Chapter 18. Undefined Feeling

268 25 3
                                    

September 2021. 

Tarra dan Harza sedang menikmati sarapan mereka di salah satu coffee shop sekitar kantor Tarra.

"Ta, kalo SUV mercy bagusan yang mana?" Harza menyorongkan ponselnya ke arah Tarra. "

"Coba mana." Tarra melihat hasil browsingan Harza. "Lu pengennya yang kayak gini?" Tarra menunjuk salah satu gambar. Harza mengangguk.

"Tipe GLS atau GLE aja. Lu mau ganti mobil lagi? Udah bosen?" Tanya Tarra sambil menyeruput kopi dari gelasnya.

"Ngga bosen juga sih. Tita naksir BMW gue. Jadi mau gue kasih aja ke dia. Gue belum pernah punya Mercy, jadi penasaran."

Penasaran, oke.

"Ohhh.." Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut Tarra. Ia kadang tidak pernah habis pikir dengan Harza. Mau se-low profile apapun, pemuda itu tetap Harza Anantara.

Tarra menyendok makanannya. "Terus dulu lu ganti Porche lu sama BMW kenapa? Penasaran juga?"

Harza hanya terkekeh dengan pernyataan Tarra. "Ohh.. kalo itu alasannya jelas banget. Gue pake Porche pas banget Jakarta lagi suka banjir. Gue ga bisa kemana-mana. Orang banjir sebetis aja mobil gue bisa kerendem. Akhirnya gue cari SUV."

"Kenapa ga range rover aja? Kan keren tuh?" Tanya Tarra.

"Kegedean, gue ga suka." Jawab Harza sambil tersenyum.

Bagi sebagian besar orang, Harza hanya 'menghamburkan' uangnya. Tapi bagi Tarra,yang saat ini mulai mengenal Harza lebih dekat, Harza tidak punya niat apapun untuk menyombongkan kesehariannya, gaya hidupnya atau barang-barangnya. Hanya saja Harza 'terbiasa' dengan segala kemewahan dalam hidupnya. Hal yang orang lain anggap berlebihan, bagi Harza dan keluarganya ternyata hanya hal biasa.

***

Muda 2.0. Zoom Meeting.

"Sebelum jadi meeting terakhir, ini link kita pake dulu ya. Bali gimana?" Tanya Harza.

"Gue ikut aja tapi pastiin dulu tanggalnya soalnya gue mau ke Lombok juga. Mau farewell Joshua." Ucap Tarra.

"Mau kemana dia?" Tanya Aljri.

"Texas, kerja di Oil Rig sana. Berangkat bulan depan soalnya." Jawab Tarra lagi.

"Sampein selamat ya dari kita." Ucap Ardner.

"Woy Bali gimana? Lu bisa dua kali cuti gitu, Ta?" Tanya Harza was-was. Ia takut gadisnya itu tidak bisa pergi.

"Bisa kayaknya asal weekend, gue mau minta ijin sama atasan gue dulu. Mas Mara baik banget sih sama gue, asal kerjaan beres." Jawab Tarra sambil mengetik sesuatu di ponselnya.

"Mara? Damara? Bang Damara Arsi 2014?" Tanya Aljri dengan raut terkejut.

"Iya, kok lu kenal?"

"Temen maen basket gue dulu itu. Dia tuh naksir lu banget, panteslah baik." Lalu Aljri menelan ludahnya. Ia baru saja ingat ada Harza juga disitu.

"Ambil APAR deh." Ucap Galvin dengan raut datarnya.

"Kenapa?" Tanya Ardner polos.

"Awas kebakaran ada api cemburu." Galvin terkekeh dengan candaannya sendiri.

Semua hanya menahan kekehannya sendiri sambil melihat raut Harza.

"Bro, BALI DULU." Ucap Harza berusaha membuat teman-temannya fokus. Tapi tentu saja itu hal sulit.

"Yaudah weekend dua minggu lagi deh. Gimana?" Ucap Aljri. "Gue juga udah mulai internship jadi ga bisa cuti."

"Oke setuju." Ucap Tarra dan diikuti anggukan oleh sisa pemuda disana.

Run Harza Run [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang