11.

211 47 6
                                    

Sudah ia katakan sebelumnya, peringatan apapun tidak akan membuat Heesung mengurungkan niat untuk masuk ke dalam selokan. Bahkan Heesung tidak memikirkan kemungkinan ia akan kehabisan nafas karena selokan yang sudah dibanjiri air laut. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah Niki dan adik kembarnya.

Ia menarik nafas panjang sekali lagi sebelum masuk ke dalam selokan. Jangan tanya bagaimana keadaan selokan saat ini. Air laut bercampur dengan kotoran menjijikan di dalam selokan, membuat airnya menjadi sangat bau. Atau mungkin jika Heesung cukup beruntung, ia bisa menemui biawak selokan yang sedang berenang mencari tempat yang lebih aman. Untungnya, selokan tidak benar-benar dipenuhi air laut, ada sedikit celah untuknya menarik nafas.

"Argh! Sialan! Menjijikan!"

"Sudah aku peringatkan kalian untuk kembali ke Dimensi A, dasar orang-orang egois!" Heesung menghardik ketiga laki-laki yang mengikutinya dari belakang dan hanya dibalas oleh dengusan sebal dari ketiganya. Kemudian mereka kembali sibuk memaki seisi selokan.

Entah apa yang dipikirkan orang-orang ini, kenapa mereka tidak mau kembali tanpa Heesung? Apakah mereka benar-benar membutuhkan Heesung sebegitunya? Heesung bahkan tidak habis pikir.

Pintu kecil yang menghubungkan dengan ruang rahasia terendam sepertiganya. Pintu ini memang dibuat sedikit lebih tinggi untuk mencegah air selokan masuk ke dalam ruangan, tapi untuk membuka kenopnya, Heesung terpaksa menyelam. Kenop pintu sengaja didesain agar sulit dibuka, jaga-jaga jika ada orang lain yang mencoba menerobos masuk. Selang beberapa detik, pintu berhasil terbuka. Mereka berhasil menerobos masuk, Jay yang masuk paling akhir menutup pintu dengan rapat.

Air yang masuk cukup membasahi ruangan hingga sebatas lutut manusia dewasa. Beberapa peralatan Heesung yang ia letakan di lantai mulai terendam banjir. Setidaknya panggilan ketakutan dari anak laki-laki itu membuat Heesung sedikit lebih tenang.

"Sudah aku bilang Heesung hyung akan kembali." Suara Niki menenangkan Sunoo yang menangis di atas meja sambil berpelukan dengan adik kembarnya.

"Maafkan aku karena lama," kata Heesung sambil berlari ke arah mereka. "Kalian tidak apa-apa?"

Niki mengangguk. "Apa yang terjadi di luar? Kami terbangun karena gempa."

Heesung yang sibuk menenangkan kedua adik kembarnya itu tidak sempat menjawab, jadi Jake mengambil alih setelah berhasil menenangkan diri. "Tsunami. Aku juga tidak tahu kenapa bisa tsunami."

"Bukannya laut The Dimmension selalu tenang?" tanya Niki lagi.

Kali ini Jay mengangguk. "Pertanyaan bagus, Niki. Andai aku bisa menjawabnya."

"Lautnya selalu tenang kecuali..." suara Sunghoon terdengar purau di sela-sela nafasnya yang terengah. "Kecuali pintu gerbang utama terbuka."

Kalimat itu berhasil menyita atensi Heesung. Kepalanya terangkat untuk menatap laki-laki jakung yang sekarang duduk di atas mesin pembuat listrik. "Apakah ada kemungkinan hal itu terjadi?"

Sunghoon menghela nafas. Ia mengangguk. "Yang aku dengar, gerbang utama mulai hancur karena tidak kuat menahan alam di luar sana."

"Mungkin kalau kapsulmu bisa keluar, kita bisa tahu masalahnya," timpal Jay. "Sependek pengetahuanku, ada mesin besar yang mengatur pintu gerbang utama, tapi mesin itu terletak di luar gerbang."

"Aku belum bisa membuka pintu baja ini."

"Hyung," potong Niki dan berhasil membuat seisi ruangan menatapnya. "Coba cari tahu di kotak peninggalan ayahmu."

Getaran di tanah kembali terasa, tapi tidak sehebat yang terakhir kali. Dari dalam sini, desiran ombak terdengar mengerikan. Heesung, dengan kepanikan di ujung kepala, membongkar seisi kotak logam itu. Ia melempar seluruh kertas-kertas ke meja dengan tidak sabar. Sampai maniknya terhenti pada kotak kecil yang terbuat dari emas.

THE DIMMENSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang