Sore ini matahari sangat terik. Udara pun terasa sangat panas. Berbeda dari biasanya. Namun, hal itu tak membuat anak-anak lelaki di Perumahan Hortensia Indah membatalkan rencana main bola mereka. Mungkin saja berkat pohon palem setinggi 15 meter yang berjajar di sekitar lapangan sehingga sedikit menghalau terik matahari.
Ketika salah satu anak akan menendang bola, dirinya tak sengaja melihat seseorang di dekat salah satu pohon. Tidak, itu terlalu aneh untuk di sebut 'orang'. Sosok itu berbadan besar. Bentuknya aneh. Tangannya bahkan panjang sebelah; yang kiri berjemari, yang kanan runcing seperti pedang. Tingginya pun melebihi manusia biasa. Ketika kaki kanan anak lelaki itu berayun dan menendang bola, saat itu juga dia menyadari bahwa sosok itu terus mengunyah. Darah mengalir deras dari sela-sela gigi runcingnya. Anak itu bergetar, jantungnya berdebar cepat.
Dukk!
Bola meleset. Bukan ke gawang lawan, melainkan mengenai salah satu batang pohon palem hingga daun-daunnya berjatuhan. Sosok itu meloncat dan menggerogoti batang pohon. Anak-anak yang baru menyadarinya hanya terpaku. Ada yang gemetar, adapula yang wajahnya pucat pasi. Kaget, bingung, dan takut menjadi satu.
Makhluk itu menggerogoti batang pohon dengan sangat rakus. Gigi runcingnya sangat kuat untuk batang pohon yang keras. Bahkan tak butuh waktu lama untuk memotong batang pohon tersebut hingga tumbang menimpa kabel listrik. Ledakan terjadi dan listrik padam seketika.
"·♪·„
"Yahhh!"
"Sialan! Kenapa pakai mati listrik, sih?!"
"Ella, omongannya!"
"Kesal, Kak!"
Listrik padam membuat Soya, Ella, dan Lily amat kecewa karena mereka tengah menonton siaran langsung Penghargaan Film Indonesia di televisi. Mereka jadi tidak bisa melihat langsung momen ketika Anjani menerima trofi yang selama ini mereka nantikan.
"Aneh." Lily bersandar pada sofa.
"Iya. Ini kenapa, ya, bisa mati listrik?" tanya Soya.
"Makanya itu, Kak. Biasanya sebelum pemadaman listrik ada pemberitahuan dulu," ujar Ella dengan wajah masam.
"Tadi ada suara ledakan. Kalian nggak dengar?" tanya Lily.
"Hah? Ledakan?"
"Ih, apa yang meledak coba?"
"Entah."
Drrrtttt drrrtttt!
"Nah, ojolnya telepon nih." Soya menatap layar ponselnya.
"Ah, telat! Udah nggak bisa nonton baru mau datang makanannya," keluh Ella.
"Sssttt, jangan berisik." Soya menerima panggilan itu.
"Halo, Pak."
"...."
"Oh, kalau gitu saya samperin ke sana aja deh, Pak. Tunggu sebentar, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Death Comes Twice
AdventureKekacauan terjadi di mana-mana. Darah dan tubuh yang sudah tak lagi utuh seolah menjadi hiasan di sepanjang jalan. Jangankan tertawa, bernapas dengan normal saja sulit kami lakukan. Aku, Kak Ella, Kak Jani, dan Kak Soya pernah mengalami insiden sepe...