O4.

314 82 5
                                    

Heesung kembali menengadah ke arah langit, berharap air akan segera turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Heesung kembali menengadah ke arah langit, berharap air akan segera turun. Ia kembali menghela nafas begitu menyadari tidak ada tanda-tanda akan turun hujan malam ini. Ia menendang pelan ember besar di kakinya. Sudah hampir tiga jam ia duduk di sini, tapi embernya masih kosong. Beberapa penghuni Dimensi D sudah menyerah dan memilih untuk kembali ke dalam selokan.

Entah apa yang terjadi, tapi sudah hampir seminggu hujan tidak turun.

Laki-laki berhidung mancung itu menoleh ke sisi kanan tubuhnya. Ada sebuah daun pisang besar yang disangga dengan kayu di keempat sisinya. Di bawahnya, dua anak kembar itu meringkuk dengan mata terpejam. Sudah terlalu larut untuk dua bocah itu. Padahal jika mereka tidak bersikeras untuk ikut dengan Heesung, mereka bisa saja tidur di rumah dengan nyaman —setidaknya tidak di atas tanah begini—.

Sudah sebulan sejak mereka bertemu, Heesung tidak menyangka ia menyukai posisinya sebagai 'kakak'.

"Jungwon..."

Yang dipanggil mengerjap pelan. Ia mengusap wajahnya dengan tangan. "Sudah selesai?" tanyanya dengan suara serak.

Heesung menggeleng. "Tidak hujan hari ini. Sebaiknya kita pulang."

Bibir Jungwon mengerucut. Ia mendengus dengan mata setengah terbuka, tapi ia berusaha untuk duduk. "Apa kita tidak punya air lagi?"

"Kita bisa minta dengan Niki untuk sementara," jawab Heesung pelan.

"Siapa Niki?"

Heesung mengambil daun pisang dan melemparnya sembarangan. "Kenalanku di Dimensi C. Kau bisa jalan 'kan? Sunoo tidak mau bangun dari tadi."

Jungwon mengangguk. Ia segera berdiri dan mengambil ember besar, yang hampir sebesar tubuhnya. Sementara Heesung mengangkat tubuh kembarannya ke punggung.

Tenaga Heesung cukup kuat untuk menggendong Sunoo dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menggengam pergelangan tangan Jungwon yang masih setengah sadar.

Mereka memang berjalan agak jauh dari pintu masuk selokan rumah mereka. Menurut Heesung, air lebih banyak turun di kawasan hutan daripada di tengah kota. Masuk akal karena tujuan utama dibuat hujan adalah untuk menghidupkan tumbuhan di hutan.

Setelah masuk ke dalam selokan, mereka harus berjalan kira-kira lima ratus meter untuk mencapai rumah Heesung. Rumahnya memang terletak paling ujung, berbatasan dengan beton besar yang membatasi selokan dengan sungai deras bawah tanah yang sangat jorok. Rumah Heesung menjadi tempat persinggahan paling nyaman untuk para tikus ataupun biawak selokan.

"Tikus..."

Heesung menghela nafas. Ia melepas tangan Jungwon dan menendang tikus-tikus got di depan pintu rumahnya. "Apa-apaan? Kalian sedang pesta di sini?"

Tikus-tikus segera pergi. Beberapa dari mereka berusaha menyerang Heesung, tapi laki-laki itu dengan mudah menendang para tikus menjauh.

"Sudah. Ayo," ajaknya.

THE DIMMENSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang