-; Hari Pertama

7 3 0
                                    

Pagi ini adalah hari pertama Anindita tinggal bersama Jamaludin, Tikta, Kafin, Dewana dan para pekerja Jamaludin lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini adalah hari pertama Anindita tinggal bersama Jamaludin, Tikta, Kafin, Dewana dan para pekerja Jamaludin lainnya. Jamaludin terlihat sedang duduk di ruang tamu dengan menyetel lagu diradio JV 9425s, sambil menyesap sebatang nikotin dan meminum kopi buatan Tikta yang rasanya tak pernah gagal menurutnya.

Jamaludin duduk di sofa empuk dengan pandangan kosong yang ia fokuskan sembari menghayati lagu dari Queen yang berjudul Bohemian Rhapsody, Jamaludin selalu mendengarkan lagu itu disaat ia merindukan sang ibu yang sudah tenang diatas sana, Jamaludin juga sering terlihat meneteskan air matanya disaat mendengarkan lagu tersebut.

Mama, ooohhh.
I don't wanna die,
I sometimes wish I'd never been born at all.

Jamaludin terlihat mengangkat sedikit senyumnya. "Sudah hampir sembilan tahun Ibu pergi meninggalkan saya sendirian di dunia yang keji ini."

Tak disangka Anindita memperhatikan Jamaludin melalui lantai dua, dirinya terus memperhatikan Jamaludin yang sudah terbawa suasana mendengarkan lagu Bohemian Rhapsody itu, sesekali juga Jamaludin ikut melantunkan lagu dari artis favoritnya.

"Kamu terlihat menyedihkan," gumam Anindita dan berniat untuk menyusul Jamaludin yang duduk sendirian dibawah.

"I'm just a poor boy nobody loves me." Jamaludin ikut menyanyikan lagu itu sambil teringat kisahnya yang berasal dari keluarga miskin dan tidak ada lagi yang mencintainya selain dirinya sendiri.

"Rumah sebesar ini hanya ada dirimu yang mendengarkan lagu sekencang itu, sangat membosankan!" celetuk Anindita yang sengaja memecahkan keheningan di rumah tersebut.

Jamaludin terkekeh. "Ya, para pekerja saya sibuk melakukan tugasnya masing-masing. Omong-omong selamat pagi Anindita, mau saya buatkan jus atau teh hangat?"

"Tidak, terimakasih. Saya masih punya dua kaki dan dua tangan yang berfungsi dengan baik."

"Oke baiklah," balas Jamaludin kemudian kembali fokus kepada koran yang baru ia ambil dari meja yang ada disampingnya.

Anindita berjalan untuk duduk di sofa yang tak jauh dari Jamaludin sambil memperhatikan pemandangan yang langsung memperlihatkan pohon-pohon tinggi dan sinar matahari yang memaksa masuk kedalam rumah.

"Jamal,"

"Jikalau kamu mau makan, silahkan buat sendiri di dapur. Lakukan apapun yang kamu mau di rumah ini Nin."

"Jamal-"

"Kalau kamu tidak punya baju, silahkan minta Tikta untuk mengantarmu ke toko dan belilah baju sebanyak yang kamu mau Nin."

"Jamal!" seru Anindita dan Jamaludin langsung menatap Anindita dengan tatapan tajam tapi lembut.

"Apa Nin?"

"Sifatmu berubah saat saya tinggal disini, kamu risih ya?" tanya Anindita lirih dan malu-malu.

Jamaludin meletakkan koran yang ia baca disusul dengan sebatang Nikotin yang ia matikan. "Bukan begitu Nin, justru saya tidak mau terus menerus mengajakmu berbicara karena saya takut kamu terganggu oleh suara bahkan obrolan tidak penting dari saya Nindi."

Anindita melongo mendengar jawaban dari Jamaludin, dirinya tak pernah bertemu dengan laki-laki yang sepertinya. Ini kali pertama Anindita kagum kepada sosok Jamaludin Yudho Andreas.

"Jamal, terimakasih telah memberi ruang untuk saya."

"Jamal kabar buruk terdengar kali ini, perkebunan ganja di Banyuwangi kebakaran yang sudah meluas lebih dari satu kilometer

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jamal kabar buruk terdengar kali ini, perkebunan ganja di Banyuwangi kebakaran yang sudah meluas lebih dari satu kilometer. Kamu mau turun ke lokasi atau saya wakilkan bersama dengan Tikta dan Dewana?" tanya Kafin dengan suara terengah-engah.

Jamaludin yang masih setengah sadar itu belum mengerti apa yang dibicarakan oleh anak buahnya.

"Coba kamu pastikan dulu hal itu kepada Tikta, saya akan ikuti keputusannya."

"Saya harap kamu ikut turun ke lokasi Mal, ini perkebunan terluas milikmu. Saya itu anak buah kamu, bukan bos kamu," jawab Tikta yang tiba-tiba datang diantara Kafin dan Jamaludin.

Jamaludin perlahan mulai mengerjapkan matanya dan bangun dari tidurnya. "Ini air untukmu membasuh muka," ucap Anindita sambil memberikan sebaskom air bersih kepada Jamaludin.

Jamaludin sedikit terheran namun ia langsung mengambil air itu dan membasuhkannya kewajahnya. "Terimakasih Nindi."

"Kapan kita ke lokasi?"

"Setengah jam lagi,"

"Seburu-buru itukah?"

"Kamu mau kapan?" tanya Tikta dengan sorot mata tajam dan Jamaludin langsung menganggukkan kepalanya.

"Saya akan merapihkan kamar saya dulu, kalian boleh tunggu dibawah," perintah Jamaludin lalu Kafin dan Tikta meninggalkan Jamaludin berdua bersama Anindita.

Jamaludin menatap Anindita, dirinya merasa aneh dengan sikap Anindita yang sekarang. "Kamu- kamu tidak pergi? Saya ingin rapih-rapih."

"Pergilah sekarang Mal, biar saya yang merapikan semua ini. Urus bisnismu, dan saya yang akan mengurus rumah saya." balas Anindita.

" balas Anindita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AbsquatulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang