O3.

339 75 5
                                    

🔅

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🔅

Entah kenapa Heesung merasa hari ini agendanya adalah mengasuh bocah-bocah. Tadi siang Niki, bocah Jepang yang masih berumur 15 tahun dari Dimensi C. Sekarang dua bocah kembar yang punya pipi seperti bakpao. Dua bocah kembar yang lima tahun lebih muda dari Niki*, dan berasal dari dimensi yang sama dengannya. Mungkin pertanyaan Heesung tentang 'apakah semua bocah di dunia memang ini semenggemaskan itu?', bisa dijawab dengan iya, semua bocah semenggemaskan itu. Setidaknya itu yang ia tangkap dari Niki, Sunoo dan Jungwon.

Sebenarnya, Heesung bukan tipe orang yang terlalu peduli dengan orang lain semenjak kematian ayahnya. Ia merasa mengurus diri sendiri saja sudah sulit. Membanting tulang untuk mendapatkan sebungkus nasi yang terkadang tidak ada rasanya sama sekali, membuatnya malas memikirkan orang lain. Entah apa yang membuatnya yakin untuk mengajak kedua bocah ini bersamanya. Mengetahui fakta bahwa mereka tidak punya tempat tinggal, membuat Heesung tidak tega.

Belum lagi, selama makan bersama, Sunoo dan Jungwon terus-terusan bercanda. Suara tawa mereka yang mirip dan mata yang berbentuk bulan sabit terbalik karena pipinya terlalu tembam itu membuat hati Heesung gemas. Jungwon punya lesung pipi yang sukses menambah voltase kegemasannya. Sedangkan Sunoo punya mata yang lebih sipit, terkadang terlihat tertutup ketika ia sedang berbicara. Geli mengatakannya, tapi Heesung merasa hatinya lebih hangat ketika berbicara dengan anak kembar itu.

"Kecil, tapi cukup untuk tiga orang," kata Heesung. Ia menendang alat-alat besi yang berserakan di lantai rumahnya.

Ralat, bukan rumah, tapi hanya sepetak kecil ruangan di ujung trowongan selokan Dimensi D. Ruangan ini hanya berisi meja kecil tempat Heesung menata persediaan makanannya, kemudian disambung dengan tumpukan baju lusuh yang tidak pernah disetrika, lalu sebuah karpet membentang dengan beberapa bantal di atasnya. Di sudut ruangan terdapat beberapa alat-alat yang ia rakit, dan temboknya dipenuhi dengan tempelan-tempelan kertas. Ada satu ruangan yang lebih kecil, ia sebut sebagai kamar mandi. Ia tidak bisa banyak bergerak di dalam sana karena memang sangat kecil.

Mari kita sebut saja tempat itu sebagai rumah.

"Woah, kami bahkan tidak sanggup untuk menyewa ruangan seperti ini," kata Jungwon sambil memerhatikan sekeliling.

Heesung hanya terkekeh. "Kalian harus bekerja untuk bisa menyewa tempat seperti ini." Ia melempar tas ranselnya ke atas tumpukan baju. "Tapi kalian masih di bawah umur."

"Benar," sahut Sunoo sambil menjatuhkan bokongnya ke lantai. "Tadinya orang tua kami bekerja, tapi berhenti karena sakit."

"Sakit apa?"

"Kolera." Kali ini Jungwon menjawab. Ia menghela nafas sebentar. "Penyakit yang sangat mewabah di Dimensi D. Mereka meninggal beberapa bulan lalu dan kami tidak bisa membayar uang sewanya, jadi kami tidur di lorong-lorong selokan."

Heesung mengangguk paham. Ia merebahkan dirinya di atas karpet. "Ya, kalau kalian makan kimbab dari tempat sampah kalian akan terkena penyakit itu juga."

THE DIMMENSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang