Pecahan kaca dan besi-besi penyangga berserakan di sekitar mereka. Beberapa berhasil melukai tiga manusia yang tengah tiarap dengan wajah pucat pasi menatap makhluk terkutuk apa yang mendatangi mereka dengan cara melompat masuk dari atas rumah kaca secara sangat tiba-tiba.
Padahal Jani, Tara, maupun Satya sangat berharap usai refreshing di rumah kaca itu mereka bisa istirahat dengan nyaman. Sama sekali tidak pernah menyangka akan kembali melihat monster dengan rupa menyeramkan itu secepat ini.
Belum percaya akan kenyataan yang ada di depan mereka, raungan keras monster itu membuat bulu kuduk meremang. Mereka berdiri, menatap satu sama lain dengan wajah skeptis.
Tara berada tepat di depan monster itu. Tidak punya waktu untuk berpikir jernih saat monster itu menatapnya lapar—tunggu. Menatapnya?! Monster kali ini punya mata?!
"Arghh, sialan!" Tak peduli kakinya yang terasa seperti jeli, Tara memaksakan lari secepat mungkin. Respon monster itu sangat cepat ternyata. Bak harimau yang berlari mengejar rusa, tangan runcing monster itu hampir saja mengenai hoodie-nya.
Byurr
Tara melompat masuk ke kolam renang berkedalaman 2 meter itu, disusul monster di belakangnya. Jani dan Satya di pinggir kolam pun basah kuyup akibat air yang meluap ke luar kolam saat tubuh besar monster itu melompat masuk. Meski tak menampik kemungkinan masih bisa menyusul lalu melahap Tara hidup-hidup, mereka yakin gerakannya kini tak selincah ketika di darat.
Satya dan Jani menggapai Tara, membantunya keluar dari kolam. Tanpa menoleh lagi, berlari masuk lewat pintu yang terbuka lebar. Seorang cowok berperawakan tinggi mematung di sana. Ketika berhasil masuk dan mengunci pintunya rapat-rapat, mereka menaiki undakan. Mengabaikan cowok tadi—Jeff—yang masih berdiri kaku tak berpindah posisi.
"Cepat! Bukan waktunya bengong!" teriak Jani ketika menginjak anak tangga ke sekian.
Jeff berkedip beberapa kali. Sepersekian detik, matanya melebar. Berlari menyusul ke atas. Ketika lantai kamar nuansa kelabu ini diinjaknya, Soyara menyerbu dengan berbagai pertanyaan sarat akan kekhawatiran. Jeff mengedarkan pandangan. Mencari seseorang yang akhir-akhir ini bersemayam di pikirannya. Tapi nihil, netranya tak menangkap presepsi gadis berhidung lancip itu.
Jeff berlari keluar tanpa seorang pun yang tampak menyadarinya. Perlahan kakinya melangkah menuruni undakan. Berusaha tak menciptakan suara dengan raut waspada. Bahunya turun melihat pintu belakang masih tertutup rapat tanda monster itu masih di halaman belakang. Jeff melanjutkan langkahnya masuk ke dapur. Mengetuk pintu kamar mandi dengan tak sabaran.
"Bentar!" seru Ella dari dalam.
Mengabaikan fakta bahwa pacarnya tidak suka diganggu tiap berurusan di kamar kecil, Jeff mengetuk lagi. "By! Buka sekarang!"
"Wait, Jeff! Not yet!"
Jeff mengetatkan rahangnya. Merutuki kebiasaan Ella hampir setiap setelah makan—mengunjungi toilet dapur. Kali ini bukan ketukan lagi, melainkan gedoran. "I can't wait!"
"Hei! Berisik banget kenapa, sih?! Sabar!"
Tepat ketika kata terakhir Ella, suara dobrakan dari arah pintu belakang terdengar. Jeff beringsut masuk ke kolong meja makan. Kini batinnya merapalkan do'a. Berharap Ella mules lagi dan tak keluar dari toilet atau mereka akan tertangkap.
Klik
Pintu toilet terbuka. Cahaya emergency lamp di tangan Ella memperlihatkan wajah masam serta bibir komat-kamit ngedumelnya. Jeff menyembulkan kepalanya dari kolong meja, menaruh telunjuk di depan bibir. "Ssh."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Death Comes Twice
AdventureKekacauan terjadi di mana-mana. Darah dan tubuh yang sudah tak lagi utuh seolah menjadi hiasan di sepanjang jalan. Jangankan tertawa, bernapas dengan normal saja sulit kami lakukan. Aku, Kak Ella, Kak Jani, dan Kak Soya pernah mengalami insiden sepe...