"Sudah kubilang 'kan? Kalo Kamu itu otak udang."
-Aurelia-*****
Ting!
+62 - xxx - xxx - xxx
Anda sedang frustrasi? Gagal meraih sesuatu? Dan berencana untuk bunuh diri? Bergabunglah dengan kami! Anda akan punya pengalaman bunuh diri yang paling mengesankan.
Join : https://xxx.xxx
Di waktu yang sama namun di tempat berbeda ke tujuh anak pra remaja itu mendapatkan pesan whatsapp dari nomor yang tidak dikenal. Enam dari dari mereka memilih untuk mengabaikannya. Tetapi berbeda dengan Ayu.
*****
Akhirnya hari yang dinantikan oleh Ghea pun tiba. Ya! Hari ini adalah hari pertama penilaian akhir semester berbasis tes lisan. Sesuai dengan kalimat pertama, hanya Ghea dan guru-guru lain yang menantikan hari ini.
Para murid justru malah berharap mereka bisa meloncati waktu satu minggu ke depan.
Memangnya siapa sih yang mau mengurusi tiga serangkai ; x, y dan z? Atau mengelompokkan organ sesuai fungsinya?
Penilaian dilaksanakan selama lima hari, dengan tiga mata pelajaran perhari.
"Baiklah, sesuai pengumuman kepala sekolah tadi, penilaian akan dilaksanakan menggunakan sistem tes lisan."
Ghea berdiri bersandar di samping papan tulis. Matanya begitu aktif memperhatikan ekspresi wajah para siswanya. Ia sedang mengamati mana siswa yang tegang dan biasa saja.
Dan ya seperti biasa, siswi yang duduk di sudut ruangan dekat jendela adalah siswi yang paling santai. Siapa lagi kalau bukan Sahira Aurelia Metea. Bahkan anak itu masih bisa mengumbar senyum manisnya kepada semut-semut yang lalu-lalang di tembok.
Berbeda dengan Elza Al Zara. Siswi yang duduk di bangku paling depan ini terlihat sangat begitu tegang. Ghea sudah mengira bahwa muridnya yang satu ini akan begitu tegang.
Karena seingat Ghea, Elza tak pernah mendapatkan nilai sempurna saat tes lisan. Namun ketika tes tertulis atau tugas lainnya Elza lah satu-satunya murid yang tak pernah mendapatkan nilai kurang dari seratus.
Selain Elza, lima murid lain pun tak luput dari perhatian Ghea. Termasuk Septi.
Ketika mendengar Septi mendapat musibah, Ghea merasa idenya itu percuma. Karena sebenarnya, alasan Ghea mencetuskan ide penilaian berbasis tes lisan ini adalah untuk membantu Septi, Ayu dan Ninda.
Ghea tahu apa alasan anak-anak ini tidak pernah masuk ke daftar ranking sekolah, padahal dibanding dengan Elza si juara satu itu, ketiga anak ini jauh lebih unggul daripada Elza.
"Tapi tenang saja, kalian hanya perlu menjawab empat soal dengan benar untuk mendapatkan nilai seratus." Ghea mulai berjalan mendekati bangku murid-muridnya.
"Tapi jika misalnya kalian hanya bisa menjawab dua soal dengan benar kalian akan saya berikan nilai KKM, yakni tujuh puluh lima. Jika kalian bisa menjawab tiga soal maka nilai kalian adalah delapan puluh lima. Namun, kalau hanya mampu menjawab satu soal, nilai kalian hanya tiga puluh. Mengerti?" lanjut Ghea panjang lebar.
Para siswa hanya mengangguk tanda mengerti.
"Baiklah acungkan tangan jika tahu jawabannya."
"Pertanyaan pertama, apa yang dimaksud dengan organisme uniseluler?"
Siswa berkacamata yang duduk bersebelahan dengan Iel mengacungkan tangannya.
"Ya, Javier, apa jawabannya?" Ghea menatap Javier dengan tatapan serius.
Mendapat tatapan seperti itu, air liur Javier serasa membeku di tenggorokan. "O-org-ganisme yang hanya memiliki satu sel."
"Betul! Nilai kamu tiga puluh sekarang Javier."
"Pertanyaan selanjutnya, dua ekor sapi pada sebuah karapan disebut sebagai?"
Bocah berkacamata itu mengacungkan tangannya kembali."Populasi."
"Betul! Pertanyaan ketiga, kulit pohon yang sudah tua terlapisi oleh jaringan gabus. Fungsi dari jaringan gabus tersebut adalah?"
Kini giliran Andi yang mengacungkan tangannya. "Melindungi jaringan epidermis yang ada di dalamnya."
Ghea tersenyum sambil mengangguk kepada Andi.
"Waw! Ada apa dengan ranking satu kita?" sindir Ghea sambil menepuk pelan pundak Elza.
Pertanyaan terus berlanjut, hingga akhirnya menyisakan 8 orang siswa ; Iel, Elza, Ayu, Ninda, Septi, Rizal, Novan, dan Jhio. Dengan nilai Iel memimpin yakni delapan puluh lima, sedangkan yang lain mendapat nilai yang sama ; tiga puluh.
"Yang lain sudah keluar dengan nilai seratus. Kalian? Fyuh ... mau jadi apa kalian di masa depan?"
Hening. Tak ada yang berani menjawab.
"Baiklah karena waktu tinggal dua menit lagi, ini adalah soal terakhir."
"Mulut, kerongkongan, lambung dan usus merupakan kelompok organ?"
Iel, Ninda, Ayu dan Septi mengacungkan tangannya. Namun Iel sepersekian detik lebih cepat dari mereka.
"Apa jawabannya, Sahira?" tanya Ghea sambil menatap Iel.
"Pencernaan," jawab Iel lugas.
Triiiiing!
"Ya! Benar dan bel sudah berbunyi maka penilaian mata pelajaran IPA saya nyatakan selesai. Selamat siang." Ghea keluar begitu saja meninggalkan ke delapan anak pra remaja itu.
Seperti biasanya, Ninda, Ayu dan Septi berkumpul di bangku Ninda. Sedangkan Elza sedang misuh-misuh sendiri di bangkunya.
Iel berjalan mendekati tiga serangkai yang sedang berkumpul itu. "Masih mau belajar abis ini? Percuma!" Bocah itu terkekeh lalu mengulas senyum sombong.
Senyum itu setia terukir di wajah manisnya sampai akhirnya si pemilik senyum sudah berdiri di depan bangku Elza.
"Otak udang jangan sok, keras!" bisik Iel tepat di telinga kiri Elza.
Oknum yang dibisiki mengepalkan tangannya.
"Kalo aku hajar Iel sampe dia sakit, mungkin besok aku akan sedikit aman," batin Elza.
"Kurang ajar!" Elza menendang meja yang ada di depannya sampai terbalik.
"HEH ANAK MAMI! SINI LAWAN AKU KALO BERANI! JANGAN BISANYA CUMA NGEBACOT DOANG!"
Detik berikutnya Elza mengayunkan tangannya hendak memukul wajah Iel, namun berhasil Iel tangkis.
"Bentar, kenapa aku malah menangkis? Bukannya bagus kalo aku terluka dia bakal kena kasus?"
BUGH!
*****
"Jadi bukan Dedek yang mukul duluan, Mam," jelas Iel ketika Winter sedang membersihkan sisa darah di hidungnya.
"Oh gitu ... tapi Dedek gak boleh ngomong gitu, gak sopan," sahut Winter lembut.
Iel mengangguk sambil tersenyum manis kepada Winter.
"Gini ya rasanya punya ibu," ucap Iel sambil melingkarkan kedua lengannya di pinggang ramping Winter.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Genius | Misteri ✔
Mystery / ThrillerWinter adalah seorang single parent, yang sedang dibuat bingung oleh putri bungsunya. Pasalnya, putri bungsunya itu, berperilaku seperti seorang psikopat. Namun, seperti yang kita tahu, ciri-ciri psikopat dan sosiopat itu hampir sama. Jadi apakah be...