Dainsleif duduk bersama putrinya di ruang tamu dari Diluc, sedangkan pria itu dibantu untuk duduk di sofa oleh Aether. Ini sudah seminggu sejak mereka sepakat untuk tinggal bersama Diluc demi menjaga nyawa seseorang yang begitu rapuh.
Dainsleif: "Tuan Diluc, saya gak masalah kok dengan harus meninggalkan rumah supaya bisa bantu Lumine urus tuan Diluc. Cuma memang sampai sore saya dan Aether harus masuk kantor, tapi kalau malam kita bisa bantu Lumine buat bantu jaga tuan Diluc."
Andai kau tahu Lumine sampai harus hampir beradu mulut dengan kakak dan papanya agar mereka mau menuruti permintaan Diluc. Gadis itu benar-benar nekat dia sampai mengepak barang-barangnya sendiri dan mengangkat barang-barangnya sendiri ke rumah Diluc. Kalau bukan karna rasa sayang seorang papa dan kakak mungkin keduanya tidak akan mengikuti Lumine mengingat perbedaan status mereka. Lumine ingat jelas bagaimana papanya memarahi dia karena meminta papa dan kakaknya sampai berlutut cuma agar mereka mau menuruti permintaan Diluc. Sampai dimarahi dan dia mengambil koper dan barang-barangnya sendiri dia bawa pakai taxi online. Namun toh namanya orangtua mau marah seperti apapun pada anaknya tetap saja luluh melihat anaknya. Dainsleif sendiri tahu persis perasaan yang Lumine alami sekarang. Karena dia dulu juga persis seperti ini almh. istrinya bahkan sampai rela membuang kekayaan dan status demi mengikuti dia.
Diluc: "Om mau kan di sini?"
Dainsleif: "Iya mau gak apa-apa saya anggap tuan seperti anak saya sendiri."
Diluc: "Om kenapa di rumah ART?"
Dainsleif: "Saya gak enak kalau harus tinggal dalam rumah ini jadi saya lebih pilih tidur dengan Aether di rumah ART saja tuan. Tidak masalah kan cuma beda jarak lima meter dari rumah utama juga."
Diluc: "Tapi Lumine tidur denganku? Om kenapa gak?"
Dainsleif: "Saya masih belum enak untuk masuk dan tinggal dalam rumah tuan karena anak saya memang kekasih tuan, tapi saya ini cuma papa dari anak saya. Saya rasa saya gak ada hak untuk masuk ke dalam rumah dari anak mantu saya."
Diluc: "Kalau nikah om mau masuk?"
Dainsleif: "Kalau memang tuan bersedia dan mengizinkan saya dan Aether masuk kami akan masuk nanti."
Dainsleif: "Ya sudah ini juga sudah mau pergi terapi kan? Sekalian sama Lumine shift pagi, ya saya pamit pergi kerja dulu yah tuan."
Aether: "Tuan Diluc aku juga pamit yah mau ke kantor biasa ngurus proyek."
Diluc: "Nama atau kakak"
Aether: "Eh?"
Lumine: "Katanya panggil nama atau kakak saja, kak."
Aether: "Oh! Aku pamit ke kantor dulu ya bro!"
Diluc: "Iya, hati-hati"
Lumine membantu Diluc untuk memegang sendok dan piring untungnya beberapa hari ini Diluc sudah bisa memegang benda yang agak berat. Jadi dia sudah bisa makan sendiri meski masih sedikit belepotan. Lumine dengan sabar membersihkan mulut Diluc dengan tissue saat belepotan.
Lumine: "Sudah habis yah sarapannya, Adel ini bekalnya sudah dibuat sampai sore nanti kan buat kita berdua?"
Adelinde: "Iya nyonya itu sudah buat nyonya dan tuan sampai sore di RS"
Lumine: "Oke sip, makasih yah Adel!"
Adelinde: "Nyonya ini barang-barangnya bapak dan tuan Aether mau dibantu rapikan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Lagi
Fiksi PenggemarSewindu bagi Diluc bukanlah hanya makna hiperbola semata sebab memang nyatanya dia sudah sewindu bersama seorang wanita yang dia cintai. Wanita yang selama tujuh tahun terakhir dia perlakukan dengan dingin. Bodoh memang kalau dipikir kekanak-kanakka...