Commitment

427 62 4
                                    

Today is THE day. Tiga hari setelah proposal Pak Arya. Seharusnya hatiku resah gelisah, campur aduk, atau semacamnya  hari ini. Tapi tidak, hatiku seperti lazimnya hari-hari biasanya. Entahlah, Semoga saja keputusanku ini memang benar dan terbaik. Biar bagaimana, cinta tidak bisa dipaksakan, bukan?

"Hani, ibu rasa sebaiknya kamu memakai pakaian yang lebih... rapi?" komentar Ibu begitu masuk ke dalam kamar.
Aku melihat diriku di cermin, kulot hitam, kaus putih, kerudung putih. "Apa yang salah sih, Bu? kalau rapat RT juga begini ini dandanan Hani. Ini bahkan lebih rapi sedikit, warnanya pas!"

Ibu pasti nggak paham kalau Ini pas sekali, sesuai dengan proposal spontan pakai CV yang kayak orang ngelamar kerjanya Pak Arya, sekalian saja dress code -ku kayak karyawan magang.

"Ya, apa kamu nggak mau dandan sedikit biar keliatan segeran gitu?" ibu terdengar semakin gemas.

"Bu, Pak Arya itu sudah biasa lihat Hani keringetan, pake baju lepek, bau keringet. Dia nggak pernah protes kok, segini udah bagus banget."

Kulihat ibu menggeleng-geleng pasrah. Aku harus bagaimana? memulas make up, memilih pakaian, semua itu butuh gerakan hati supaya hasilnya indah. Gerakan hati tak bisa dipaksa. Rasanya memang berbeda dibanding saat Mas Lim ... ah... aku segera menarik napas dan membuangnya keras-keras.

"Kamu sudah mantap?" Ibu menatapku lurus. Aku mengangguk. Iya, insyaallah, ini mantap. Aku sudah beristikharah dan mempertimbangkan banyak hal, walau mungkin yang paling banyak mempengaruhi keputusanku adalah nasihat-nasihat Ibu.

"Mbak Hani, Ibu, tamunya sudah datang.." Fina mendekati ibu lalu mendorong kursi rodanya. Aku mengikuti di belakang.
Pak Arya sudah duduk di ruang tamu sederhana kami, dengan kemeja putih, celana hitam, dan dasi yang dia longgarkan sedikit. Ah bagus sekali, sekarang kami terlihat seperti memakai seragam.

Setelah sedikit berbasa basi, akhirnya Ibu sampai juga ke pokok persoalan. Tapi... aku heran, kok tumben Pak Arya dari tadi diam saja? ternyata bisa juga Pak Arya jadi pendiam.

"Jadi, Hani sudah menceritakan proposal Pak Arya, Ibu juga sudah membaca CV Pak Arya.  Hari ini Ibu akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Pak Arya. Ibu harap Pak Arya tidak merasa terganggu, karena kita sama-sama tahu bahwa Hani baru saja batal menikah dengan Lim, yang sudah ibu kenal lama sekali, baik Lim maupun keluarganya.  Ibu harap Pak Arya paham bahwa Ibu akan sangat mendetail dalam proses ini, dan Ibu akan menilai Pak Arya seobyektif yang Ibu bisa."

Aku menegakkan punggung. Belum pernah aku lihat ibu bicara seperti ini. Tapi seharusnya aku tidak kaget, bukan tanpa alasan ibu jadi penasihat PKK selama hampir 15 tahun. Dalam hati aku merasa lega, karena aku tidak sendiri dalam proses ini.

Aku lihat Pak Arya mengangguk tanpa bicara. Wah betul-betul tegang rupanya. Sesungguhnya aku ingin tertawa melihatnya.
"CV Pak Arya sangat rapi, tapi, Hani pernah bercerita tentang hubungan Pak Arya dengan Ayah. Pak Arya tentu paham bahwa pernikahan bukan cuma menyatukan dua insan, tetapi juga dua keluarga. Maka Ibu mau memastikan Hani masuk ke dalam keluarga yang memiliki relasi yang sehat, atau setidaknya ada usaha serius dari Pak Arya ke arah sana."

Aku terhenyak dengan pertanyaan ibu. Walau keluarga Mas Lim tidak ideal, tapi urusan komunikasi memang mereka punya cara tersendiri... Jadi, masalah Pak Arya dengan Ayahnya kurasa memang cukup berat.
Pak Arya menghela napas, aku juga. Ini akan jadi pertanyaan krusial yang bisa mengubah keputusanku.

"Hubungan saya dan ayah saya memang sangat buruk. Tapi, terima kasih pada Ibu dan Lim, saya berada di sini saat ini, justru karena sebuah permintaan dari ayah saya."

Aku ternganga. Bagaimana bisa? Aku tak bisa memalingkan telinga saat Pak Arya menceritakan semua proses berbaikannya dengan ayahnya. Sesungguhnya hatiku sesak mengetahui alasan Mas Lim begitu gila kerja belakangan ini, yang nahasnya berbarengan dengan rencana menikah kami. Dia mengorbankan mimpinya untuk bersamaku karena amanah dari ayahnya. Aku mengembuskan napas perlahan-lahan, terasa sedikit demi sedikit hatiku mulai melepaskan bayangan Mas Lim....

My Sweet AssistantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang