"Hai kata. Untuk apa kau tercipta jika tak bermakna?"
—Cherry Anastasya—
Happy reading....
*****
"Cuih!"
Sekar tertawa, "Gila lo, Bim. Itu ludah gak habis-habis setiap hari lo keluarin."
Bima duduk di atas meja, memainkan topi sekolahnya dengan cara melemparkannya ke atas beberapa kali, "Air ludah gue kagak bakal habis kalau buat si cupu."
Semua orang di kelas itu tertawa. Rasanya sangat seru kalau membahas soal si cupu, alias Nadia. Gadis dengan seribu keanehannya itu mampu menambah dosa karena sering jadi bahan omongan.
Salahkan saja Nadia. Kenapa juga dia berpenampilan aneh? Bukan hanya penampilan, sikapnya yang cenderung pendiam juga berpengaruh besar bagi nasibnya sendiri di sekolahan.
"Ssstt...! Si cupu datang," bisik Cindy.
Seluruh penghuni kelas menoleh ke arah pintu, menyambut kedatangan Nadia dalam hening.
Sepasang sepatu lusuh masuk ke dalam kelas. Kakinya melangkah ragu, menyiratkan sebuah ketakutan besar seolah sedang menghadapi ribuan pisau yang siap menancapkan diri di tubuhnya.
"Woi! Cupu! Lihat bawah mulu lo perasaan. Cari duit ilang apa gimana?!"
Gadis dengan rambut dikepang dua dan berkacamata tebal itu mendongak, hanya sebentar sebelum menunduk lagi. Melanjutkan perjalanan menuju bangkunya, menghiraukan pertanyaan mereka.
"Dia bukan lagi cari uang guys, dia lagi merhatiin sepatunya yang udah mengkap-mengkap itu loh," ucap Maya yang sontak membuat teman-temannya terbahak.
"Gue heran. Itu sepatu kan buat cowok, kenapa malah dia pakai?"
"Ho'oh. Mana kebesaran lagi."
Nadia melepaskan tas sekolahnya dari punggung lalu menaruhnya di atas meja. Gadis itu sudah hampir duduk di bangku, namun satu pemandangan yang sama seperti hari kemarin terlihat lagi. Membuat dia mengurungkan niatnya itu.
Membuka tas sekolah gadis itu mengambil tisu dari dalam sana. Dia menahan diri agar tidak muntah saat membersihkan kursinya dari air ludah.
Matanya memanas. Di dalam hati dia selalu bertanya, apa sebenarnya kesalahannya? Kerugian macam apa yang mereka dapat karena kehadirannya? Karma siapa yang sedang dirinya tanggung?
Tapi dia tak pernah mendapatkan jawabannya.
"Kok di lap sih ludah gue? Itu wangi loh. Bisa buat parfum," tukas Bima seolah kecewa dengan tindakan Nadia.
Sekali lagi semua orang menertawakannya. Padahal perkataan Bima tidak ada lucu-lucunya, atau apakah mungkin selera humornya sendiri yang terlalu tinggi?
"Makanya jadi orang tuh normal dikit!" Sekar mendorong kepala Nadia.
Gadis itu membenarkan letak kacamatanya yang miring gara-gara tindakan Sekar. Tak ada perlawanan, Nadia cukup takut untuk melawan, apalagi tak ada satu orang pun yang ada di pihaknya.
Bisa jadi sekali membalas dia akan diserang oleh semua penghuni kelas nanti.
"Guys, lihat deh." Cindy menenteng tas Nadia penuh jijik.
"Balikin tas aku!" Nadia beranjak berdiri dan mengejar Cindy yang membawa lari tasnya.
"Tangkap, Maya!" Cindy melempar tas pada Maya.
Cewek itu sudah siap menangkap tas Nadia, namun sesuatu yang mengejutkan terjadi. Ternyata tas tersebut masih terbuka setelah Nadia mengambil tisu tadi, membuat isi dalam tas ikut berhamburan keluar saat Cindy melemparnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurang dari Tiga
Teen Fiction"GUE PACAR LO!" Cherry tersentak kaget mendengar bentakan Raka. "Apa masih kurang perhatian gue sama lo selama ini, Cher?!" tanya cowok itu dengan napas tersengal. "Apa-apa Nadia, apa-apa Nadia. Gue lo kemanain?!" "Raka, Nadia itu temen aku." "TAPI...