Hai, tolong baca ini sebelum baca ceritanya.
Sebagai peringatan aja ... cerita ini enggak sepenuhnya diedit. Banyak penggunaan kata yang salah dan banyak lubang plot yang belum dibenerin. Ini cerita pertama aku, tentunya semuanya enggak sempurna, jadi mohon bantuan untuk koreksi. Terima kasih 😊
--- Talia
☆☆☆
Flora tidak tahu apa yang dia lakukan selama hidupnya. Hidup pada bayang-bayang keluarga membuatnya ragu untuk berlari dari zona kelabu hitam mereka.
Flora bergerak seperti boneka yang digerakkan oleh tali usang hampir patah. Flora punya banyak impian, dia selalu memimpikannya setiap malam di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar mengelupasnya.
Meja kamar Flora berserakkan seusai menggambar di atas kertas gambar yang dia beli kemarin malam sepulang kerja. Ada diskon, ungkapnya.
Pensil warna yang tinggal sekelingking menggelinding pelan ke bawah laci. Untung saja karpet usang miliknya dapat menumpu pensil tersebut untuk tidak menggelinding lebih jauh.
Tangan Flora berubah abu, jentiknya penuh cat akrilik yang ia gunakan tadi. Flora sesekali mengupas cat yang sudah kering sebelum menyimpan bekas cat ke dalam tisu yang ada di meja nakasnya.
Flora memperhatikan jam yang berdenting ke kanan dan ke kiri sambil sesekali mengerjapkan mata, wanita itu menarik napas dalam sebelum tatapannya beralih ke mesin jahit miliknya yang tidak lagi beroperasi. Dia ingin membuat pakaian lagi.
Sebelas malam.
Dia harus kembali bekerja keesokan hari. Flora tahu dia selalu taat datang pada pekerjaannya. Ini tahun pertama dia bekerja; dia memilih untuk bekerja dua pekerjaan. Flora kadang lupa waktu, tapi dia punya mimpi untuk menghabiskan uang tabungannya dan mewujudkan mimpinya.
Gadis tersebut kembali berdiri dari kasur sebelum berjalan ke dalam kamar mandi. Flora berdiri di depan wastafel sebelum mengambil pasta gigi. Beberapa kali dia mengalihkan wajahnya dari cermin. Kain perca yang dia dapatkan dari toko lokal menutup cermin kaca yang menempel permanen pada dinding kamar mandinya.
Flora mengucek mata beberapa kali sebelum menata seluruh peralatan menggambarnya. Dia memasukkan pensil-pensil mini miliknya ke dalam wadah kardus yang dia gunting dan tempel bersama menggunakan stapler nya sejak zaman belia.
Flora menutup buku gambarnya sebelum menyelipnya ke dalam boks cokelat, beberapa buku tebal kembar yang berisi seluruh ungkapannya jika saja semesta ingin mendengar racauannya.
Flora sesekali mengelus pipinya yang nyeri. Dia kehabisan obat penawar rasa sakit sejak dua minggu yang lalu akibat abdomennya yang perih. Flora tidak ingin menjadi orang yang lemah, itu tidak tertulis dalam buku catatan mimpi dan harapannya. Tapi saat dia merasakan seluruh tubuhnya yang nyeri dan penuh luka, dia tahu jika seluruh hal yang ia mimpi dan harapkan tidak pernah terjadi, karena Flora tahu semua mimpi dan harapannya hanya sekedar celotehan mimpi malamnya.
Flora harus berenang ke permukaan, tapi kakinya masih terikat jangkar berat yang mendorongnya ke dasar.
Flora harus bertahan untuk mempertahankan mimpinya, tapi dia semakin putus asa.
Flora masih berharap suatu hari semuanya akan sirna, tapi Flora bukan gadis yang kuat, dia butuh tali pada bonekanya meskipun dia harus memotongnya sebelum terlambat.
Flora merasa hampa, tapi dia masih punya rencana untuk mengimpikan segalanya.
Dia menarik satu buku hariannya sebelum menuliskan seluruh hal yang ia ingin lakukan beberapa tahun berikutnya. . . jika dia masih ada.
Terima kasih sudah baca cerita ini, aku cuman mau ngutarain kalo cerita ini akan menyangkut permasalahan mulai dari kesehatan mental hinggal abuse. Mohon perhatiannya untuk menjadi pembaca bijak, terima kasih.
●●●
𝙲𝙴𝚁𝙸𝚃𝙰 𝙾𝚁𝙸𝙶𝙸𝙽𝙰𝙻 𝚃𝙰𝙻𝙸𝙰 𝙼𝙴𝙵𝚃𝙰. 𝙼𝙾𝙷𝙾𝙽 𝚄𝙽𝚃𝚄𝙺 𝚃𝙸𝙳𝙰𝙺 𝙼𝙴𝙼𝙱𝙰𝙹𝙰𝙺, 𝙼𝙴𝙽𝚈𝙰𝙻𝙸𝙽, 𝙼𝙴𝙼𝙿𝙻𝙰𝙶𝙸𝙰𝚃, 𝙼𝙴𝙽𝙶𝙺𝙾𝙼𝙴𝚁𝚂𝙸𝙰𝙻𝙺𝙰𝙽, 𝙼𝙴𝙽𝚈𝙴𝙱𝙰𝚁𝙺𝙰𝙽, 𝙳𝙰𝙽 𝙼𝙴𝙼𝙿𝙴𝚁𝙹𝚄𝙰𝙻-𝙱𝙴𝙻𝙸𝙺𝙰𝙽 𝙲𝙴𝚁𝙸𝚃𝙰 𝙺𝙴 𝙿𝙻𝙰𝚃𝙵𝙾𝚁𝙼 𝙻𝙰𝙸𝙽. 𝙷𝙰𝙺 𝙲𝙸𝙿𝚃𝙰 𝙳𝙰𝙿𝙰𝚃 𝙱𝙴𝚁𝙻𝙰𝙺𝚄 𝙱𝙰𝙸𝙺 𝙱𝙴𝚁𝚄𝙿𝙰 𝙵𝙸𝚂𝙸𝙺 𝙰𝚃𝙰𝚄 𝚂𝙰𝙻𝙸𝙽𝙰𝙽 𝙳𝙸𝙶𝙸𝚃𝙰𝙻.

KAMU SEDANG MEMBACA
How We Fix Sorrow ✅
RomanceFlora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainnya. Hidup pada bayangan keluarga gambaran perfeksionis, dia menjalankan hidup bak ruh yang berdiri tanpa tujuan. Flora punya mimpi dan keing...