08. Berakhir
Mungkin, dunia akan indah jika aku tidak dilahirkan.
Kamu mendengar apa yang aku ceritakan, tapi tidak mengalami apa yang aku alami.
Tuhan maaf aku lelah
Brenda Zefanya.
.....
"Kamu pergi aja, Gas. Pacarin tuh Derai. Aku gak peduli, sekarang aku gak mau lagi berhubungan sama kamu. Kamu tuh sukanya ngekang mulu, tanpa tau perasaan aku. Aku mau apa yang aku mau, bukan apa yang kamu mau. Ini aku! Bukan kamu! Jadi terserah aku mau ngelakuin apa aja."
"Iya aku capek sama sikap kamu yang selalu ngatur-ngatur, terus gak tau dirinya kamu juga deket sama cewek. Mau kamu apa? Kalo udah gak suka sama aku bilang, iya tau dulu aku pernah bilang jangan tinggalin aku, tapi inget kalo misalkan kamu udah gak cinta sama aku dan gak mau lagi deket sama aku, aku bakal ngejauh walau aku masih punya rasa sama kamu. Aku gak bakal ngemis-ngemis minta bertahan!"
Largas masih tetap diam, membiarkan Brenda mengeluarkan semua unek-uneknya, walau ia ingin mengelak, namun lidahnya teraasa kelu. Kedekatan dirinya bersama Derai hanyalah sebatas teman, hatinya masih terisi penuh oleh nama Brenda.
Permasalahan Largas yang katanya mengekang Brenda adalah karena Largas tidak menyukai cara berpakaian yang Brenda kenakan, terlalu terbuka dan itu bisa berdampak buruk pada Brenda sendiri. Bukannya orang-orang selalu menilai buruk tanpa melihat aslinya terlebih dahulu?
Maka dari itu, Largas hanya takut jika Brenda dicap sebagai perempuan nakal, tidak benar dan sebagainya. Largas hanya ingin yang terbaik untuk Brenda. Apa itu salah?
"Oke." Akhirnya Largas mengeluarkan suara, dia mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar, dia membalikan badan dan berjalan meninggalkan Brenda sendirian di taman, entah dimana Liam cowok yang tadinya terdampar di atas rumput itu telah menghilang.
Setelah kepergian Largas, Brenda langsung terisak, sebenarnya ini semua bukan salah Largas. Largas mencintainya dengan sangat tulus, bahkan ia juga tau kedekatan Largas dan Derai hanyalah sebatas teman, namun dia teringat akan ingatannya semalam. Brenda terpaksa!
"Maaf aku terpaksa, bohong Gas. Semuanya bohong, apa yang tadi aku ucapin ke kamu itu semua bohong. Justru aku merasa beruntung karena diperhatikan, beda sama Mama yang ngelirik aku aja jarang."
"Maaf, Agas. Kamu baik banget, makasih udah singgah. Aku sayang kamu selamanya." Serelah berucap, Brenda segera bangkit dari kursi saat mendengar suara bel masuk.
"Derai, aku cinta sama kamu, mau gak kita ngejalanin hubungan lebih dekat?" ungkap Rafael menatap manik biru pucat yang bergerak-gerak itu. Derai menundukan kepala, dia bingung harus menjawab apa. Alasannya karena Derai tidak dekat dengan Rafael, bahkan dia juga belum mengenal sosok Rafael lebih dalam.
Yang dia tahu, Rafael masuk ke dalam deretan mos wanted boy di SMA Kejora dan Rafael juga seorang playboy sama seperti Liam. Tidak ada yang menarik di mata Derai, iya tahu Rafael tampan. Tapi Derai tidak memandang tampan atau tidaknya, Derai hanya ingin orang itu benar-benar tulus mencintainya apa adanya dan menerima segala kekurangan dia. Satu lagi, Derai ingin orang itu asik ketika diajak berbicara.
"Gakpapa gak jawab sekarang," ucap Rafael sambil menghela napas, kemudian dia mengusap rambut putih Derai. Cewek itu tidak menolak, dia takut melukai hati Rafael karena dia selalu menolak perlakuan baik cowok itu.
"Rambutnya lucu," celetuk Rafael sambil terkekeh, Derai ikut tersenyum menanggapi. Hening kembali menyapa, keduanya diselimuti oleh rasa canggung, dari dalam hati Derai terus meneriaki bel masuk, agar segera berbunyi.
Biar aku iket mau?" Derai mengangguk saja, dia juga mau tau apakah Rafael bisa mengikat rambutnya atau tidak. Tentu saja respons Derai membuat cowok itu tersenyum senang.
Kemudian dia melepas bandana hitam yang terikat di kepalanya, dan mulai mengikat rambut putih derai dengan bandana itu. Senyuman yang selalu terlihat sangat manis itu kembali terpancar di bibir indah Rafael, dia telah berhasil mengikat rambut Derai menggunakan bandananya.
"Selesai, kamu makin cantik," ujar Rafael sambil kembali memainkan rambut Derai. Derai tersenyum lagi, akhirnya dia memberanikan diri menatap Rafael.
"Rafa, maaf aku belum bisa. Soalnya aku belum deket sama kamu dan belum kenal kamu lebih dalam," jelas Derai dengan wajah memerah, menahan malu, gugup sekaligus rasa bersalah.
Rafael tertawa kecil, kemudian mengangguk. "Gakpapa santai aja, yang penting jangan ngehindar ya, pas gue mau nyamperin."
"Iya, Rafa. Aku mau jadi temen kamu."
"Itumah gampang, kita udah temenan sekarang." Derai tersenyum lebar, dia sangat beruntung karena ternyata Rafael sangatlah baik tidak seperti yang ia bayangkan.
"Ayo ke kelas, bel masuk udah bunyi," ajak Derai meraih tangan Rafael. Saat Derai sudah berdiri, Rafael tetap diam dari posisi duduknya. Cowok itu malah menatap lapangan basket yang terlihat sangat panas, karena siang ini matahari begitu terik.
Untungnya di sisi lapangan, tempat Derai dan Rafael berada ada sebuah pohon besar entah pohon apa, yang bisa melindungi mereka dari paparan sinar matahari.
"Kamu duluan gih," suruh Rafael membuat Derai bingung.
"Kenapa? Kita barenga aja. Kan kelas kita sebelahan," kata Derai dia terus menarik-narik tangan Rafael agar cowok itu beranjak dari duduknya.
"Kamu duluan ya, aku ada urusan." Suara Rafael menjadi semakin lembut, dia berharap Derai bisa mengerti.
"Oh ada urusana ya? Yaudah aku duluan," pamit Derai sambil cengengesan, dia jadi malu karena memaksa Rafael agar bareng ke kelas.
Rafael tertawa kemudian mengangguk lagi. "Iya, sana. Nanti pulang bareng."
KAMU SEDANG MEMBACA
LARGAS [Selesai]
Teen FictionUntuk bumiku yang terus berputar mengelilingi isi kepala, ku sampaikan bahwa kamu telah berhasil ku peluk. ᴸᴬᴿᴳᴬs Start : 21 Desember 2021 Finish : 9 april 2022 Diah Lestari__