-; Tempat untuk pulang?

14 2 0
                                    

Anindita terkekeh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anindita terkekeh. "Mengapa kau begitu yakin? Sedangkan kita baru saja bertemu dua kali."

Jamaludin kalah telak, dirinya tak bisa menjawab pertanyaan dari Anindita itu.

"Haruskah saya menjawabnya?"

"Saya hanya wanita pelacur, sudah seharusnya saya diperlakukan seperti ini oleh semesta. Ini sudah menjadi tanggungan saya karena memilih pekerjaan ini, dan kamu tidak usah menjadi pahlawan super yang datang diwaktu telat. Saya bisa melakukan apapun sendiri, dan saya juga bisa mencari rumah saya sendiri tanpa belas kasihan dari kamu, Jamaludin Yudho Andreas."

Anindita lalu mengambil semua barang-barangnya dan bergegas pergi meninggalkan Jamaludin yang masih terdiam didalam sana.

"Karena saya tahu, kamu lemah Nin. Kamu butuh pundak untuk bersandar, kamu butuh telinga untuk mendengar semua keluh kesahmu, dan kamu butuh saya untuk menjagamu, Nin."

Anindita yang mendengar jawaban dari Jamaludin itu langsung berhenti dan membalikkan tubuhnya menghadap kearah laki-laki itu. Anindita tertawa sangat kencang seolah sedang mengejek Jamaludin yang mengutarakan perkataannya.

"Tinggi sekali ya rasa percaya dirimu itu, Jamaludin Yudho Andreas. Memangnya saya semurah itu ya, sampai kau berani berbicara seperti itu."

"Nin, bukan seperti itu—" ucap Jamaludin menggantung yang terlihat putus asa.

"Lantas saya harus apa supaya kamu bisa percaya kepada saya? Haruskah saya melompat dari lantai enam ini untuk membuktikan bahwa saya serius dengan semua ucapan-ucapan saya?" sambung Jamaludin dan Anindita langsung berjalan keluar kamar meninggalkan ia sendiri dengan rasa keputusasaan.

"Saya yakin, suatu saat kamu akan bangga terhadap saya Nin."

Keesokan paginya, Jamaludin sudah berada di kediamannya yang sangat luas itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan paginya, Jamaludin sudah berada di kediamannya yang sangat luas itu. Bangunan dengan luas hampir satu hektar itu terlihat seperti istana dan membuat siapa saja yang melihatnya ingin tinggal disana.

Jamaludin seharian ini terlihat sangat resah, dirinya hanya tidur, merokok dan bolak-balik tanpa arah di balkon kamarnya.

Tikta yang sudah seharian kerja itu terus memperhatikan Jamaludin melalui jendela kamarnya, laki-laki itu sangat tahu isi hati sahabatnya.

Tikta kemudian berjalan keluar dari kamarnya menuju ke kamar Jamaludin, memutar knop pintu kamar Jamaludin dan ia berhasil masuk.

Berjalan perlahan memasuki kamar Jamaludin dengan tema serba hitam itu membuat kamar Jamaludin terlihat sangat menyeramkan.

"Jamal," panggil Tikta saat melihat Jamaludin menyesap nikotin dengan sangat dalam.

"Ada apa Tikta Warangga? Apa ada hal genting yang membuatmu datang kepadaku?"

"Kamu lah hal genting tersebut, Mal. Ada apa? Saya perhatikan sedari tadi kamu terlihat gelisah. Ceritalah sama saya,"

Jamaludin tak langsung menjawab, dirinya membuka sebuah botol kaca dan langsung menegak habis alcohol tersebut. Benar-benar terlihat seperti bukan Jamaludin yang biasanya, batin Tikta.

"Tidak apa-apa. Hanya masalah kecil dan saya rasa saya bisa mengatasinya."

Tikta terkekeh. "Saya itu lebih mengenal kamu daripada diri kamu sendiri Mal. Kamu memang hebat dalam hal mengurus usaha kokain ini, tapi kamu tidak hebat dalam hal perempuan, Jamaludin Yudho Andreas."

"Kamu ini meremehkan saya ya?" celetuk Jamaludin sambil menatap Tikta tajam.

"Mau saya ajarkan kapan?"

"Tolong untuk kali biarkan saya yang mengambil alih. Kamu cukup membantu saya dalam hal mengurus usaha dan mencarikan wanita,"

Tikta berjalan mendekati Jamaludin lalu merangkul laki-laki itu dari belakang. "Kamu yakin?"

Jamaludin terkekeh. "Bahkan diri saya sendiri tidak yakin dengan saya. Tik, tolong cari tahu tentang Anindita ya?"

Saat sedang bercengkrama, tiba-tiba terdengar suara—

Duar!

Suara letusan bom yang terdengar sangat nyaring itu berhasil membuat Jamaludin dan Tikta langsung menutup telinganya.

Alarm kebakaran juga langsung berbunyi yang membuat pekerja di rumah Jamaludin berlarian kesana kemari.

Tikta Warangga sebagai tangan kanan dari Jamaludin langsung sigap menyembunyikan sang tuan di tempat yang aman.

"Tolong kamu bersembunyi disini dulu, saya akan menghubungi Kafin dan Dewana untuk membawakan helikopter serta merapihkan dokumen-dokumen penting tentang dirimu. Jika sudah siap, helikopter itu akan menjemputmu tepat di depan jendela kamar dan kamu langsung berlari masuk kedalam, saya yakin kamu paham, jadi saya tinggal. Hati-hati Jamal!" jelas Tikta kepada Jamaludin sebelum akhirnya ia berlari keluar dari kamar tersebut untuk menemui kedua kerabatnya.

"Kafin, saya butuh helikopter untuk menjemput Jamaludin," ujar Tikta melalui ponsel genggamnya kepada Kafin yang sepertinya sedang bersembunyi juga.

"Baik, dimana Jamaludin?"

"Di kamar, saya akan merapihkan semua dokumen-dokumen penting kemudian menyusul Jamaludin. Dewana?"

"Dia bersama saya, Tik. Baik sekarang saya meluncur untuk membawa helikopter, hati-hati Tikta Warangga."

Setelah pembicaraan itu, Tikta kembali berjalan menuju ke kamarnya dan merapihkan semua dokumen-dokumen penting menurutnya.

"Pecundang mana lagi yang berani mengusik rumah ini," umpat Tikta sembari merapihkan dokumen tersebut.

Keadaan diluar rumah Jamaludin kini sudah sangat kacau, beberapa orang mati tertembak dan Tikta tak tahu kapan gilirannya datang.

"Sepertinya dokumen ini sudah cukup," gumam Tikta lalu ia kembali berjalan menuju ke kamar Jamaludin.

Saat baru saja masuk ke dalam kamar Jamaludin, detik itu juga helikopter yang ia minta kepada Kafin akhirnya datang dan berhenti tepat didepan balkon kamar Jamaludin.

"Jamal, ayo. Kita tidak punya banyak waktu," panggil Tikta sambil membantu Jamaludin keluar dari bawah kasur lalu berjalan menuju ke helikopter yang sudah menunggu mereka diluar sana.

"Kamu naik duluan Tik, sebagai pemilik rumah, saya yang bertanggung jawab atas nyawa orang-orang yang ada disini," ujar Jamaludin sambil membantu Tikta masuk ke dalam helikopter.

Setelah Tikta berhasil masuk ke dalam, sekarang Jamaludin yang sedang berusaha masuk, namun belum berhasil setengah badan tiba-tiba bunyi tembakan terdengar dan—

"AHHHH," ucap Jamaludin lirih.

"AHHHH," ucap Jamaludin lirih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AbsquatulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang