklah. Ngapain gue suka sama buaya macam Keano? Gue cuma penasaran aja."

Bella mengangguk setuju. "Bener. Jangan suka sama dia," sahutnya, kemudian beralih menatap ponsel, mulai fokus menggulir media sosialnya.

Tanpa Bella sadari, senyum yang tadinya bertengger di wajah Tyas berangsur luntur. Gadis itu memandang Bella dengan sorot yang sulit diartikan. Tak berselang lama seringaian tipis muncul di wajahnya.

***

Bella berjalan santai menuju gerbang sekolah. Ia lantas merogoh saku roknya untuk mengeluarkan ponsel, bersiap memesan ojek online. Namun, di detik setelahnya terdengar suara motor berhenti tepat di depannya. Ia mendongak, keningnya berkerut saat menatap lelaki dengan helm berwarna hitam.

Kaca helm terbuka, menampilkan wajah Bagas dengan senyum manisnya. "Mau bareng?" tawarnya.

Untuk sekian detik, Bella mematung, menatap kagum ke arah Bagas. Namun, dengan cepat ia kembali menormalkan ekspresi wajahnya. "Kok lo lewat sini?"

"Iya. Tadi gue ada keperluan di cafe deket sini. Jadi, gimana mau bareng nggak?" tanyanya lagi.

"Boleh deh," jawab Bella. Anggap saja rezeki, jangan ditolak, sekalian menghemat uang karena tidak perlu memesan ojek online.

Playing with Kiss (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang