8 - Akhir Kita

31 3 0
                                    

Malam yang disertai badai bukan hanya badai dari alam, tapi juga badai dari hidupnya. Pria itu menarik lengan istrinya satu-satunya wanita yang baru sekarang dia cintai.

Diluc: "Jean, jangan pergi kumohon! Aku janji aku akan berubah! Aku hanya butuh waktu untuk mengatur semuanya lagi Jean!"

Diluc memeluk istrinya dengan erat berusaha menahan istrinya untuk tidak pergi meninggalkan rumah. Ditengah badai yang menerpa dengan kencang ada badai lagi yang menerpa hati mereka berdua. Diluc pikir mereka hanya butuh waktu untuk bisa berubah. Diluc kira semuanya sama seperti lalu dimana mungkin dengan memberikan Jean waktu sendiri. Lalu Diluc merenungkan perbuatannya maka mereka berdua akan saling memafkaan.

Jean: "Kamu butuh waktu?! Berapa lama, Luc? BUTUH BERAPA LAMA!"

Jean: "Kamu pikir delapan tahun selama ini aku beri kamu waktu itu untuk apa?!"

Jean: "Semua orang juga akan lelah dengan waktu, Luc."

Jean: "Diluc, kamu terlambat."

Diluc: "Maaf Jean, aku mohon--"

Diluc terjatuh ke lantai memeluk kaki istrinya memohon dengan sangat agar dia tidak ditinggalkan sendirian. Dia takut harus menghadapi semuanya sendirian lagi.

Jean: "Tidak bisa Aku sudah terlalu dan terlanjur lelah denganmu. Kalaupun aku mengampunimu apa kamu mau bersama dengan orang yang tak lagi bisa menatap matamu? Apa kamu mau bersama dengan orang yang kosong hatinya terhadapmu? Kalau aku jadi kamu... Aku tidak mau bersama boneka yang hatinya kosong, Luc."

Diluc: "Jadi waktupun tak bisa memulihkan kondisi kita?"

Jean: "Tidak bisa"

Jean: "Kau lihat Diluc aku sudah memberimu waktu sebulan untuk berpikir baik-baik. Memang benar adanya kalau lebih baik aku mengakhiri semua ini."

Diluc: "Jadi Jean mau apa?"

Ucap Diluc memelas pada istrinya dan memeluk kaki istrinya.

Jean: "Aku ingin kita cerai"

Diluc: "Kenapa Jean? Bukankah aku sudah berusaha untuk membuatmu senang?"

Jean: "Kenapa baru sekarang sih Luc? Selama tujuh tahun kamu memperlakukanku dengan dingin seperti itu? Selama tujuh tahun aku memanggilmu dengan halus, namun jawabanmu selalu ketus."

Diluc: "Tapi Jean bukankah aku sudah berusaha untuk berubah?? "

Jean: "Kau terlambat"

(Brak!)

Pintu pun terbanting dan wanita yang dia sayangi itu pergi meninggalkan rumah. Diluc sekarang hanya bisa melihat perempuan yang dia sayangi meninggalkan rumahnya. Sakit sekali rasanya sakit sekali melihat perempuan yang dia sayangi tidak mau lagi melihat wajahnya.

Diluc: "Jean..."

Diluc berjalan dengan tubuh yang terasa ringan. Kakinya melangkah masuk ke dalam kamar yang berantakan. Dadanya terasa sakit entah ini karena emosinya atau karena hal lain. Nafas pria itu terasa sesak dia mengambil air dan obat antidepresan miliknya. Dia pikir mungkin dengan menelan obatnya dia akan membaik setidaknya pikirannya akan membaik.

Diluc: "Argh... Sakit..."

Namun tidak rasa sakit di dadanya belum menghilang. Diluc dengan jelas dapat merasakan jantungnya berdebar-debar. Mungkin saja ini akibat dari Diluc dari terlalu sering bekerja. Ditambah kondisi mentalnya yang benar-benar memburuk beberapa bulan terakhir. Dia hanya bisa terus meremas dadanya dan menarik napas. Tangannya bergetar dengan hebat dan suara-suara dikepalanya mulai memarahinya.

Tak LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang