Hoax

413 119 312
                                    

"Semuanya aman di bawah kendaliku."
-Bunda Pluto-

******

Cantik, seksi, jago masak dan juga keibuan, serta bergelimang harta tentunya. Mungkin itulah alasan Iel dan beberapa anak lainnya bersedia menjadi anak angkatnya Bunda Pluto.

Anak-anak angkat Bunda Pluto tidak tinggal bersama dirinya. Melainkan sama seperti Iel. Anak-anak itu tinggal bersama dengan keluarga kandung masing-masing. Mereka hanya mengunjungi rumah Bunda Pluto jika ada keinginan yang tidak bisa dipenuhi oleh orang tua kandung mereka. Atau jika Bunda Pluto memanggil mereka untuk melaksanakan sebuah tugas.

Layaknya sebuah keluarga yang sudah pasti ada yang berperan sebagai ayah, ibu, kakak, abang dan adik. Keluarga Bunda Pluto dengan anak-anak angkatnya juga ada yang seperti itu. Namun bukan Bunda Pluto namanya jika tidak aneh.

Anak-anak angkatnya Bunda Pluto memiliki peran yamg berbeda-beda. Ada yang berperan menjadi psikopat, pemburu, pembantai dan perangkai.

Walaupun bergelimang harta, Bunda Pluto adalah sosok wanita yang sederhana.

Seperti saat ini misalnya. Alih-alih memasak makanan mahal yang biasa dimasak oleh mbak-mbak masak di kamar cek! Bunda Pluto lebih memilih untuk memasak tumis kangkung dan sambal kentang ati Aksa.

"Emang ya ati brondong itu selalu nikmat." Monolog Bunda Pluto sambil mencicipi masakannya.

Setelah dirasa sudah matang, Bunda Pluto mulai menata makanannya di atas meja makan.

"Kayaknya aku harus nawarin tuh bocah deh, ini kan hasil kerja kerasnya." Monolognya lagi sambil meraih ponsel yang ada di atas meja makan.

Lalu jari-jari lentiknya, menekan dua belas  angka di ponselnya. Entah apa alasannya, Bunda Pluto tak pernah menyimpan apapun di ponselnya, termasuk nomor telepon. Untunglah Bunda Pluto memiliki ingatan yang baik.

"Halo sayang! Mau makan malam sama Bunda?"

" ... "

"Kenapa anak Bunda suaranya jadi gini?"

" ... "

"Jangan jadi anak yang penakut!"

" ... "

"Pura-pura sakit aja. Pasti perhatian mereka teralihkan."

" ... "

"Bunda pernah kasih kamu beberapa obat yang warna-warni. Nah, sekarang kamu minum yang warnanya kuning. Dua menit setelah minum obat itu kamu langsung demam."

" ... "

"Merengeklah ke Mama jangan manggil Dokter dengan alasan takut disuntik. Karena kalo sampe manggil Dokter, semua orang bakal tau kalo kamu gak punya detak jantung."

Tuutt ....

Sambungan telepon diputus secara sepihak oleh lawan bicara Bunda Pluto.

"Dasar bocil cengeng," gumam Bunda Pluto sambil menyeringai, lalu melahap makanannya.

*****

21.25

Rumah Winter

Janda tiga anak itu sedang memeras handuk kecil dalam wadah baskom. Ditempelkannya handuk kecil itu pada dahi putri kecilnya. Ya ... walaupun oknum yang dimaksud sudah genap berusia lima belas tahun sekarang. Tetapi tetap saja Winter masih menganggapnya anak kecil.

"Kak?" panggil Winter lembut.

Oknum yang dipanggil langsung mengerti apa maksud ibunya. Lantas ia menarik selimut dan membelakangi Winter.

"Nggak Mam. Kakak takut disuntik!" sentaknya.

"Dih udah gede masih takut disuntik," sinis Iel yang berada dipangkuan Winter.

Iel mendadak menjadi sangat jutek kepada Ina sejak dua jam lalu. Karena sejak Ina demam, Winter lebih memperhatikan Ina. Dan menurut Iel itu adalah sebuah pelanggaran. Karena sejatinya tahta tertinggi di sebuah keluarga itu adalah anak bungsu. Dan itu mutlak!

"Nggak Kak. Gak bakal disuntik kok," ucap Winter lembut menenangkan.

"Udahlah Mam. Yang gak mau jangan dipaksa, mending temenin Dedek bobo yuk!" sahut Iel dengan nada orang yang dibakar api cemburu.

"Yaudah si, sana keluar dari kamar Kakak! Suh-suh!" usir Ina sambil mendorong punggung Iel, yang menyebabkan Iel semakin tenggelam di pelukan sang ibu.

"Wah, kalo masih bisa adu bacot gini si, Mama gak usah khawatir. Udah bubar! Bubar! Besok juga udah bisa jajan keripik kaca lagi dia," sela Izam sambil berlalu keluar dari kamar Ina yang berhasil membuat Winter terkekeh.

"Kak. Mama di kamar Dedek ya, kalo ada apa-apa panggil aja ya, sayang," ucap Winter sambil menepuk-nepuk paha Ina dari balik selimut.

Winter mendekatkan wajahnya dengan wajah Ina. Niat hati ingin mencium pipi si anak tengah, tetapi aksinya digagalkan oleh telapak tangan anak bungsu yang menahan bibirnya.

"Mama jangan cium Kakak! Nanti ketularan sakitnya," ucap Iel.

"Bilang aja kamu cemburu bocil!" sahut Ina.

Tak ingin membiarkan perdebatan semakin panas, Winter tersenyum kepada keduanya. Lalu segera bangkit sambil menggendong Iel seperti koala.

*****
Di kamar Iel

Sejak pulang dari perkemahan dua hari yang lalu, Iel menjadi anak yang penakut. Setiap malam ia tidur dengan Winter. Bahkan, untuk ke toilet saja harus diantar.

Winter paham betul jika anak bungsunya ini sedang mengalami trauma. Bagaimana tidak? Setelah menyaksikan pembunuhan berantai yang merenggut tiga belas nyawa sahabatnya. Sekarang anak bungsunya itu menemukan Aksa yang setahu Winter adalah teman dekatnya Iel, mati mengenaskan.

Terlebih lagi sekarang si pembunuh belum tertangkap.

Winter sudah berencana untuk membawa Iel ke psikiater. Tetapi karena satu dan lain hal, rencana Winter belum terealisasikan.

"Dek, Mama tahu apa yang bikin Dedek takut. Udah ya, jangan takut. Nanti juga pembunuhnya ketangkep. Kan yang kasus sebelum ini juga udah ketangkep." Winter menenangkan Iel.

"Kalo pembunuhnya udah ketangkep, aku gak bakal ada di sini, Mam," batin Iel.

*****

Genius | Misteri ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang