05.Hancur

86 12 1
                                    

Laras berjalan mencari keberadaan Azka Teduh Jevian dengan wajah penuh emosi, ia tak peduli bahwa ia masih menggunakan seragam ekskulnya itu.Kerap kali ia bertanya kepada siswa yang ia temui di koridor tetapi tak ada satupun yang tahu keberadaan Azka hingga akhirnya ia menemukan Azka yang sedang mengotak-atik laptopnya di ruang Multimedia.

"Azka" ucapnya pelan karena mengingat kondisi masih di ruang Multimedia

Menyadari hal itu Azka menutup laptopnya dan langsung keluar menghampiri sahabat Sahara itu "Ada apa?" tanyanya penasaran

"Lo kenapa sih Azka selalu ngasih penderitaan ke Sahara?" kini Laras mulai meninggikan suaranya di hadapan Ketua Osis SMA Satria Mandala ini

Azka yang tidak tahu apa-apa hanya bisa mengernyitkan dahinya tak paham dengan perkataan Laras "Maksud lo apa? Sahara kenapa?" Azka menggoyangkan bahu Laras dengan sedikit keras
Laras menceritakan semua kejadian yang sudah terjadi di kantin tadi meskipun ia masih belum tahu pasti siapa yang menempelkan kertas itu di punggung Sahara.

Setelah mendengar cerita dari Laras, kebetulan juga bel pulang sekolah berbunyi Azka segera mengambil laptop dan tasnya lalu pergi mencari keberadaan Sahara.

"Pacar ga berguna" ucap Laras berdecih lalu berlalu dari tempat itu

Azka mencari Sahara di kelasnya tetapi tidak ada dan ia beralih ke lapangan juga tidak ada hingga akhirnya ia mendapat kabar dari Langit bahwa Sahara sudah pulang sedari tadi.
Pupus sudah harapan Azka untuk meminta maaf kepada kekasihnya itu, kini ia merubah niatnya menjadi menghampiri Sahara di rumahnya tetapi belum sampai ia menuju tempat parkir, saku seragamnya tiba-tiba bergetar pertanda ada yang menelfon nya.

Panggilan itu adalah dari bundanya yang diberi nama 'Bunda💋'.

Ia segera mengangkat panggilan itu "Halo bunda" ucapnya dengan semangat tetapi jawaban bundanya tidak sesuai ekspektasinya, suara bundanya justru terdengar sedang menahan tangis.

Tanpa fikir panjang Azka segera menutup telfonnya dan memilih langsung pulang saja, mau bagaimanapun keluarga lebih penting dari apapun.
Azka menyelusuri koridor sekolah yang sudah lumayan sepi, mengambil motornya di parkiran lalu menghidupkannya tetapi Belvi selalu mengganggunya dimana pun dan kapanpun.

"Azka gue boleh nebeng ga?" tanyanya membuat Azka kesal

"Gak" singkatnya dengan wajah temboknya lalu segera menjalankan motornya meninggalkan gadis sialan itu

"Iya sekarang lo bisa nolak gue Azka, tapi nanti tunggu aja waktunya tiba" ujarnya penuh kelicikan

******

Azka sampai di rumahnya, memasuki pintu rumahnya dengan perlahan karena dari luar ia sempat mendengar sedikit suara keributan dari dalam.

Dan benar saja kedua orangtuanya sedang mengalami pertengkaran terlihat bunda Azka yang meneteskan air mata dengan tangan memegang koper berisi beberapa baju.Merasa bingung Azka mencoba memberanikan diri untuk bertanya "Bunda, kenapa?"

Kedua orangtua itu kompak menoleh ke sumber suara dengan mata yang berlinang air mata "Nak, kamu pilih ikut ayahmu atau tetap sama bunda?"

Tubuh Azka seketika lemas mendengar penuturan ibunya, rasanya semangat hidupnya telah hilang jika harus memilih antara ayah dan bundanya, netra coklat miliknya perlahan mulai meneteskan air mata.
Azka tidak bisa memilih salah satu dari mereka karena baginya kedua orangtuanya sangatlah berharga dari apapun.

Ketiganya sama-sama terpaku dengan keadaan saat ini, Azka meratapi nasibnya saat ini kenapa bisa seperti ini.Ia tak ingin jika ayah dan bundanya berpisah.
Ayah Azka menghampiri anak satu-satunya itu dan menepuk pelan bahu rapuh milik Azka "Azka, kamu jaga bundamu ya" dengan perlahan ayah Azka mengambil koper dari tangan bunda Azka dan melangkah pergi keluar rumah.

Azka tak mampu berkata-kata lagi selain meneteskan air matanya, ia memeluk bundanya dengan erat sambil meratapi kepergian ayahnya "Bunda, kenapa jadi gini?ini kenapa?" Azka menggoyang-goyangkan bahu wanita paruh baya di depannya berharap mendapat jawaban yang tepat namun, bundanya seolah bisu ia tak menjawab pertanyaan dari anaknya.

Ayah Azka sudah berlalu pergi dari hadapannya, entah kemana dia pergi bisa ke rumah lamanya atau ke rumah orangtuanya.Azka terduduk lemas di lantai dingin rumahnya, kini hanya tersisa dirinya dan bundanya di rumah sebesar ini.

"Nak, udah ya biarin ayah kamu pergi" ucap Rini mencoba menenangkan hati anaknya

Namun, kata-kata itu tentu saja tidak akan mampu menenangkan hati Azka.Logika saja bagaiman bisa ia membiarkan ayahnya pergi begitu saja?

"Ini ada masalah apa sih bun?cerita dong sama Azka" ucapnya dengan nada tinggi ke bundanya

Rini hanya bisa terdiam saat lagi-lagi anaknya mempertanyakan hal itu, ia benar-benar tidak bisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi "Bunda ga bisa ceritain itu nak" jawabnya membuat Azka semakin emosi

"Kenapa ga bisa? aku anak kalian kan? seharusnya aku juga tau kenapa kalian bisa sampai kayak gini" Azka mengacak rambutnya kasar lalu pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai motornya

Dengan seragam putih-abu yang masih melekat tetapi sudah tidak rapi lagi Azka mengendarai motornya dengan kecepatan lumayan cepat dari biasanya.
Ia berniat akan mengunjungi pantai dekat rumahnya, pantai adalah tempat yang selalu ia hampiri ketika sedang ada masalah, baik masalah sendiri ataupun dengan Sahara.

Sementara Sahara saat ini sedang berjalan menuju warung yang terletak di pinggir jalan yang lumayan dekat dengan pantai yang biasa Azka hampiri, ia terlihat memakai dress selutut berwarna biru muda dengan surai yang terurai indah menambah kecantikannya.
Ia berniat membeli bakso langanannya untuk ia makan hari ini, tetapi belum sampai di tujuan mata indah Sahara memergoki laki-laki yang sedang mengendarai motor dengan rambut acak-acakan dan seragam yang bisa dibilang lecet itu, Ya benar laki-laki yang terlintas di hadapannya baru saja adalah Azka.

"Itu kan Azka?" tanpa melanjutkan niatnya membeli bakso, ia memilih mengikuti arah motor Azka yang terlihat menuju ke arah pantai

Langkah kaki Sahara mencoba melangkah lebih cepat lagi berusaha agar tak tertinggal jejak dengan Azka, ia khawatir dengan laki-laki itu karena dirinya terlihat sangat kacau dan cara mengendari motornya juga tak seperti biasanya.

Beberapa langkah sudah ia lalui hingga ia sampai di pintu masuk pantai itu dan matanya langsung tertuju ke arah Azka yang ternyata sudah duduk di atas pasir pantai tanpa alas apapun, pandangannya lurus menuju ke arah pantai.Tak biasanya Azka seperti ini, fikirnya.

Di jam yang sudah menuju sore ini ternyata lumayan banyak orang yang berkunjung ke pantai, mereka semua terlihat seperti melepas perasaannya disini.

Sahara melangkah dengan berat karena ia harus berjalan di atas pasir yang membuat langkah kakinya begitu berat.Ia sesekali memandangi Azka takut jika tiba-tiba laki-laki itu menghilang begitu saja.

Ia sesekali memandangi Azka takut jika tiba-tiba laki-laki itu menghilang begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Universe [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang