Sebelum Kiran tidur tadi, Sadam dan Rhea melakukan group video call, untuk mengecek kondisi anaknya. Waktu di Belgia masih cukup terang, hanya berbeda 6 jam lebih mundur dari waktu di Jakarta. Sadam bilang dia baru saja keluar dari auditorium dan sedang menuju hotel. Sedangkan Rhea yang berada di Adeilade, Australia, bilang di sana sudah cukup malam. Aga menelpon mereka pukul 20.30, kira-kira mungkin di tempat Rhea sudah pukul jam 12 malam.
Dan seperti biasa, Kiran si bawel ini pastinya melapor kalau tadi makan es krim dengan gurunya, alias bu Ayu. Aga kira mereka berdua hanya akan meng-iya-kan saja ucapan Kiran, tapi malah merembet meledek Aga yang menyuruh untuk mendekati Ayu.
"Itu kan maunya Kiran, gue sih cuma nge-iya-in aja. Daripada anak lu ngoceh terus, mbak." Sangkalan pertamanya.
"Hahaha... Gak apa-apa kali, Ga. Masih single tuh si bu Ayu. Manis lagi orangnya, kalau dikenalin ke ibu, pasti ibu lo setuju." Ujar Rhea sambil membetulkan kacamata.
"Iya, Ga, bener kata Rhea. Sekali-kali coba lo mulai tuh cari pendamping." Kali ini Sadam mulai berada di pihak Rhea.
"Pendamping? Dikira gue lagi study tour aja." Jawab Aga dengan nada bercanda, "Emang si Kiran kenapa sih nempel banget sama bu Ayu? Bener-bener kayak nasi sama kertas."
"Lo tau sendiri kan, kalau Kiran udah suka sama orang, dia gak mau jauh dari orang itu. Kayak ke temen lo aja, siapa itu namanya? Timon?" Tanya Sadam.
"Timotheo? Si Theo?"
"Iya. Kiran kan gak bisa lepas kalo udah ketemu sama si Theo. Namanya juga anak kecil, Ga. Lagi banyak caper ke orang dewasa."
"Iya, tapi ini gak enak aja... Gue sih sebenernya gak masalah nganter bu Ayu ini pulang ke rumahnya. Cuma kan dari gelagatnya gue tau dia ngerasa gak enak pasti. Ditambah Kiran yang suka banget maksa. Gue dosen, jadi gue tahu kalau sebenernya tindakan gue ke bu Ayu ini gak boleh. Bisa-bisa dia nanti dianggap terima gratifikasi."
"Tapi, bu Ayu ini emang profesional banget sih, meskipun Kiran nempel terus sama dia, tapi dia gak pernah beda-bedain cara ngajar sama asuh ke anak-anak yang lain. Semua orangtua di kelas juga emang bilang, bu Ayu ini adil ke semua anak." Ujar Rhea.
"Baguslah kalau gitu. Tapi, gue sih sesekali aja. Takut dianggap gimana-gimana nanti sama temen-temennya juga."
"Om Aga ngantuk..." Kiran menginterupsi video call mereka bertiga dan mulai mengusap-usap matanya.
"Nih anak lo berdua udah ngantuk." Aga menyodorkan hp ke depan wajah Kiran hingga memenuhi layar.
"Mama tutup telfonnya ya, Nak. Kiran janji ya jangan nakal sama om Aga, jangan repotin om Aga, makannya gak boleh pilih-pilih." Rhea berucap lembut, selayaknya seorang ibu yang berbicara pada buah hatinya.
Kiran hanya mengangguk pelan karena sudah mengantuk berat.
"Papa pulang empat hari lagi ya, Nak. Sehat terus anak papa."
Kiran melambaikan tangannya pada Sadam, lalu layar ponsel Aga menggelap seketika panggilan mereka berakhir. Kiran mulai menarik selimut dan memeluk boneka totoro miliknya. Tugas Aga juga belum selesai, masih harus mengusap punggung Kiran sampai gadis kecil itu terlelap pulas. Terkadang Aga ingin menertawakan dirinya sendiri, bagaimana ya dari penglihatan orang-orang saat ia sedang membuat Kiran tertidur lelap? Ia sadar kalau orang-orang pasti selalu akan mencapnya sebagai dosen yang tegas. Melihat Aga yang belum menikah dan mengurus Kiran pasti membuat orang-orang kaget.
Meskipun Aga selalu menganggap Kiran bawel dan sosok anak tiga tahun yang banyak tingkah, tapi sebenarnya ia sangat menyayangi Kiran. Sebagai anak bungsu, Aga sedari dulu sangat ingin mempunyai adik untuk ia manjakan, tetapi ibunya tidak ingin mengandung lagi dan menurut ibu cukup memiliki Aga dan Sadam sudah membuat ibu bersyukur.
KAMU SEDANG MEMBACA
end game
Fanfiction"So just lead the game, I'll follow the rules, then there's end game for us."