Acceleration

405 55 4
                                    

Tiga hari ini sibuk sekali rasanya. Sudah seperti mau melamar pekerjaan jadi pegawai negeri saja. Bagaimana tidak, aku berkutat dengan setumpuk berkas kuesioner dari Pak Arya yang harus diisi. Sudahlah pertanyaannya banyak, sulit dijawab, dalam bahasa Inggris pula. Tampaknya kriteria yang harus dipenuhi calon istri Pak Arya adalah bisa berbahasa Inggris, ulet, dan sabar.

Meskipun begitu, aku tahu maksud Pak Arya baik. Beliau ingin kami lebih saling mengenal karakter, love languages,  dan juga harapan masing-masing terhadap pasangan. Kata dia, program "Akselerasi Perkenalan" ini akan menjadi modal awal kami nantinya dalam membangun hubungan, berkomunikasi, dan juga lebih mudah untuk saling memahami ketika ada konflik. Ah ... Pak Arya selalu begini, ingin segala sesuatunya perfect dan dipersiapkan dengan baik.

Selepas Isya Pak Arya bertamu ke rumahku. Kami berjanji temu untuk melanjutkan program perkenalan. Dia mengenakan Polo shirt, jeans beige, dengan rambut yang tersisir rapi, dan wangi parfum khas yang memenuhi ruang tamu. Kalau dilihat-lihat, tidak heran kalau pria ini jadi incaran para wanita di kantornya. Gosip ini tentu saja kudapatkan dari Pak Hendra. Anehnya ... dari sekian banyak wanita cantik di kantornya, kenapa dia memilihku?

Alih-alih membawa martabak, gorengan, atau kue lainnya, Pak Arya memilih membawa parcel buah sebagai buah tangan. Sudah bisa dibayangkan, kalau aku jadi istrinya nanti, keranjang belanjaku akan dipenuhi oleh sayuran dan buah-buahan.

"Bagaimana? Sudah diisi semuanya?" tanya Pak Arya sambil menyodorkan tumpukan berkas miliknya yang sudah diisi.
"Sudah, Pak ... serasa mengisi tes jadi calon istri saja," jawabku santai. Pak Arya tersenyum, sedangkan Ibu geleng-geleng kepala.

"Apa ada hal yang ingin ditanyakan, Hani? Baik terkait dengan kuesioner ini atau hal yang lain? Lebih baik kita bahas semua di awal untuk meminimalisasi potensi konflik kedepannya. Betul 'kan, Bu? Saya pikir Ibu yang lebih paham." Pak Arya mengarahkan pandangannya pada Ibu.

Ibu pun mengangguk membenarkan.
Secara realistis, tak ada yang perlu aku ragukan dari Pak Arya. Namun, sebetulnya ada satu hal yang masih mengganjal dan aku khawatir nantinya akan menjadi potensi konflik di antara kami. Tentang Mas Lim.
Ya, aku dan dia punya sejarah persahabatan yang lebih panjang daripada kisah cinta di antara kami, dan kurasa Mas Lim juga telah menganggap Pak Arya lebih dari sekadar rekan kerja. Dengan kata lain, pertemuan dengan Mas Lim di masa depan tak terhindarkan. Biar bagaimanapun, Pak Arya seorang laki-laki. Kalau dia betul mencintaiku, masalah ini tentu bukan sesuatu yang bisa dianggap baik-baik saja.  Tapi aku bingung bagaimana cara menanyakannya agar Pak Arya tidak tersinggung.  Akhirnya aku pun menggeleng.

"OK kalau begitu saya yang bertanya," ujar Pak Arya serius. "Tentang keluarga besar..." rasanya dahiku sedikit berkerut, ada apa dengan keluarga besar kami? masalah Pak Arya dengan ayahnya kan juga sudah tuntas?

"Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, kedua orang tua saya sudah tidak bersama lagi. Bisa jadi nantinya, cucu-cucu mereka akan kebingungan ketika harus mengunjungi kakek dan neneknya di tempat bahkan kota yang berbeda. Apa Hani tidak keberatan dengan hal ini?"

"Maksudnya bagaimana, Pak? Kita tidak mungkin memaksa beliau berdua untuk bersama lagi bukan?"  aku tak paham, duh jangan-jangan Pak Arya punya obsesi baru untuk menyatukan kedua orangtuanya? wah, kalau iya, itu misi yang sangat sulit!

"Ya artinya, sejak awal kita jadi perlu menjelaskan situasi seperti ini kepada anak-anak. Mereka harus menghadapi realita yang berbeda dengan keluarga pada umumnya."
Ah, itu rupanya. "Terus terang hal seperti ini tidak terpikir oleh saya sebelumnya, Pak. Ini memang tak sederhana, tapi perpisahan Ibu dan Bapak Pak Arya adalah sesuatu yang di luar kendali Bapak, tidak ada orang yang ingin kedua orangtuanya berpisah. Pasti butuh upaya ekstra untuk menjelaskan semua ini kepada anak-anak sesuai dengan bahasa yang mereka pahami. Tetapi.... asalkan Pak Arya tetap membersamai saya untuk menerima kondisi keluarga besar yang tidak ideal ini, saya pikir insyaallah tidak masalah."

My Sweet AssistantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang