Bagi Jinendra makanan adalah segalanya di dunia ini. Bahkan hal yang memotivasinya untuk bekerja adalah; ia bekerja untuk makan. Gak afdal rasanya jika bimbingan dengan Jinendra di ruang dosen, Jin lebih senang jika mahasiswanya mengajak bimbingan di kantin fakultas. Tenang... Bukan Jin yang dibayarkan, justru ia yang akan membayar makanan yang dipilih mahasiswa bimbingannya.
"Udah pilih aja lu mau makan apa, bapak yang bayar. Kasian kan lu udah begadang ngerjain latar belakang, pasti di kost makannya cuma indomie doang."
Karena pernah menjadi mahasiswa, Jin juga tahu rasanya menghadapi tugas-tugas kuliah yang terkadang gak manusiawi baginya.
"Pak Jin, beli pisang goreng saya dong hari ini."
Terkadang juga para penjual di kantin fakultas selalu meminta Jin membeli dagangannya, Jin sih malah suka, karena terkadang ia dikasih bonus.
Setiap hari Jin juga berdoa pada Tuhan, semoga ia mendapatkan jodoh yang suka makan. Ia tidak masalah istrinya nanti tidak bisa masak, yang penting istrinya bersedia menemaninya untuk berkeliling mencari makanan.
Dan... Perhatiannya tertuju pada bu Yaya, guru daycare Kiran yang beberapa hari lalu ia temui ketika menjemput Kiran. Bukan tanpa alasan, Jin juga pernah melihat Yaya sedang melayani pelanggan di restoran dekat apartemen Aga. Saat itu ia hanya iseng mampir ke restoran yang sedang banyak dibicarakan orang-orang di internet. Karena rasa penasarannya dengan makanan selalu tinggi, Jin datang dan bertemu dengan Yaya yang melayaninya.
Jin yakin, jika sekali bertemu adalah ketidaksengajaan, dua kali bertemu adalah kebetulan, dan tiga kali bertemu itu pasti takdir.
Ketiga kalinya ia bertemu Yaya di supermarket, saat perempuan itu sedang menunggu timbangan daging giling yang ia beli. Jin dengan sengaja menghampirinya, bahkan tadinya ia tidak berniat membeli daging, tapi karena melihat Yaya, Jin jadi mengambil 250 gram daging slice yang gak tahu nantinya akan ia olah seperti apa.
"Eh... Bu Yaya." Jin menyapa Yaya seolah Yaya mengingatnya.
Yaya hanya mengangguk pada Jin dan tersenyum kecil. Tangan mungil gadis itu mengambil bungkus daging yang sudah ditimbang lalu berjalan mendahului Jin.
"Bu Yaya masa gak inget saya?" Jin menyusul Yaya dan mendorong troli mereka bersebelahan.
Yaya menyipitkan matanya dan berusaha mengingat, "Maaf orangtua dari siapa ya?"
Jin hanya tergelak pelan, "Saya yang waktu itu jemput Kiran. Bukan orangtua siapa-siapa juga, belum nikah saya."
"Oh... Iya." Jawab Yaya kikuk.
Jin mengulurkan tangannya, meminta bersalaman pada Yaya, dengan sedikit gak yakin, Yaya menyambut uluran tangan Jinendra.
"Kenalin saya Jinendra, panggil aja Jin."
"Hania. Panggil aja Yaya."
Uluran tangan mereka terlepas, "Oh namanya Hania, saya kira namanya sayang."
Yaya hanya bergidik mendengar candaan jayus dari Jin. Dalam hatinya membaca doa dan meminta ampun, dosa apa Yaya dulu sampai bertemu dengan orang aneh seperti Jin.
Dan Yaya ingin menghindar dari Jin, tetapi saat ia mengantri di kasir, Jin juga ikut mengantri di belakangnya. Dengan panik, ia menghubungi Ayu untuk menanyakan Jin pada Aga.
Oh... Temannya toh.
Semoga Jin bukan orang jahat seperti yang Yaya bayangkan. Maklum, akhir-akhir ini Yaya sedang suka menonton dokumenter pembunuhan di netflix. Apalagi tentang dokumenter pembunuh dengan tampang ganteng yang menggaet wanita muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
end game
Fanfiction"So just lead the game, I'll follow the rules, then there's end game for us."