Commuter Line

339 59 14
                                    

Ayunda

---

Sejak kejadian Kiran demam beberapa hari lalu, gue pulang dengan memakai pakaian pak Aga dan belum gue kembalikan. Niatnya, ingin gue kembalikan saat pak Aga menjemput Kiran. Tetapi, sejak senin kemarin, bukan pak Aga yang gue lihat. Melainkan pak Sadam dan bu Rhea sendiri yang menjemput Kiran.

Tadinya, gue ingin menitip saja pakaian milik pak Aga pada mereka, tetapi setelah gue pikir, itu ide yang cukup buruk. Bisa-bisa mereka akan mengira yang tidak-tidak dan bertanya-tanya kenapa gue bisa meminjam baju Aga. Bahkan Dhiska dan mbak Yaya sampai menanyakan kenapa gue selalu membawa paper bag yang sama?

Dan saat itulah gue nggak tahan untuk nggak cerita. Gue bingung bagaimana menghubunginya, karena pak Aga juga gak mengabari gue sama sekali. Atau at least, menagih bajunya gitu lewat chat! Hih... Dasar kaku banget sih jadi cowok.

"Ya lo lah yang harusnya chat dia duluan, Yu. Kan baju dia ada di lo dan emang lo yang pinjam." Nasihat Dhiska yang gak bisa gue terima.

Masa gue yang chat duluan sih?

Gue langsung menengok pada mbak Yaya, berharap dia bisa memberikan solusi yang berpihak pada gue.

"Kenapa ngeliat ke aku, Yu? Dhiska bener kok, kamu aja yang chat duluan."

Gue merengek... Hampir membenturkan jidat gue ke atas meja, "Masa aku duluan yang ngechat?"

"Emang kenapa? Botak kepala lo kalo ngechat duluan?" Dhiska berujar kesal.

"Botak sih enggak. Tapi malu!"

"Ngapain malu sih? Kan mau balikin baju doang. Atau lo samperin ke apartemennya sana! Mumpung Kiran udah balik ke rumah orangtuanya kan berarti dia sendiri tuh di apart." Dhiska menggoda gue sambil menaikkan dua alisnya yang tebal itu.

"Gak! Itu ide yang lebih buruk."

"Chat aja kali, Yu. Kalau kamu gak ada rasa sama omnya Kiran mah langsung aja. Kalau kamu kayak gitu malah keliatan kamu suka sama dia."

Bibir gue manyun hingga lima senti. Ih... Gue gak suka sama dia. Tapi apa ya... Kayak ada perasaan aneh dan malu setiap gue berhadapan dengan pak Aga. Gue memang orang yang gampang salah tingkah. Bahkan dengan mas Aska aja gue bisa salah tingkah, tapi jika dengan pak Aga gak tau kenapa kadar salah tingkah gue tuh lebih aneh?! Lebih kayak orang bego yang otaknya gak berjalan sesaat.

"Sini kalau gak mau, gue aja yang ngechat—" Dhiska mengambil ponsel gue yang tergeletak asal di atas meja.

Dengan sedikit panik, gue merebut kembali ponsel dari tangan Dhiska. Cewek itu tersenyum puas setelah gue terlihat sangat keok.

Terpaksa gue harus membuang rasa malu gue untuk chat pak Aga duluan. Aduh apa ya kalimat awalnya? Salam? Biasanya kan kalau chat dengan dosen diawali salam dulu kan? Atau langsung aja gitu bilang mau balikin baju?

Aduh pusing.... Udah deh apa aja, gak akan direvisi ini format chat gue.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
end gameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang