13.

188 46 1
                                    

Kepalanya pening bukan main, tapi bisikan di telinganya itu membuatnya terpaksa membuka mata.

"Heeseung hyung..."

Sinar lampu menusuk retinanya dengan sangat tidak manusiawi. Membuatnya terpaksa menutup matanya kembali. Sialnya, kepalanya terasa seperti ditusuk ribuan jarum.

"Heeseung hyung..."

"Ada apa, Sunoo?" jawabnya pada akhirnya. Masih belum ada niatan untuk membuka matanya.

Sunoo, terdengar bergetar, menjawab, "Kita tertangkap, hyung."

Kala itulah mata Heeseung langsung terbelalak. Ia menghela nafas kala menyadari ruangan yang ia tempati bukan lagi kapsulnya. Dengan tidak sabar, ia berusaha berdiri, tapi rantai di tangan dan kakinya memaksanya kembali ke posisi semula.

Sialan, sialan! Bagaimana ini?

Ia menatap sekeliling. Ruangan 4x4 ini sangat terang dengan enam kasur rumah sakit. Di seberangnya, Jungwon dan Niki tertidur. Entah tidur atau pingsan. Di kasur sebelah, Sunoo juga terikat tapi ia berhasil duduk menghadap Heeseung.

"Kenapa kita di sini, Sunoo?"

"Sunghoon hyung memukul hyung hingga pingsan. Karena Niki hyung berontak, ia juga dihajar sampai pingsan. Kemudian Jay membawa kapsul kembali ke sini dan kita ditangkap." Sunoo menjelaskan dengan suara yang pelan. "Jungwon kelelahan karena terlalu banyak menangis dan muntah."

Kepala Heeseung kembali berdenyut. Belum lagi suara derit pintu itu membuat nafasnya semakin berat.

Sang presiden berdiri di depan kasurnya. Tangannya dijejalkan ke saku celana mahalnya. Tatapan yang sulit diartikan itu menatap Heeseung tajam. "Anak kandung Lee Hwiyoung, ya?"

"Mhm," jawab laki-laki jakung di belakangnya.

Park Sunghoon bajingan.

"Ambisimu sama persis dengan ayahmu, Lee Heeseung."

"Mhm, terima kasih," sahut Heeseung sama dinginnya. Ia memaksakan diri untuk terduduk, sekalipun tangannya harus berputar kerena terikat.

Helaan nafas dari sang presiden terdengar. Ia berjalan mendekat. "Kau tahu perbuatan apa yang baru saja kau lakukan? Kau ditangkap karena tindakan mencelakai adikku. Apa yang sebenarnya kau inginkan, Heeseung?"

"Kehidupan yang lebih layak." Heesung menjawab tegas. "Kau tidak pernah merasakan kehabisan air minum 'kan, Park Minho?"

Minho terkekeh. Walaupun adiknya sudah berkata bahwa laki-laki ini tidak punya sopan santun sama sekali, tapi Minho tetap kaget dengan caranya berbicara. "Kau bisa saja hidup di dimensi B kalau saja Hwiyoung tidak membunuh nenek-"

"Ayahku bukan pembunuh." Heeseung memotong perkataan sang presiden. Ia mendecak. "Mereka sengaja menjebak ayahku agar terlibat dalam kecelakaan itu 'kan? Ayahmu lah yang membunuh mereka, Minho."

"Tutup mulutmu itu, sialan!" Minho mengumpat.

Seringai di bibir Heeseung tercetak jelas, seolah menantang Park bersaudara. "Ayahmu memaksa nenek dan ibumu untuk memakai mobil yang belum siap pakai tanpa seijin ayahku. Catat itu Minho, tanpa seijin pencipta mobilnya."

Sunghoon bergeming, begitupula Minho yang hanya tersenyum penuh arti.

"Mereka sengaja melakukan itu untuk mencari alasan agar Lee Hwiyoung dibuang ke dimensi D, 'kan?" Heeseung mencondongkan badannya ke depan, menatap Minho tepat di maniknya. "Dengan begitu Lee Hwiyoung dan keluarganya tidak punya akses untuk kabur dari tempat ini. Sayang sekali Pangeran Sunghoon tidak tahu padahal kau tahu itu, Minho."

THE DIMMENSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang