Antara Mama dan Bunda

415 60 535
                                    

Bunga matahari sangat cantik, kembang di waktu pagi.

Daunnya hijau, bunganya kuning.
Memikat kumbang lalu.

Bunga matahari sangat cantik, di halaman rumahku.

Darilah pagi hingga ke petang, tak jemu kumemandang.

Pagi ini seperti pagi di ujung minggu sebelumnya. Winter yang menjemur pakaian, Izam yang mencuci mobil dan Ina yang sedang bersenandung riang di depan bunga-bunga mataharinya. Ina berharap dengan ia bersenandung seperti itu bunga-bunganya akan tumbuh subur karena merasa bahagia. Padahal dua hari yang lalu bunga anggrek milik Winter mati karena dinyanyikannya.

Lalu di mana si bungsu Iel?

Sepertinya anak itu masih tidur di kamarnya. Setelah semalam ia maraton melihat film ... ah kalian tak perlu tahu film yang ditontonnya, karena filmnya sangat tidak ramah.

Byur!

Dengan sekonyong-konyong Izam menyiramkan air sabun bekas mencuci mobil ke arah bunga yang sedang dielus-elus oleh Ina.

"MAS! TANGAN GUE MUBAZIR BANGET SEKARANG KALO GAK DIPAKE BUAT NEMPELENG PALA LO!"

Izam yang masih tak sadar akan kesalahannya, mengernyitkan kening. "Ape sih ah!"

Ina beranjak dan mendekati kakaknya. "APE SIH APE SIH! LIAT! BUTA MATA LO?!"

Izam lalu menoleh. "Oh," sahut Izam acuh tak acuh, sambil terus melanjutkan kegiatannya.

Ina mendengus kesal. "Oh doang anjir! Minta maaf kek! Gak ada itikad baik sedikit pun."

"Eh yang harus minta maaf itu kamu ke bunga anggreknya Mama noh!" Mulut Izam monyong-monyong ke arah bunga anggrek yang mengering.

"Lagian ama yang lebih tua ngomongnya gue elo. Sangat tidak ramah sekali dirimu, bestie," lanjutnya.

Merasa kalah berdebat, Ina menghentakkan kakinya. "MAMAAA MAS IZAM NIH!"

Merasa dirinya terpanggil Winter datang menghampiri sambil mengelapkan tangannya ke ujung daster yang dikenakannya. "Apa sih? Masih pagi juga udah ribut?"

"Awali pagimu dengan keributan bestie," sahut Izam santai.

Mendengar Izam menyahut seperti itu, Ina semakin mencebikkan bibirnya. "Masnya tuh!" tunjuknya kepada Izam sambil diiringi hentakkan kaki.

"Kenapa Masnya, hm?" tanya Winter sambil tak sadar menyiramkan air bekas rendaman cucian ke arah bunga matahari milik Ina.

Melihat ibunya melakukan hal yang sama dengan sang kakak Ina melotot lalu berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya. "TUHAN BISAKAH AKU MENGHILANG?!"

"Si Kakak kenapa, Mas?" tanya Winter, heran.

Izam terkekeh pelan. "PMS kali dia, Mam."

*****

Berbeda dengan rumah Winter yang selalu ramai dengan canda tawa anak - anak, rumah Bunda Pluto pagi ini terasa sepi sekali. Ya ... walaupun biasanya seperti itu.

Namun pagi ini, rasa sepi itu begitu terasa di benak Bunda Pluto.

Di atas tempat tidurnya, ia menatap langit - langit kamarnya. Samar - samar ia mendengar tawa anak kecil dari luar. Merasa penasaran ia bangkit lalu membuka jendela.

Di luar sana, ia melihat Iel sedang berlari - lari di bawah derasnya air hujan. Lalu di belakangnya Bunda Pluto melihat dirinya sedang mengejar Iel.

Bunda Pluto tahu bahwa ia sedang berhalusinasi sekarang. Namun entah mengapa ia sangat tertarik itu menyaksikan pemandangan itu.

Genius | Misteri ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang